Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Status quo di cisarua

Mahkamah agung memerintahkan agar pemda bogor menghentikan pembongkaran vila-vila di cisarua. karena masih dalam proses peradilan. pemda bogor sudah membuldoser 23 vila. menunggu instruksi mendagri.

2 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMILIK vila-vila di Desa Tugu Utara, Cisarua, Jawa Barat, untuk sementara, boleh tidur nyenyak. Sampai pekan lalu, Pemda Bogor, yang sudah membuldoser 23 vila di situ, tak diperkenankan lagi mengusik setidaknya 25 vila lainnya. Pasalnya, belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan agar pemda men-status quo-kan aksi pembongkaran vila-vila itu. Dengan begitu, kegiatan pemda membongkar berbagai bangunan mewah di areal hak guna usaha (HGU) seluas 822 ha milik PT Sumber Sari Bumi Pakuan (SSBP) itu terpaksa terhenti. Tentu saja, perintah ini merupakan "pukulan telak" buat pemda. Sebab, sudah empat bulan pemda menanti-nanti dan optimistis bisa segera menggusur ke-25 vila tadi. Sampai akhir Januari lalu, tim Wibawa Praja pemda, yang diketuai Kepala Itwilkab Bogor Tamjuri, memang baru bisa membongkar 23 vila saja. Penindakan itu berlangsung setelah Bupati Bogor Edi Yoso Martadipura mencabut semua Surat Pemutihan Izin Bangunan (SIPB) vila-vila tersebut pada Juli 1989. Alasan bupati, bangunan-bangunan itu berada di lokasi yang seharusnya untuk perkebunan teh. Sebagai dasar hukumnya, bupati menyodorkan Keppres No. 48/83 (tentang penertiban jalur Bogor-Puncak-Cianjur) dan Keppres No. 79/85 (tentang Rencana Tata Ruang). Kedua Keppres ini dijabarkan lebih lanjut dalam Perda No. 3/1988. Tapi, oleh sekitar 18 orang pemilik vila, gebrakan itu disambut dengan empat gugatan perdata. Mereka menggugat Bupati Bogor, PT SSBP, dan Nyonya Yanti (bekas Direktris Utama PT SSBP). Para penggugat mendalilkan bahwa mereka telah membeli tanah itu sesuai dengan prosedur hukum. Bahkan sebagian dari mereka sudah mengantungi SIPB dan rajin membayar PBB. Pada akhir Januari lalu, Pengadilan Negeri Bogor mengeluarkan putusan sela -- untuk gugatan yang diajukan tiga pemilik vila melalui Pengacara A. Teras Narang -- yang memerintahkan status quo dan melarang pemda membongkar ketiga vila penggugat. Akibat putusan itu, pemda mengubat taktik. Empat orang pemilik vila lainnya yang kebetulan tak memiliki IMB, diseret ke sidang pidana dengan tuduhan melanggar perda. Padahal, keempat orang ini juga sedang berstatus penggugat, melalui Pengacara Amir Syamsuddin. Jurus pemda itu berhasil. Pada 15 Maret 1990, pengadilan yang sama memvonis keempat orang itu dengan denda masing-masing Rp 25 ribu -- subsider tujuh hari kurungan. Dengan keputusan ini, kendati cuma sekadar denda, berarti jalan pemda untuk membongkar vila bisa semakin mulus. Pada 16 Maret lalu, Wakil Gubernur Jawa Barat mengirim surat -- memohon izin melanjutkan pembongkaran, kendati perkara masih berjalan -- ke Ketua Mahkamah Agung . Ternyata, pada 30 April 1990, MA memerintahkan sebaliknya. "Ini kan negara hukum. Bagaimanapun, pemda harus menaati putusan sela itu dan menghormati proses peradilan," kata Wakil Ketua MA Purwoto S. Gandasubrata. Lagi pula, sambung Purwoto, keabsahan status dan hak kepemilikan tanah itu, yang disengketakan antara PT SSBP dan para pemilik vila, sedang ditangani pengadilan perdata. Jadi, "Ya, tunggu sampai pengadilan memutuskan siapa yang lebih berhak," ujar Purwoto. Baik Pengacara Teras Narang maupun Atmajaya Salim, dari kantor Pengacara Amir Syamsuddin, menyambut gembira penegasan MA itu. "Dengan keputusan sela pengadilan negeri saja, mestinya pemda sudah taat," kata Teras. Ia sendiri mengaku kini resah untuk soal lain, yakni kabar bahwa PT SSBP telah menjaminkan tanah itu untuk memperoleh kredit Rp 7 milyar dari BBD. Pihak pemda, seperti dikatakan Wagub Jawa Barat Suryatna Soebrata dan Kepala Itwilkab Bogor Tamjuri, akan menaati perintah itu. Setidaknya, ya, untuk sementara. "Sampai keluarnya instruksi Menteri Dalam Negeri, boleh-tidaknya kegiatan pembongkaran dilanjutkan," kata Suryatna. Tapi, mungkinkah keputusan MA dipatahkan Mendagri? Happy S., Riza Sofyat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus