Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akan meminta klarifikasi kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) atas penghentian penyelidikan kasus kematian Afif Maulana. Langkah itu diambil sebagai respons atas desakan sejumlah lembaga agar proses penyelidikan tersebut dibuka kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami akan mempelajari dokumen yang ada, dan kemudian akan meminta klarifikasi ke Polda Sumbar atas keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyelidikan kasus Afif,” kata Komisioner Kompolnas Gufron Mabruri saat dihubungi, Selasa, 7 Desember 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gufron mengatakan, Kompolnas belum bisa memberikan penilaian terhadap penghentian penyelidikan itu. “Kompolnas juga tidak dilibatkan dalam proses gelar perkara khusus, kita akan membaca substansinya seperti apa,” ujar dia.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta agar Kompolnas memeriksa keputusan Polda Sumbar yang menutup kasus Afif Maulana. Polda Sumbar dinilai tidak transparan dalam pengambilan keputusan penghentian kasus dugaan kekerasan oleh polisi itu.
“Kami juga mempertanyakan alasan tidak dilibatkannya pelapor dan kuasa hukum korban dalam gelar perkara khusus. Bisa jadi proses penutupan kasus ini terindikasi maladministrasi,” kata Kepala Bidang Penegakan Hukum Ombudsman Siti Uswatun Hasanah saat ditemui di kantor Kompolnas, Senin, 6 januari 2024.
Menurut Siti, wajar bila publik menilai ada kejanggalan dalam penghentian proses penyelidikan tersebut. Kalaupun dihentikan, dia melanjutkan, polisi seharusnya memberikan penjelasan kepada keluarga korban dan kuasa hukum. Polisi harusnya juga melibatkan kuasa hukum dalam proses gelar perkara.
“Kami akan menyelidiki lebih lanjut dugaan pelanggaran administrasi ketika penyelidikan ini dihentikan,” ujar dia.
Afif Maulana ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji pada Juni 2024. Sejak awal Polda Sumbar menyatakan Afif tewas karena melompat dari jembatan karena menghindar dari kejaran polisi yang hendak membubarkan tawuran.
Pihak keluarga Afif tak terima dengan cerita versi polisi tersebut. Mereka menduga Afif tewas karena penganiayaan yang dilakukan aparat penegak hukum. Pasalnya, mereka menemukan luka seperti bekas penganiayaan di tubuh anak berusia 13 tahun tersebut.
Setelah melakukan penyelidikan selama enam bulan, Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono mengumumkan penghentian penyelidikan ini pada Selasa sore, 31 Desember 2024. Keputusan penghentian penyelidikan kasus ini diambil setelah Polda Sumbar menggelar perkara khusus pada hari yang sama.
Namun, kuasa hukum korban menyebut proses tersebut tidak melibatkan mereka secara penuh dan minim transparansi. “Sebuah gelar perkara khusus seharusnya membuka fakta dan alat bukti,” kata Alfi Syukri, pengacara LBH Padang yang bertindak sebagai kuasa hukum korban.
Kabid Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan mengatakan, mekanisme gelar perkara sudah sesuai prosedur. “Memang mekanisme seperti itu, di termin pertama pelapor diminta untuk memberikan informasi selengkap-lengkapnya terkait dengan kejadian yang dilaporkan, sedangkan untuk termin kedua pelapor tidak dilibatkan," kata Dwi, 2 Januari 2025
Gelar perkara khusus kasus ini berlangsung pada Selasa, 31 Desember 2024. Dalam termin pertama, penyidik memaparkan langkah-langkah penyelidikan, termasuk olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, dan hasil autopsi. Sementara pada termin kedua, proses berlangsung secara internal tanpa melibatkan keluarga Afif Maulana maupun kuasa hukum.
Pilihan Editor: Penembakan Bos Rental Mobil, Amnesty Desak Setop Lingkaran Impunitas TNI