Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Riza Chalid kembali disebut-sebut dalam kasus rasuah di sektor minyak. Riza menjadi sorotan setelah anaknya, Muhammad Kerry Adrianto Riza, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buntut dari kasus yang menimpa anaknya, rumah dan kantor Riza pun digeledah oleh Kejaksaan Agung pada Selasa, 25 Februari 2025. Dari penggeledahan itu, diamankan sejumlah dokumen dan uang tunai sebesar Rp 833 juta dan uang tunai dalam bentuk mata uang asing sebesar US$ 1.500.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perihal kemungkinan keterlibatan Riza dalam kasus ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar membuka peluang penyidik memeriksa Riza Chalid. "Saya kira terbuka saja kemungkinan untuk itu, melihat dari nanti fakta-fakta dalam bukti yang sudah dikumpulkan," kata Harli Siregar kepada awak media di Kompleks Kejaksaan Agung, Rabu, 26 Februari 2025.
Riza bukan pertama kalinya terseret skandal soal minyak di tanah air. Pengusaha yang mendapat julukan ‘The Gasoline Godfather’ ini pernah beberapa kali disebut-sebut dalam kasus serupa. Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Kasus Minyak Zatapi
Berdasarkan laporan Tempo edisi 30 November 2015 berjudul “Bisnis Bekas Broker Kapal,” nama Riza mulai menjadi sorotan setelah tersandung dalam kasus impor minyak Zatapi pada 2008. Laporan itu menyebutkan, pada 2008 Pertamina Energy Trading Limited (Petral) membeli minyak campuran yang diberi nama Zatapi melalui Global Resources Energy dan Gold Manor. Dua perusahaan ini terafiliasi dengan Riza Chalid.
Investigasi Tempo pada 2008 mengungkapkan Riza bersama Schiller Marganda Napitupulu dan Irawan Prakoso terlibat dalam kongkalikong impor 600 ribu barel minyak mentah Zatapi. Satu transaksi pembelian minyak mentah itu menyebabkan Pertamina tekor Rp 65 miliar.
Dalam laporan Tempo edisi 24 Maret 2008 berjudul “Zatapi dengan Sejumlah Tapi,” disebutkan bahwa kecurigaan adanya ketidakberesan dalam impor minyak Zatapi menyeruak di kalangan peserta tender ketika Pertamina ”menyembunyikan” harga penawaran Gold Manor dan formula Zatapi.
Berkembanglah dugaan bahwa Zatapi merupakan campuran Dar Blend dari Sudan dan kondensat Terengganu dari Malaysia. Direktur Utama Pertamina saat itu, Ari H. Soemarno tak mempermasalahkan hal tersebut karena harganya yang murah. ”Diskonnya US$ 2,28 per barel,” ujar Ari kepada Tempo.
Tetapi jika kalkulasi didasari harga pasar Dar Blend dan Terengganu pada saat itu, harga pembelian yang disebut Ari tak bisa dibilang murah. Hitung-hitungan beberapa trader minyak malah menyebutkan harga itu masih terlalu mahal US$ 11,72 per barel. Ini angka setelah dipotong ongkos angkut dan keuntungan trader.
Jika itu benar adanya, dengan volume 600 ribu barrel, Pertamina tekor Rp 65,5 miliar. Meski begitu, polemik kasus impor minyak Zatapi tersebut pada akhirnya dihentikan oleh Bareskrim Polri karena dinilai tidak merugikan negara.
Polemik Audit Petral
Riza Chalid juga menjadi sosok kunci dalam hasil audit forensik Petral, anak usaha Pertamina pada 2015. Dalam laporan Tempo berjudul “Akun Bersama Mafia Minyak,” audit forensik KordaMentha mengungkapkan modus permainan kotor impor minyak dan gas di sekitar Petral pada 2012-2014.
Salah satu temuan audit forensik itu menyebutkan kebocoran informasi pengadaan minyak mentah dan BBM merembes ke luar perusahaan lewat [email protected]. Melalui grup e-mail inilah semua data rahasia Pertamina Energy Services, termasuk harga perkiraan sendiri (HPS), dibocorkan ke pihak luar. Akibatnya, Pertamina tidak mendapatkan harga yang kompetitif.
Pihak luar yang menerima bocoran data itu adalah Global Energy Resources Pte Ltd dan Veritaoil Pte Ltd. Menurut Sudirman Said yang saat itu menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Global merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan Muhammad Riza Chalid, importir kakap minyak dan gas.
Dalam prakteknya, Global dikendalikan orang-orang yang juga mengendalikan GT Energy Limited, Veritaoil Pte Ltd, dan Gold Manor International Limited. Salah satu direktur Gold Manor adalah Schiller Marganda Napitupulu, pengusaha yang juga terseret kasus minyak Zatapi bersama Riza.
Skandal Papa Minta Saham
Nama Riza Chalid juga sempat terseret dalam skandal “Papa Minta Saham” bersama eks Ketua DPR RI Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoedin. Skandal Papa Minta Saham mencuat setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kala itu, Sudirman Said melaporkan Setya Novanto alias Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Setnov disebut meminta jatah 11 persen saham Freeport dengan mencatut nama mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Melansir Koran Tempo edisi Senin, 28 Desember 2015, Sudirman Said mengadukan Setnov karena mencatut nama Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam lobi saham PTFI. Lobi yang dimaksud adalah pertemuan Setnov dengan Maroef Sjamsoedin dan Riza Chalid di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 Juni 2015.
Dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan Setnov dengan Riza, yang intinya mereka dapat membantu memperpanjang kontrak Freeport. Ada juga permintaan saham ke Freeport untuk proyek pembangkit listrik di Papua. Kejaksaan Agung kemudian mengangkat skandal Papa Minta Saham sebagai bentuk permufakatan jahat untuk menjatuhkan sanksi kepada Setnov. Namun, upaya tersebut akhirnya disetop.
Pada 2018, kasus Papa Minta Saham kembali menuai sorotan setelah Riza Chalid tampak hadir dalam acara kuliah umum Jokowi di Akademi Bela Negara Partai NasDem. Pasalnya, pada awal Januari 2016, Kejaksaan Agung mengaku kesulitan menghadirkan Riza untuk dimintai keterangan. Namun pada akhirnya Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan skandal Papa Minta Saham yang diduga melibatkan Riza sudah tidak diteruskan. Oleh karena itu, pihaknya tidak lagi memburu taipan minyak tersebut.
Baca juga: “Akun Bersama Mafia Minyak.”