Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENDENGAR informasi bahwa Geng Tai atau GT akan membuka seleksi anggota baru, AS, 17 tahun, beranjak menuju kedai belakang kompleks BSS, salah satu sekolah menengah atas swasta di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pada Jumat siang, 2 Februari 2024. AS datang bersama dua temannya ke kedai bernama Warung Ibu Gaul itu. Di sana, ada 30-40 murid dan seniornya yang tengah kongko bareng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AS terdaftar sebagai murid kelas X di SMA BSS. Menjadi anggota GT tak mudah. Geng itu hanya berisi laki-laki yang dianggap populer di sekolah. Mereka yang menjadi anggota GT rata-rata berperawakan menarik dan tak culun. “Dari pemeriksaan polisi juga terungkap anggota baru tak boleh cupu,” kata W, ibu AS, kepada Tempo pada Jumat, 1 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Geng Tai merupakan bagian kelompok elite dari komunitas murid di Warung Ibu Gaul atau biasa disebut WIG. Untuk menjadi anggota WIG, para murid harus menjalani tahap seleksi yang mereka sebut “tataran” atau semacam acara inisiasi. Murid BSS laki-laki dan [erempuan boleh bergabung dengan komunitas di WIG. Tapi hanya murid laki-laki dan orang pilihan yang boleh masuk GT. Mereka juga harus melalui “tataran” berbeda. “Setiap calon anggota baru harus diundang ikut ‘tataran’,” ujar A, kakak AS.
Jika lolos “tataran”, AS akan menjadi anggota Geng Tai angkatan kesembilan atau GT 9. A mengatakan “tataran” menjadi tradisi GT sejak terbentuk pada 2015. Biasanya seleksi itu berupa perintah dari para seniornya untuk berjoget, menyanyi, melakukan push-up, atau melorotkan celana. Tak ada perundungan fisik.
Hanya murid kelas XII yang boleh “menatar” calon anggota baru GT. Pola yang mirip juga berlaku bagi calon anggota dengan komunitas di WIG. Bedanya, WIG juga berisi murid perempuan. Sementara itu, untuk bergabung dengan WIG, murid perempuan bebas dari ujian fisik. “Siswa kelas X dan XI menonton saja,” ucap A.
Pada Jumat, 2 Februari 2024, sekitar pukul 15.00, itu, AS tengah bersiap mengikuti “tataran” GT bersama dua teman seangkatannya. Mereka diminta senior untuk berbaris, merayu murid perempuan, dan mengejek senior lain yang berada di Warung Ibu Gaul. Belakangan, olok-olokan AS justru memancing emosi murid kelas XII di warung.
Dua belas murid kelas XII, yang di antaranya berinisial K, G, M, T, Z, L, E, R, T, J, dan G, diduga bergantian memukul, menjambak rambut, menendang kaki, memiting, dan mendorong korban hingga terjatuh. Mereka tergabung dalam GT angkatan 7 atau GT 7. Ada juga yang mencubit dada korban sebanyak 20 kali serta menyuruh korban melakukan push-up dan squat jump. Saat AS melakukan push-up, seorang murid bertubuh gempal diminta duduk di badan korban.
Para perundung lalu mengikat tubuh AS ke tembok kemudian diludahi, lehernya dicekik, dan punggungnya dipukul dengan kayu. Ada pula murid yang melempar puntung rokok yang masih menyala ke tubuh AS. Perundungan itu berlangsung tiga jam hingga pukul 18.00. Selepas dirundung, salah seorang senior melontarkan ancaman. “Kalau lo cepu, gue bunuh lo,” ujar seseorang yang mengetahui kronologi perundungan itu, menirukan ucapan murid senior tersebut kepada AS.
Dari pantauan Tempo pada Jumat, 1 Maret 2024, markas GT berupa sebuah warung di teras rumah dengan ukuran kira-kira 3,3 x 4,5 meter. Warung itu kini sepi. Hanya ada jemuran baju di teras rumah tersebut. Tak terlihat lagi murid BSS yang biasa mangkal di sana.
Baca Juga:
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Tangerang Selatan Tri Purwanto menyebutkan AS tidak mengetahui “tataran” di GT dan WIG berupa kekerasan fisik. Sementara itu, dua calon anggota lain yang bersama AS ikut “tataran” tak dianiaya secara berlebihan. “Korban AS diperlakukan berbeda,” tutur Tri.
Tiga hari setelah penganiayaan, tepatnya pada 5 Februari 2024, dua murid SMA BSS meminta guru bimbingan konseling melihat kondisi AS. Sang guru langsung mengobati luka korban. AS meminta guru bimbingan konseling itu tak melaporkan kondisinya kepada orang tuanya. Namun sang guru tetap mendorong AS melapor ke sekolah agar kasusnya segera diproses.
AS mengalami dilema karena tak ingin dilabeli pengadu oleh seniornya. Ia akhirnya menceritakan “tataran” itu kepada A, kakaknya, pada Senin malam, 12 Februari 2024. Tapi AS tak menceritakan detail penganiayaan. A baru mengetahui cerita lengkapnya setelah menerima informasi dari temannya yang juga alumnus GT angkatan 6. A juga pernah bersekolah di taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama di BSS.
Rupanya, tindak tanduk kakak AS, A, bocor ke kelompok GT 7. Mereka diduga kembali mengeroyok AS pada Selasa, 13 Februari 2024. Tangan kirinya disundut dengan kepala korek api yang sudah dipanaskan. Pada hari itu, ia bahkan akan diancam dianiaya lagi pada Kamis, 15 Februari 2024.
Pada Selasa malam, A mendapati AS di dalam kamar tengah duduk terdiam sembari memegang tangan kirinya yang berbalut tisu. Di balik tisu itu terdapat luka bakar. AS memohon A agar tak mengadu kepada siapa pun. “Adik aku nangis di situ,” ujarnya.
A ikut menangis. Ia juga memberi tahu ayahnya soal kondisi AS. Keluarga membawa AS ke salah satu rumah sakit swasta di Serpong pada malam itu. Pada Rabu dinihari, 14 Februari 2024, keluarga AS membuat laporan ke Kepolisian Resor Tangerang Selatan. AS lalu dipindahkan ke rumah sakit lain untuk menjalani visum. “Para pelaku menganiaya korban diduga karena menceritakan penganiayaan yang dialami kepada saudara korban,” ucap Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Alvino Cahyadi.
Hingga kini luka penganiayaan itu masih membekas di tubuh AS. Polisi sudah menetapkan empat orang dewasa, E (18 tahun 3 bulan), R (18 tahun 3 bulan), J (18 tahun 11 bulan), dan G (19 tahun), sebagai tersangka pada Jumat, 1 Maret 2024. Ada pula delapan siswa di bawah umur yang diduga terlibat pengeroyokan AS dan ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Satu dari delapan anak SMA BSS ini dijerat dengan pasal kekerasan dan kesusilaan.
Baca Juga:
Dari penelusuran Tempo, 11 dari 12 terduga pelaku masih terdaftar sebagai murid kelas XII SMA BSS. Pihak sekolah sudah mengeluarkan R sebelum mencuatnya kasus perundungan yang dialami AS. Semua pelaku tergabung dalam Geng Tai.
Pihak Hubungan Masyarakat BSS, Haris Suhendra, mengatakan semua siswa yang terbukti melakukan perundungan akan dikeluarkan dari sekolah. Sementara itu, puluhan siswa yang menyaksikan perundungan tersebut diberi sanksi disiplin keras. “Kami mengecam segala bentuk kekerasan yang terjadi, baik di dalam maupun luar sekolah,” kata Haris dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 21 Februari 2024.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Diyah Puspitarini, mengingatkan pemberantasan kasus perundungan anak adalah tanggung jawab semua pihak. “Setiap kasus anak tidak bisa diselesaikan oleh satu institusi saja,” tuturnya pada Rabu, 28 Februari 2024.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Muhammad Iqbal dari Tangerang Selatan berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Geng Elite Perundung Adik Kelas"