TERBONGKARNYA berbagai kebohongan si "raja" komputer, Jusuf Randy, pekan lalu benar-benar menggemparkan masyarakat. Ia, yang ditahan di Polres Jakarta Selatan sejak 6 Januari lalu karena memalsukan KTP, tanda kenal lahir, dan paspor, sampai pekan ini masih mendekam di tahanan. Padahal menurut sumber polisi, pekan laiu itu ia seharusnya sudah berstatus tahanan luar. "Sebab, ada perkembangan baru dalam pemeriksaan," kata sumber itu. Perkembangan baru? Polisi kini, kabarnya, melanjutkan penyidikan tentang kemungkinan Jusuf Randy memakai juga nama Josep Gissen atau Robert Nio alias Robert Tjia Siang Nio. "Interpol Mabes Polri sudah diperintahkan untuk menyidik ke arah itu," kata Kepala Dinas Penerangan Mabes Polri Brigjen. T. Guntar Simanjuntak, Jumat pekan lalu kepada wartawan. Artinya, jika Jusuf Randy, 47 tahun, memang memakai juga kedua dua nama tersebut, berarti memang banyak kasus kejahatan yang dilakukannya akan terungkap. Sebab, Kepala Bagian Pers Kedubes Jerman Barat, Graf Lambsdorff, Interpol Jerman Barat membenarkan interpol dari negerinya sejak Desember lalu mencari seseorang bernama Robert Nio -- diduga lari ke Indonesia -- karena tuduhan memanipulasikan pajak. Hanya saja Lambsdorff tak tahu persis berapa jumlah pajak yang dilarikan "orang Indonesia" itu. Menurut sumber TEMPO, konon, tak kurang dari 2 juta DM. Selain itu, bila Jusuf Randy adalah juga Josep Gissen, berarti dialah buron Kejaksaan Agung selama ini. Kejaksaan sejak beberapa waktu lalu telah mengusut kasus pengadaan mesin fotokopi merk Marathon buatan Jerman Barat oleh Fa. Marathon Bandung -- milik adik kandung Jusuf Randy, Boy Tamzil -- untuk Perumtel. Akibat pengadaan barang tanpa tender itu negara konon dirugikan Rp2,3 milyar. Tim pengusut yang mengecek di Kota Munchengaldbach, Jerman, tak menemukan pabrik mesin fotokopi itu di sana. Boy Tamil membantah keras bahwa pabrik itu tak pernah ada. Menurut Boy pabrik milik Josep Gissen itu telah tutup sejak 1984. Jadi, wajar saja bila tim pengusut tak menemukan pabrik itu. Ternyata, menurut sumber TEMPO, Jusuf Randy itu tak lain Josep Gissen. Perkara manipulasi itu sendiri, menurut sumber TEMPO, akan dilimpahkan ke pengadilan bulan depan. Sekitar 26 saksi akan didengar keterangannya. Hanya saja, sampai kini tim pengusut belum bisa memastlkan apakah Josep Gissen itu adalah juga Jusuf Randy. Direktur Utama Perumtel Cacuk Sudarijanto terus terang mengatakan kekesalannya terhadap Jusuf Randy. "Sudah lama saya tahu Jusuf Randy itu licin dan suka bersiasat. Hanya orang bodoh yang mau menjalin kerja sama dengannya," ujar Cacuk. Sebagai bekas Dirut Indosat, Cacuk rupanya punya pengalaman berkerja sama dengan Jusuf dalam program komputerisasi pertandingan pada PON XI di Jakarta juga melibatkan Perumtel dan USI-IBM. Sebagai ketua pelaksana program itu, Jusuf mendapat surat penunjukan dari Gubernur DKI Jakarta, waktu itu, Soeprapto. Surat itu, kata sumber TEMPO, kemudian dimanfaatkan Jusuf untuk menyabet dana dari berbagai sponsor. Kata sumber tadi, berbagai janji Jusuf untuk membantu program komputerisasi di PON itu ternyata janji kosong. Dua ratus tenaga operator dan personal computer (PC), yang dijanjikan akan didrop dari LPKIA, ternyata tak pernah dipenuhi. Konon, menurut sumber TEMPO, begitu PON berakhir, Jusuf "bisa beli sedan Mercy terbaru." Selain itu, menurut Cacuk, ratusan pakaian seragam yang diambil Jusuf dari panitia PON XI ternyata tidak sampai ke pihak yang berkepentingan. Artinya, disikat Jusuf pribadi. Tentu saja Cacuk jengkel. "Kalau saya masih muda, Jusuf Randy pasti saya ajak berkelahi," cerita sumber TEMPO, mengutip Cacuk. Usamah Said dari USI-IBM membenarkan, Jusuf menjengkelkan dalam kerja sama itu. Untuk memenuhi janjinya, kata Usamah, Jusuf malah meminta bantuan 100 buah PC kepada USI-IBM. Tapi permintaan itu ditolak IBM. Jusuf juga minta biaya untuk tenaga operator (LPKIA), yang semula dijanjikannya gratis. Lebih aneh lagi, Jusuf yang mengaku pakar komputer itu ternyata di pertemuan tim komputer PON XI (LPKIA, USI-IBM, Indosat, dan Perumtel) tak bicara apa-apa. Memang banyak yang meragukan kebenaran riwayat hidup Yusuf Randy yang tercetak di buklet-buklet LPKIA. Di brosur promosi itu ia ditulis seakan-akan pernah bekerja di Klockner, International Harvster, IBM, Univac, Germany Data Communication -- semuanya di Jerman -- dan Int. Computer Ltd., Inggris. Di perusahaan terkenal IBM, misalnya ayah empat anak dari dua istri itu mengaku sebagai System Manager. Tapi sumber TEMPO di Jakarta, yang sudah mengontak IBM Jerman Barat, membantah Jusuf Randy pernah bekerja di IBM Jerman Barat, apalagi sebagai System Manager. "Yang ada ialah Robert Tjia Siang Nio, yang bekerja sebagai System Programmer sejak 1 Januari 1970 hingga 30 September 1973. Jadi, bukan System Manager," kata sumber ini. Kemungkinan memang Robert Nio itulah yang kini berganti nama menjadi Jusuf Randy. Hanya saja, sampai kini masa lalu Jusuf memang masih teka-teki. Ayahnya Awat Tamzil, yang pernah diceritakan Jusuf sudah meninggal, tak mau mengungkap kisah anaknya itu, kendati ia kini mengaku tak lagi menganggap Jusuf sebagai anaknya. "Saya tidak akan menceritakan Jusuf Randy. Bagaimanapun juga, ia anak saya. Saya tidak rela membeberkannya," tutur Awat Tamzil. Di Gang Regol Wetan, Sumedang, yang disebut-sebutnya sebagai tanah kelahirannya -- ketika dicek -- sesepuh di situ tak mengenal Jusuf Randy maupun orangtuanya. Ternyata, Jusuf dan orangtuanya yang benar tinggal di Jalan Kelenteng, Bandung. Di lingkungan itu ia dikenal dengan nama Si Tompel. "Si Tompel itu anak cerdas, nekat, tapi pengecut," kata Iyan Gunawan, tetangganya. Di Bandung, menurut Iyan, Si Tompel hanya sekolah sampai SMP. "Setahu saya, ia itu sekolah cuma sampai SMP di Bandung, kemudian jadi pelaut. Saya tak heran mendengar ia tinggal di Jerman, karena sejak kecil ia memang nekat," tutur Iyan, yang mengaku masih ada hubungan keluarga dengan Awat Tamzil. Di brosur dan di berbagai media massa, Jusuf mengaku, setelah menjadi pelaut ia menetap di Jerman dan melanjutkan pendidikannya di sekolah tinggi ekonomi di Duisburg, sekolah komputer di Duesseldorf, dan International Management Training di Reidensburg. Seorang insinyur alumnus Jerman membenarkan, Jusuf yang juga dikenal dengan nama Si Tompel pernah tinggal di Kota Munchengaldbach. "Tapi setahu saya, ia hanya berjualan tahu dan tempe di sana, sambil kursus komputer selama enam bulan. Ia pernah datang ke tempat tinggal saya, menawarkan tahunya," katanya. Sumber itu mengaku kaget ketika kembali ke Jakarta menyaksikan Si Tompel "ajaib" telah menjadi bos dan pakar komputer. Bagaimanapun juga, kini, selain banyak yang bersedia menjadi sumber segala kebohongan Jusuf Randy, juga banyak pihak yang tiba-tiba seperti tersadar atas kekeliruan mereka. Yayasan Pusat Pemantau Daya dan Swadaya Manusia, misalnya, terpaksa membatalkan rencana pemberian penghargaan Cipta Phaha Adi Daya Award kepada Jusuf di Hotel Borobudur, 23 Februari nanti. Penghargaan itu diberikan kepada Jusuf, kabarnya, karena tokoh itu dianggap berjasa merintis pendidikan komputer d Indonesa. Pengacara Jusuf Randy, Nyonya Syafarudin, mengecam keras berita-berita media massa yang dianggapnya memojokkan Jusuf. Karena saya menganut asas praduga tak bersalah, maka berita-berita itu saya anggap gosip pers saja," kata Nyonya Syafarudin, yang ditunjuk Jusuf sebagai pengacaranya, empat hari setelah penangkapannya. Untuk itu, katanya, ia telah meminta polisi mengubah status kliennya menjadi tahanan luar. Sementara itu, istri Jusuf, Elizabeth -- asal Jerman -- dan anaknya, Thomas Randy yang juga dituduh memalsukan identitasnya, kabarnya telah lolos ke Singapura lewat Balikpapan. Menteri Ismail Saleh membantah ibu dan anak itu kabur akibat kelalaian bawahannya. "Mereka sudah lari terlebih dahulu, sebelum dinyatakan buron oleh pemerintah," kata Ismail Saleh kepada wartawan di Yogyakarta. Widi Yarmanto, Moebanoe Moera, Yopie Hidayat, Hasan Syukur, dan Riza Sofyat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini