Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Stres di Pamekasan

Narapidana suratna, 35, di lp pamekasan, madura secara membabi buta membacok 4 napi: rahwani, fatah, rusam dan jaswi. rahwani tewas. akibat stres berat, karena mengalami derita yang berantai. (krim)

27 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJADIANNYA begitu cepat. Pada saat acara makan pagi, seorang narapidana di LP Pamekasan, Madura, tiba-tiba sudah menggenggam parang telanjang. Wajahnya begitu garang ketika ia melangkah mendekati Rahwani, narapidana (napi) juga, yang sedang menyuap nasi. Langsung, Rahwani dihujani bacokan hingga tewas. Tapi si pembawa parang, Suratna, 35, belum puas. Satu per satu, napi yang berada dekat dapur LP menjadi sasaran bacokan. Robohlah Fatah, Rusam, lalu Jaswi dengan luka parah. Kalau tak keburu mengelak, Niman, petugas LP, pasti pula roboh. Pagi itu, Senin pekan lampau, suasana di dalam LP seluas 2 hektar dengan sekitar 500 narapidana itu pun seperti diguncang gempa. Teriakan histeris dan ketakutan dalam LP tua yang sudah berumur tiga perempat abad itu mengundang perhatian Dulani, 50, petugas yang tengah berada di bengkel. Suratna ketika itu sedang menuju ke arahnya, dengan parang yang merah oleh darah. Dulani cepat mencabut pistol dan menembak kaki si napi. Karena masih beringas dan terus juga maju, dua peluru berikutnya akhirnya membungkam Suratna untuk selamanya. Mungkinkah Suratna terjangkit amok seperti halnya Putu Karya? Lelaki ini sejak menghuni LP Pamekasan, sebenarnya dikenal berperangai sangat baik. "Dia teramat sopan, tak suka membangkang, tak ada perangainya yang cacat," tutur Dulani. Napi malang itu divonis 8 tahun penjara karena kasus pembunuhan. Tiga tahun lampau, ia terlibat carok: membunuh lelaki yang meniduri istrinya. Setahun setelah ia menjadi napi, istrinya meminta cerai, dan wanita itu kemudian menjadi TKW ke Arab Saudi. Ketiga anak mereka dititipkan kepada ibu Suratna. Lalu, kabar buruk pun menyusul, ibundanya meninggal. Itu berarti, ketiga anaknya telantar. Sejak itu, ia sering kelihatan murung dan mengatakan ingin ketemu anak-anaknya. Tekanan batin yang bertumpuk dari hari ke hari tanpa rekreasi memang bukan mustahil bertimbun jadi stres berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus