Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENYIDIK Unit 3 Satuan Reserse Mobil Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya akhirnya mengizinkan Linda Susanti pulang pada Jumat dinihari, 1 Maret 2024, sekitar pukul 00.30 WIB. Dalam pemeriksaan selama tujuh jam itu, ia menjawab puluhan pertanyaan. Penyidik memanggil Linda untuk menindaklanjuti laporan seorang pegawai Mahkamah Agung bernama Ahmad Sulaiman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sulaiman melaporkan Linda alias Jameela alias Oca ke Polda Metro Jaya pada 28 Desember 2023. Linda dituduh menggelapkan uang asing dan emas batangan yang rencananya diserahkan kepada petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi. Nilainya mencapai hampir Rp 30 miliar. Dalam laporannya, Sulaiman mengklaim Linda meminta uang dan emas tersebut untuk membantu menyetop penanganan perkara mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan, yang sedang bergulir di KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Linda—kepada Tempo ia meminta namanya disebut OJ—adalah direktur salah satu perusahaan media massa yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan. Saat diperiksa, ia mengenakan kerudung dan sepatu sandal berkelir hitam. Ia mengaku tak sempat makan malam meski dibolehkan beristirahat di sela pemeriksaan.
Hingga wawancara selesai, ia tetap membantah tudingan sebagai perantara besel untuk pimpinan KPK. “Justru pelapor kasus itu punya masalah utang dengan saya,” ujar Linda kepada Tempo pada Jumat sore, 1 Maret 2024, atau belasan jam setelah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi tak membantah adanya laporan Sulaiman. Namun ia enggan menjelaskan perkembangan hasil penyelidikan. “Silakan tanya Dirkrimum (Direktur Reserse Kriminal Umum),” tuturnya. Tempo juga berupaya meminta konfirmasi mengenai pelaporan dan pemeriksaan Linda kepada Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wira Satya Triputra, tapi tak ditanggapi hingga Sabtu, 2 Maret 2024.
Dari informasi yang dikumpulkan, Ahmad Sulaiman adalah staf pranata Kamar Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung. Dalam dokumen yang dibaca Tempo, pria 59 tahun itu mengaku bertemu dengan Linda pada 6 Mei 2023. Ketika itu Hasbi masih berstatus saksi suap perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang menyeret sejumlah hakim agung, seperti Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, yang kasusnya ditangani KPK.
Sudrajad sudah dinyatakan bersalah dan divonis tujuh tahun penjara. Sementara itu, Gazalba diputus bebas di tingkat kasasi. Pengembangan kasus itu belakangan menyeret Hasbi Hasan dan seorang pengusaha bernama Dadan Tri Yudianto. Dadan dituduh menjadi perantara suap dengan menerima Rp 11,2 miliar dari pihak koperasi Intidana. KPK menuding Hasbi menerima Rp 3 miliar dari Dadan. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 10 Mei 2023. Hasbi ditahan dua bulan kemudian. Sementara itu, Dadan ditahan lebih dulu pada 6 Juni 2023.
Linda mengaku bertemu dengan Sulaiman pada 6 Mei 2023. Ia menyebutkan pertemuan itu dilakukan atas inisiatif Sulaiman. Awalnya mereka bertemu di kafe milik Linda di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Karena ramai pengunjung, Sulaiman meminta Linda mencari tempat yang lebih sepi. “Saya ajak dia ke apartemen saya. Di situ dia meminta saya membantu pengurusan kasus Hasbi,” kata Linda.
Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan Linda bukan hanya satu kali bertemu dengan Sulaiman. Pria yang akrab disapa Leman itu berulang kali menemui Linda sambil menyerahkan uang sebesar S$ 1,9 juta, US$ 200 ribu, dan emas batangan seberat 5 kilogram secara bertahap. Salah satu lokasi pemberian suap adalah area dekat musala apartemen. Besel juga diduga diserahkan langsung oleh adik kandung Hasbi yang berinisial H.
Linda membantah tuduhan itu. Tapi ia mengaku sudah lama menantikan pertemuan tersebut. Sebab, keduanya pernah bekerja sama saat “mengurus” permohonan kasasi mantan Direktur Utama PT Asabri berinisial ARD yang terlibat perkara korupsi. Linda membantu ARD lantaran sudah menganggap pria itu sebagai ayah angkat. “Saya sudah lama diasuh beliau,” ucapnya.
Pada Mei 2022, sidang banding ARD di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya menyunat hukuman ARD dari 20 tahun menjadi 15 tahun penjara plus denda Rp 750 juta. Linda menemui Sulaiman yang mengklaim bisa membantu pengurusan kasasi ARD di Mahkamah Agung. Kala itu Sulaiman meminta “uang lembur” sebesar Rp 3 miliar kepada Linda. Belakangan, Linda merasa tertipu karena vonis dalam sidang kasasi untuk ARD justru 16 tahun penjara. Ia mencoba meminta kembali uang tersebut kepada Sulaiman. “Tapi sejak itu dia menghilang,” katanya.
Tempo berupaya meminta konfirmasi Ahmad Sulaiman soal pengakuan Linda dan laporannya ke Polda Metro Jaya lewat surat yang dikirim ke Mahkamah Agung. Surat itu tak kunjung berbalas. Ia pun tak merespons panggilan telepon dan pesan WhatsApp yang dikirim.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Sobandi tak bersedia menanggapi laporan Sulaiman ke polisi. Ia hanya berjanji menyampaikan surat permohonan wawancara Tempo kepada Sulaiman. “Boleh menitip surat. Tapi saya belum ketemu lagi dengan Sulaiman,” ucap Sobandi.
Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, Sulaiman beralamat di sebuah kompleks perumahan MA di Jalan Cipinang Raya, Jakarta Timur. Tapi, ketika ditelusuri, tak ada yang mengetahui lokasi kompleks tersebut. Petugas kantor Kecamatan Cipinang Muara bahkan mengatakan tak ada nama Jalan Cipinang Raya di sana. “Kalau Jalan Cipinang Jaya Raya dan Jalan Cipinang Muara Raya ada.”
Firli Bahuri, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 14 November 2023. Tempo/Imam Sukamto
Saat bertemu dengan Sulaiman di apartemen Linda pada 6 Mei 2023, Linda mengaku sanggup membantu Hasbi Hasan. Tapi syaratnya ada dua. Pertama, Linda meminta Sulaiman mengembalikan uang Rp 3 miliar yang pernah diserahkan untuk “mengurus” kasasi ARD. Kedua, Sulaiman balik membantu Linda dengan mengurus perkara ARD yang sedang mengajukan permohonan peninjauan kembali ke MA.
Dalam pertemuan tersebut, Linda juga mengklaim mengenal baik Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, kepada Sulaiman. “Saya ini kan beberapa kali dilibatkan jadi host acara pemberantasan korupsi,” katanya.
Hingga Sabtu, 2 Maret 2024, Firli tak menjawab permintaan wawancara mengenai kedekatannya dengan Linda. Pengacara Firli, Ian Iskandar, mengatakan kliennya tak mungkin membantu mencegah seseorang menjadi tersangka di KPK. Apalagi perkara besar seperti koperasi Intidana yang mustahil dihentikan. “Saya pastikan cerita itu hoaks. Meminjam istilah pelawak Srimulat, Asmuni, itu hil yang mustahal,” ujarnya berseloroh.
Keanehan mulai muncul sembilan hari setelah Linda bertemu dengan Sulaiman. Linda mendatangi Gedung Merah Putih KPK di Kuningan, Jakarta Selatan, pada 15 Mei 2023. Tapi ia tak menemui Firli, apalagi untuk “mengurus” kasus Hasbi. Ia malah melaporkan rencana pemberian suap sebesar US$ 2 juta ke KPK. Suap itu bertujuan mencegah penyidik menetapkan Hasbi Hasan sebagai tersangka.
Hasbi Hasan (kiri) dan Dadan Tri Yudianto, mengikuti sidang lanjutan mendengarkan keterangan saksi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 19 Desember 2023. Tempo/Imam Sukamto
Dari mana Linda memperoleh informasi itu? Ia mengklaim mendengar cerita itu dari percakapan empat orang di dekat minimarket di sebelah Gedung Merah Putih pada 9 Desember 2022. Saat itu kasus suap perkara koperasi Intidana memang sudah mengemuka. KPK sudah memeriksa sejumlah hakim agung. “Kebetulan waktu itu saya merekam percakapannya,” tutur Linda. Tak ada nama Sulaiman dalam cerita ini.
Linda diperiksa Dewan Pengawas KPK setelah melapor. Belakangan, Dewan Pengawas tak menindaklanjuti laporan itu ke sidang pemeriksaan lantaran tak cukup bukti. Hingga kini Linda meyakini rekaman itu menggambarkan dugaan ketidakberesan dalam penanganan perkara terhadap Hasbi. “Makanya saya siap membantu dia supaya timbal baliknya adalah pengurusan peninjauan kembali kasus ayah angkat saya,” katanya.
Upaya Sulaiman juga kandas. Perkara Hasbi Hasan malah sudah berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tempo menemui Hasbi di sela-sela persidangannya pada Selasa, 27 Februari 2024. Ia mengaku tak mengenal Linda. Ia juga membantah tudingan adik kandungnya mencoba menyuap sejumlah pihak. Ia oun menyatakan tak mengetahui laporan Sulaiman ke kepolisian. “Saya tidak tahu itu. Benar-benar saya tidak tahu,” ujarnya.
Terdakwa kasus suap koperasi Intidana lain, Dadan Tri Yudianto, juga mengungkapkan pernah dimintai uang sebanyak US$ 6 juta oleh seseorang yang mengaku utusan petinggi KPK. Pengakuan itu muncul dalam pleidoi Dadan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 20 Februari 2024. Permintaan uang itu datang saat Dadan masih berstatus saksi di KPK. “Orang tersebut meminta uang agar kasus saya tak naik ke tahap penyidikan,” ucapnya. Ia tak memenuhi permintaan itu hingga akhirnya diterungku pada 6 Juni 2023.
Ditemui saat menjadi saksi persidangan Hasbi Hasan pada 27 Februari 2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Dadan enggan menjelaskan detail pemerasan itu. “Nanti saja, karena sidang saya belum selesai,” katanya. Sementara itu, seseorang yang mengetahui kasus ini mengatakan orang yang meminta uang tersebut diduga adalah adik salah seorang petinggi KPK, bukan komisioner.
Anggota Dewan Pengawas KPK, Haryono, mengatakan timnya tak menindaklanjuti tuduhan itu lantaran belum menerima laporan Dadan. Ia menyarankan Dadan membuktikan dan melaporkan tuduhan itu. “Kami akan menindaklanjuti setiap laporan pelanggaran etik,” tuturnya.
Willy Lesmana Putra, pengacara Dadan, mengatakan kliennya siap membongkar skandal tersebut. Namun keputusan itu harus ditunda. Ia tak ingin laporan itu mentah dan hanya berujung pada permintaan maaf, seperti hukuman yang dijatuhkan kepada puluhan pegawai rumah tahanan KPK yang terseret kasus pungutan liar. “Kalau sanksi hukumannya berujung seperti itu, percuma,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
M. Khory Alfarizi dan Fajar Pebrianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Uang Lembur Hil yang Mustahal".