Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat hukum terdakwa perkara korupsi timah Fandy Lingga, Andi Ahmad Nur Darwin mengatakan, telah terjadi pertikaian antara terdakwa dengan Hendry Lie pada Agustus 2018. Dengan adanya pertikaian tersebut, Fandy, yang merupakan Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN), tidak lagi memiliki wewenang dalam proses bisnis antara PT TIN dengan sejumlah perusahaan smelter mitra PT Timah.
Andi juga menyatakan Fandy juga tidak bertanggung jawab dalam membuat keputusan maupun memerintahkan Rosalina membuat Surat Penawaran PT Tinindo Inter Nusa nomor : 093/TIN/VIII/2018 tanggal 03 Agustus 2018. Surat itu berisi penawaran kerja sama sewa alat processing timah kepada PT Timah atas persetujuan Hendry Lie, beneficial owner PT TIN sekaligus pendiri Sriwijaya Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dengan adanya pertikaian tersebut menunjukkan Fandy Lingga tidak memiliki kemampuan dan wewenang untuk dapat memberikan keputusan serta memberikan arahan, instruksi apa pun terhadap Rosalina sebagaimana surat dakwaan a quo," kata Andi Ahmad saat membacakan nota keberatan eksepsi Fandy Lingga di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Selasa, 8 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada kesempatan itu, Andi menyebut bahwa Fandy sudah tidak memiliki hubungan dengan PT Tinindo Inter Nusa. Bahkan sejak pertikaian dengan Hendry, Fandy tak lagi bisa mengambil banyak keputusan. Sehingga, Andi menilai dakwaan penuntut umum yang termuat dalam surat dakwaan a quo mengandung error in persona. Alasannya, Fandy Lingga bukan merupakan pihak yang berhak dan mewakili PT Tinindo Inter Nusa serta bukan merupakan pihak yang harus bertanggung jawab untuk PT Tinindo Inter Nusa.
"Dengan demikian dakwaan yang mengarah kepada terdakwa Fandy Lingga sebagai pihak yang melakukan perbuatan tersebut tidak dapat diterima karena telah terjadi kekeliruan identifikasi pihak," ujarnya.
Sebelumnya, penuntut umum dari Kejaksaan Agung mendakwa Fandy telah memerintahkan Rosalina membuat Surat Penawaran PT Tinindo Inter Nusa nomor: 093/TIN/VIII/2018 tanggal 03 Agustus 2018 perihal Penawaran kerjasama sewa alat processing timah kepada PT. Timah Tbk atas persetujuan Hendry Lie bersama smelter swasta lainnya, PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa dan PT Stanindo Inti Perkasa, yang diketahuinya para smelter swasta tersebut tidak memiliki Competent Person (CP). Format surat penawaran kerjasama tersebut sudah dibuatkan konsepnya oleh PT Timah.
Selain itu, Fandy dan Rosalina didakwa mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka/cangkang, yaitu CV Bukit Persada Raya dan CV Sekawan Makmur Sejati sebagai mitra jasa borongan yang akan diberikan SPK pengangkutan oleh PT Timah untuk membeli dan/atau mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah yang selanjutnya dijual kepada PT Timah sebagai tindak lanjut pelaksanaan kerja sama sewa peralatan procesing penglogaman antara PT Timah dengan PT Tinindo Inter Nusa.
Fandy bersama dengan Rosalina dan Hendry Lie melalui perusahaan affiliasi dari PT Tinindo Inter Nusa menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah. Bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambang illegal di wilayah IUP PT Timah.
Penuntut umum menyebut Fandy, Rosalina, dan Hendry melalui PT Tinindo Inter Nusa menerima pembayaran atas kerjasama sewa peralatan processing penglogaman timah dari PT Timah. Pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga.
Selanjutnya, Fandy, mewakili PT Tinindo Internusa, menyetujui tindakan Harvey Moeis bersama smelter swasta, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa dan PT Stanindo Inti Perkasa dengan PT Timah melakukan negosiasi dengan PT Timah soal sewa menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului study kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam.
Fandy dan Rosalina juga disebut mewakili PT Tinindo Inter Nusa menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750 per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Coorporate Social Responsibility (CSR) dari smelter swasta, yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.
Pilihan Editor: Tukar Kepala Rekrutmen Pekerja Judi Online Kamboja