Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus bandar narkoba Fredy Pratama tengah ramai menjadi diperbincangkan masyarakat. Fredy selaku kepala jaringan narkoba ini berhasil ditangkap Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang telah membentuk tim khusus untuk mengungkap jaringan tersebut sejak 2020 .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fredy Pratama merupakan salah satu sindikat bandar narkoba terbesar di Indonesia, berdasarkan barang bukti yang disita, yakni sebanyak 10,2 ton sabu dari tahun 2020 hingga 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses penyaluran narkoba dilakukan Fredy bersama para distributornya melalui saluran aplikasi khusus seperti BBM Enterprise, Threema dan Wire.
Hal ini juga ditetapkan berdasarkan temuan analisis Direktorat Tindak Pidana Narkoba yang menunjukkan bahwa sebagian besar narkoba di Indonesia termasuk jaringan Fredy Pratama.
Brigadir Jenderal Polisi Mukti Juharsa, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, mengatakan jika pihaknya sudah mengetahui identitas Fredy Pratama.
Pihak Bareskrim menyatakan bahwa Fredy merupakan orang Indonesia dari Kalimantan Selatan yang mengedarkan narkoba dari Thailand ke Indonesia. Bahkan, sejak 2014, pihak Polri telah menetapkan Fredy sebagai buronan. Bahkan, Fredy Pratama memiliki nama julukan seperti The Secret, Cassanova, Air Bag dan Mojopahit.
Catatan Kriminal Fredy Pratama
Berdasarkan catatan data perlintasan keimigrasian, Fredy Pratama telah meninggalkan Indonesia sejak 2014. Awalnya, Fredy masih mengelola aset keuangannya untuk dikirim ke luar negeri menggunakan rekening keluarga dan orang terdekatnya pada 2016.
Operasi dan penyelidikan gabungan ini dilakukan oleh Bareskrim Polri bersama instansi terkait dan pihak luar negeri, seperti Royal Malaysia Police, Royal Malaysian Customs Department, Royal Thai Police, dan US-DEA.
Kasus Fredy Pratama ini dikenakan Pasal Primair Pasal 114 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yaitu Mengedarkan Narkotika Golongan I dengan ancaman hukuman pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan pidana denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp10 miliar.
Bareskrim Polri membongkar operasi jaringan narkoba yang dikendalikan oleh seseorang bernama Fredy Pratama alias Miming alias Cassanova. Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada, menyatakan mereka telah membentuk tim khusus untuk mengungkap jaringan tersebut sejak 2020 lalu.
Wahyu menyatakan bahwa Polri telah memburu jaringan ini sejak 2020-2023. Total ada 408 laporan polisi yang diungkap dengan jumlah tersangka sebanyak 884 orang. Sedangkan 39 tersangka yang ditangkap dalam operasi Escobar Indonesia dimulai dari periode Mei 2023.
Selanjutnya: Kisah Freddy Budiman dan pabrik sabu dalam Lapas Cipinang
Terpidana mati Freddy Budiman (kanan) saat gelar perkara pabrik narkoba di Ruko Taman Palem, Jakarta Barat, 14 April 2015. Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menggelar rilis terkait kasus terbongkarnya sindikat narkoba yang diatur oleh gembong narkoba Freddy Budiman dari dalam lapas. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Jaringan Narkoba Freddy Budiman
Kasus jaringan narkoba Fredy Pratama mengingatkan penangkapan Freddy Budiman dan hukuman mati atasnya pada 2016 silam atas kasus yang sama. Freddy Budiman merupakan salah satu gembong narkoba terbesar di Indonesia.
Pada 1997, Freddy sudah terlibat dalam kasus narkoba pertamanya sehingga dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Cipinang.
Kemudian, pada 2009, Freddy kembali kedapatan menyimpan 500 gram sabu-sabu sehingga divonis 3 tahun 4 bulan penjara. Tak berhenti sampai di situ, pada 2013, Freddy Budiman tanpa jeras justru diketahui mengedarkan narkoba dan membuat pabrik sabu dari dalam lapas. Bisnis ini mampu menghasilkan dua kilogram sabu siap edar setiap kali produksi.
Hal yang menarik dari kasus jaringan narkoba Freddy Budiman yakni kemampuannya untuk terus mengendalikan operasi narkoba bersama sindikatnya bahkan ketika berada di dalam penjara. Meski sudah diputuskan eksekusi mati, Freddy tidak berhenti dari aktivitas kriminalnya.
Bahkan, pada 2013 Freddy Budiman membuat pabrik sabu di dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang. Kemudian, bisnis ini bisa menghasilkan dua kilogram sabu siap edar setiap kali produksi. Akhirnya Freddy Budiman dieksekusi mati di Nusakambangan, Jawa Tengah pada 29 Juli 2016.
MUTIARA ROUDHATUL JANNAH | TIM TEMPO.CO