Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Senja Kala buat Penguasa Tertinggi

MPR sebagai lembaga tertinggi akan dihapuskan. Tapi PDI-P tetap mempertahankan MPR agar presiden bisa di-impeach.

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJARAH tata negara Indonesia akan berubah drastis. MPR sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang kedaulatan rakyat, parlemen, dan pengangkat presiden akan dihapuskan. Nantinya, lembaga perwakilan rakyat berbentuk dua kamar, yakni DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Konsep itu diusulkan tim ahli Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR, yang kini mempersiapkan amandemen ketiga UUD 1945. Boleh dibilang, model MPR merupakan satu-satunya di dunia. Lembaga mirip MPR hanyalah Supreme Soviet—sebelum komunisme runtuh di negara tirai besi itu. Soviet Tertinggi menjadi lembaga legislatif sekaligus membawahkan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dulu, sewaktu UUD 1945 disusun, bentuk MPR disebut-sebut meniru konstitusi San Min Chu I di Tiongkok. Namun, MPR baru ada pada 15 September 1960 dalam bentuk sementara, semasa Presiden Sukarno. Setelah Pemilihan Umum 1971, semasa awal kekuasaan Presiden Soeharto, terbentuklah MPR, yang kemudian selama 26 tahun tak sekali pun menolak pertanggungjawaban Soeharto. Tentu saja model MPR terasa janggal. Lembaga ini menjadi lembaga tertinggi, tapi juga parlemen dan pemberi mandat kepada presiden. Apa bedanya dengan DPR, yang juga legislatif? Anggota DPR pun wakil rakyat dan merangkap sebagai anggota MPR. Kalau dicari-cari bedanya, paling banter dikatakan MPR sebagai badan legislatif tertinggi dan DPR legislatif sehari-hari. Kini, MPR yang pernah melengserkan alias memecat (impeach) Presiden Abdurrahman Wahid itu akan tinggal kenangan. Nantinya, lembaga perwakilan rakyat berbentuk bikameral (dua kamar), yakni DPR dan DPD. Ini seperti Amerika Serikat, yang juga bersistem presidensial. Di Amerika, parlemen atau kongres terdiri atas senat dan house of representative (DPR). Setiap dua orang wakil dari 50 negara bagian menjadi anggota senat. Kelak, menurut Jimly Asshiddiqie, salah seorang anggota tim ahli Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR, DPR dan DPD sama-sama berfungsi sebagai legislasi (pembuat undang-undang). Anggota DPD dipilih dari orang nonpartai di setiap provinsi oleh DPRD. Jumlah anggota DPD sepertiga jumlah anggota DPR. "DPR mengurusi masalah nasional, sementara DPD mengurusi persoalan daerah," kata Jimly. Janggalnya, tim ahli masih menggunakan nama MPR. Katanya, itu hanya nama untuk sidang gabungan DPR dan DPD. Sidang bersama bernama MPR itu khusus untuk perubahan UUD 1945 atau impeachment presiden. "Amerika juga tetap menyebut kongres untuk senat dan house of representative," ujar Jimly. Kemungkinan, impeachment presiden dituntut oleh DPR, lantas mahkamah konstitusi akan mengadili kesalahan presiden, dan MPR (DPR plus DPD) yang akan memutuskannya. Di Amerika, DPR yang menuntut dan senat yang memutuskan. Namun, konsep penghapusan MPR ditentang oleh Hobbes Sinaga, anggota MPR dari PDI Perjuangan. "Kalau mau menyederhanakan sistem demokrasi, bukan begitu caranya. Kalau MPR dihapuskan, ini bisa berakibat fatal terhadap sistem politik Indonesia," ujar Hobbes, yang menilai MPR sekarang justru lebih bagus ketimbang MPR semasa Orde Baru. Bila tanpa MPR, kata Hobbes, kekuasaan presiden akan kian tak terbatas. Apalagi DPR dan DPD disebutkan hanya berfungsi sebagai lembaga legislatif. Artinya, tak ada impeachment terhadap presiden. Hobbes juga menganggap tim ahli main comot model Amerika. Padahal, sejarah dan bentuk negara Amerika, yang federal, berbeda dengan Indonesia, yang kesatuan. "Senat di Amerika berwenang membuat undang-undang. Di Indonesia, DPD tak mungkin begitu. Daerah itu bawahannya pusat," ujarnya. Sementara itu, Ketua Panitia Ad Hoc I MPR, Jacob Tobing, yang juga dari PDI-P, mencoba menetralisasi perdebatan. "Tak satu pun fraksi di MPR setuju dengan penghapusan MPR. Lembaga tertinggi itu tetap ada, tapi fungsinya yang diluruskan," ujar Jacob. Pelurusan itu, katanya, lantaran MPR setelah reformasi ke-bablasan sampai mengurusi sidang tahunan dan meminta laporan presiden. Nanti, MPR hanya bertugas di bidang kon-stitusi, seperti perubahan UUD 1945 dan impeachment presiden. Hal itu, menurut Jacob, sesuai dengan sistem presidensial yang memberikan kepastian bagi masa tugas presiden selama lima tahun. "Kalau enggak ada persoalan, MPR enggak bisa seenaknya mencari masalah untuk meng-impeach presiden," ujarnya. Jacob juga wanti-wanti dengan istilah DPD. Katanya, tak benar akan ada DPD yang juga berfungsi seperti DPR sebagai lembaga legislatif. Prinsip ini berhubungan dengan susunan negara Indonesia yang kesatuan, bukan federal. Mungkin, nantinya MPR hanya terdiri atas DPR dan utusan daerah—berarti tanpa utusan golongan seperti MPR sekarang. Hps, Darmawan Sepriyossa, Hadriani Pudjiarti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus