Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan uji materiil soal batas usia capres-cawapres pada Senin, 16 Oktober 2023 mendatang. Menurut Pengamat Politik Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, Mahkamah Konstitusi berpotensi menyuburkan dinasti politik dalam pemerintahan apabila mengabulkan gugatan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kalau MK ingin menyuburkan dinasti politik, ya lanjutkan (kabulkan) saja putusan itu,” kata Pangi saat ditemui di Nusantara III DPR RI, Jakarta Pusat pada Selasa, 10 Oktober 2023.
Pasalnya, menurut Pangi, putusan tersebut bila dikabulkan akan memuluskan jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming, putra Presiden Joko Widodo, untuk maju sebagai cawapres pada Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut aturan saat ini, Gibran yang berusia 36 tahun belum dapat dicalonkan sebagai cawapres karena terdapat aturan batas minimal usia 40 tahun di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Aturan tersebut lantas digugat di MK agar syarat umur menjadi minimal 35 tahun atau tetap 40 tahun dengan penambahan kalimat “yang telah berpengalaman sebagai kepala daerah”.
Pangi mengatakan dirinya tidak mempermasalahkan pencalonan Gibran. Menurutnya, hal tersebut merupakan hak politik masing-masing orang. Namun, kata Pangi, yang menjadi masalah adalah pencalonan anak seorang pejabat negara ketika orang tuanya masih memiliki kekuasaan.
“Problemnya ketika orang yang sedang berkuasa, presiden anaknya mencalonkan, adalah bagaimana memastikan bahwa penyelenggaraan Pemilu kita tidak terpeleset menjadi tidak fair,” ujar Pangi.
Menurutnya, pencalonan anggota keluarga seseorang yang sedang berkuasa akan sedikit banyak mempengaruhi penyelenggaraan Pemilu tersebut.
Maka dari itu, Pangi mengatakan Mahkamah Konstitusi harus menimbang baik-baik pengambilan keputusan yang berpotensi melancarkan karir politik putra seorang presiden. Salah satu pertimbangannya, ujar Pangi, adalah kehendak rakyat.
Menurutnya, kebanyakan warga Indonesia tidak setuju dengan keberadaan dinasti politik. Pangi mengatakan dirinya mengetahui hal tersebut dari jajak pendapat yang dilakukan lembaga riset politiknya, Voxpol. “
Kalau MK-nya memahami tentang bagaimana kehendak rakyat, justru MK menyiapkan pasal untuk membuat dinasti politik itu mati, bukan memberikan kesempatan,” kata Pangi.
SULTAN ABDURRAHMAN