Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sidang Etik 18 Polisi Tersangka Pemerasan di DWP, Apa Hukuman Terberat Pelanggaran Kode Etik dalam UU Polri?

Propam Polri menemukan barang bukti senilai Rp 2,5 miliar hasil pemerasan di DWP. Sanksi terberat kode etik adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

3 Januari 2025 | 20.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dipecat Akibat Pemerasan Penonton DWP 2024, Dirnarkoba Polda Metro Jaya Banding

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bulan lalu, belasan anggota Polri diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah penonton warga negara Malaysia dalam festival Djakarta Warehouse Project disingkat DWP 2024. Acara musik elektronik atau EDM terbesar di Asia Tenggara ini berjalan 13 hingga 15 Desember 2024 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Propam Polri menemukan barang bukti senilai Rp 2,5 miliar hasil pemerasan di antara festival DWP tersebut. Akibatnya, 18 orang terduga pelaku harus menghadapi Sidang Kode Etik akibat terlibat dalam tindakan yang tidak sesuai yang berlangsung hari ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari UU Polisi Republik Indonesia, sidang kode etik Polri adalah sidang yang digelar dalam upaya menegakkan kode etik profesi Polri terhadap pelanggaran yang dilakukan pejabat Polri. Sidang ini berfungsi sebagai upaya menjaga profesionalisme dan integritas dalam tubuh kepolisian.

Lantas apa hukuman terberat bagi Polri yang terbukti telah melanggar kode etik?

Sanksi bagi polisi yang melanggar kode etik

Dinukil dari Undang-undang Polri, sanksi terberat dalam pelanggaran kode etik adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau PTDH. Rekomendasi PTDH dapat diberikan jika anggota Polri terbukti melanggar serius, seperti:

  • Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri.
  • Diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Polri.
  • Melakukan usaha atau perbuatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang menentang Negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia.
  • Melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan dan/atau KEPP
  • Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut.
  • Melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas kepolisian, antara lain berupa:

1. Kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap sesama anggota Polri, penggunaan kekuasaan di luar batas, sewenang-wenang, atau secara salah, sehingga dinas atau perseorangan menderita kerugian.
2. Perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang dilakukan di dalam atau di luar dinas.
3. Kelakuan atau perkataan dimuka khalayak ramai atau berupa tulisan yang melanggar disiplin

  • Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik yang diketahui kemudian telah menduduki jabatan atau menjadi anggota partai politik dan setelah diperingatkan/ditegur masih tetap mempertahankan statusnya itu.
  • Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri.

Sedangkan, Pasal 22 mengatur tentang pelanggar yang mendapatkan surat rekomendasi PTDH melalui Sidang Komisi Kode Etik Polri, yaitu pelanggaran berupa:

  • Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan b
  • Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i.
  • Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Jenis Sidang dan Sanksi

Dalam proses penegakan kode etik, terdapat dua jenis sidang yang dapat dilalui oleh anggota Polri yang melanggar yakni sidang disiplin dan sidang kode etik. Sidang disiplin ditujukan untuk menangani pelanggaran disiplin ringan hingga sedang. Sanksi yang dapat dikenakan meliputi:

  • Teguran tertulis.
  • Penundaan kenaikan pangkat atau gaji berkala.
  • Mutasi bersifat demosi.
  • Penempatan dalam tempat khusus selama maksimal 21 hari.

Sementara itu, sidang kode etik dirancang untuk menangani pelanggaran berat yang mencoreng institusi. Sanksi yang diberikan lebih serius, seperti:

  • Deklarasi perbuatan tercela.
  • Pemindahan tugas dengan sifat demosi minimal satu tahun.
  • Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
    Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH)

Tindakan menyimpang anggota Polri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, serta Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI. Pelanggaran terhadap disiplin atau kode etik ini mencakup berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang, seperti perilaku tidak profesional, tindakan sewenang-wenang, atau melanggar sumpah jabatan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus