DISKOTIK Blue Diamond, Cirebon, Januari lalu, kedatangan tujuh-orang tamu istimewa. Mereka, layaknya tamu diskotik, memesan bir. Tapi belum sampai setengah jam, entah kenapa, mereka ribut dengan petugas keamanan. Para tamu itu ditangkap dan giring ke Polresta Cirebon. Di kantor polisi terungkap bahwa mereka adalah empat tahanan dan seorang napi, dan dua orang penjaga Rumah Tahanan (Rutan) Cirebon, yang lagi bersantai di tempat hiburan malam itu. Rupanya sejak masuk pintu diskotik, beberapa anggota polisi yang bertugas di situ sudah curiga. "Kami sudah tak asing lagi pada para penghuni rutan, wong mereka pernah ditahan di sini waktu penyidikan," ujar sumber TEMPO di Polresta Cirebon. Esoknya, Rabu dua pekan lalu, para penghuni rutan itu dikembalikan ke "rumah"nya. Persoalan tak selesai begitu saja. Dirjen Pemasyarakatan Baharuddin Lopa, Sabtu dua pekan lalu, menjatuhkan skorsing kepada ketiga orang petugas rutan. Mereka, Mugi Wahyudin, staf Bimbingan Kerja Napi, Pepen Supendi, petugas portir, dan Warya, staf Pembinaan Pemasyarakatan. Mugi, 29 tahun, yang sudah 8 tahun bertugas di Rutan itu membenarkan bahwa malam itu ia sedang "pesta" karena mendapat anak kedua. "Saya bernadar kalau lahir bayi perempuan, saya akan syukuran," kata Mugi, yang mengaku hari itu baru saja mendapat pinjaman Rp500.000 dari koperasi. Untuk itu ia mengajak Ek Tjoan, tahanan -- yang sebelum menjadi tahanan, katanya, sudah akrab dengannya. Konon ajakan itu didengar empat orang teman sekamar Tjoan di sel nomor 3. Mereka pun diajak serta. Selain itu ikut pula Pepen, petugas portir rutan. Komandan jaga, ketika itu, Warya pun memberi izin. Menurut pengakuan Kepala Rutan Cirebon Karsim, hari itu memang nahas buatnya. "Biasanya saya suka mengontrol malam-malam ke rutan. Tapi hari itu hujan lebat, tidak ada kendaraan," ujarnya. Ia mendengar keluarnya para tahanan itu sekadar mencari hiburan. "Tapi tidak tertutup motif lain. Maklum, gaji mereka kecil, tidak sampai Rp1OO ribu," kata Karsim. Tapi bukan hanya di Rutan Cirebon kasus semacam itu terjadi. Dua tahanan di LP Kalisosok, Surabaya, Bambang Sujono alias Tan Kie Boen dan Bambang Suripto alias Tan Ing Hoo, juga ditangkap oleh petugas karena berada di luar tahanan. Padahal perkara korupsi yang melibatkan mereka senilai Rp17,4 milyar -- masih dalam proses banding. Sementara menunggu putusan banding itulah, pengacaranya, Munawar Kappers, meminta izin Kepala LP agar kedua kliennya diperkenankan berobat ke dokter spesialis. "Sebab, penyakit kedua klien kami tidak mengalami perubahan selama berobat di RSUD Dr. Soetomo," ujar Munawar. Kendati permohonan itu tanpa dilampiri surat keterangan dokter, toh Kepala LP mengabulkannya. Ternyata pada 4 Januari lalu Pangdam V Brawijaya Mayjen Sugeng Subroto bersama Polda Jatim menciduk kedua tahanan tersebut. Sebab, menurut penelitian pangdam, surat izin berobat itu cuma akal tahanan untuk bersantai di luar penjara. "Dalam prakteknya mereka pergi dengan mobil pribadi tanpa pengawalan polisi Diberikan ijin sampai pukul 5 sore, tapi sampai malam masih kelayapan," kata Sugeng Subroto. Selain kedua Bambang ini masih ada Johny Chandra, penyelundup barang elektronik senilai Rpl80 juta, diciduk di rumahnya. Narapidana yang satu ini punya kelakuan hebat. Ia sering melompat ke luar tembok penjara sebelum apel pagi dan kembali ke LP sekitar pukul 10 malam. Kendati berstatus napi, ternyata Johny hidup seperti orang biasa, bekerja jual beli mobil, dan bahkan bersantai di diskotik. Tentu tak hanya di daerah-daerah tadi napi atau tahanan "bebas" berkeliaran di luar tembok penjara. Di Jakarta, misalnya, konon beberapa tahanan kelas "kakap", dengan alasan sakit "beristirahat" di rumah sakit. Bunga Surawijaya, Hasan Syukur (Bandung) dan Wahyu Muryadi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini