Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKSA penuntut umum terus mencecar Dadan Tri Yudianto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Selasa pagi, 27 Februari 2024. Saat itu Dadan menjadi saksi kunci kasus suap terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Hasbi Hasan. Pertanyaan jaksa makin tajam saat membahas pemberian dua tas merek Hermes tipe Lindy berwarna biru dan merah serta satu tas merek Dior merah muda dari Dadan kepada Hasbi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut ketiga tas tersebut merupakan suap dari Dadan untuk Hasbi. Nilainya mencapai Rp 250 juta. Dadan membeli tas itu pada pertengahan 2022 ditemani istrinya, Riris Riska Diana, di Singapura. Kepada Riris, Dadan mengklaim ketiga tas mewah tersebut akan diserahkan kepada Hasbi. Yang membuat jaksa penasaran, dalam persidangan itu Dadan malah mengaku tas tersebut dibeli untuk teman wanitanya. “Alasan itu dulu dibuat supaya istri saya tidak marah,” kata Dadan dalam persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keterangan Dadan itu juga tak sejalan dengan pengakuannya kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia mengaku tas itu diserahkan kepada Hasbi. Pada pertengahan 2022 itu, Dadan diduga sedang menjadi makelar berbagai perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang tengah diproses di MA. KPK menuduh Dadan bekerja sama dengan Hasbi serta hakim agung untuk memenangkan KSP Intidana.
KPK menetapkan Dadan dan Hasbi menjadi tersangka suap pengurusan kasasi koperasi Intidana pada Mei 2023. Dadan disebut menerima Rp 11,2 miliar. Sebanyak Rp 3 miliar mengalir ke Hasbi dalam berbagai bentuk barang. Saat ini kasus Dadan dan Hasbi masih berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Terdakwa Dadan Tri Yudianto memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang terdakwa mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 27 Februari 2024. Tempo/Imam Sukamto
Sejak awal, peran Hasbi Hasan terungkap dalam berkas terdakwa Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno. Keduanya merupakan pengacara debitor koperasi Intidana, Heryanto Tanaka. KPK lebih dulu menetapkan Yosep, Eko, dan Heryanto sebagai tersangka. Mereka dituduh menyuap hakim agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh yang tengah menangani sidang kasasi koperasi Intidana. Yosep, Eko, dan Heryanto serta Sudrajad sudah diputus bersalah. Meski sudah bebas lewat kasasi, Gazalba kembali menjadi tersangka dan ditahan di KPK pada November 2023.
Sudrajad dinilai terbukti menerima suap sebesar S$ 80 ribu yang diterima melalui staf MA. Sementara itu, Gazalba mulanya dituduh menerima besel sebesar S$ 110 ribu. Gazalba adalah hakim kasasi putusan bebas Budiman Gandi Suparman, pengurus koperasi Intidana yang menjadi lawan Heryanto Tanaka. Budiman terjerat kasus pemalsuan akta autentik. Heryanto berupaya memenangi semua perkara untuk menguasai aset koperasi Intidana karena pengusaha asal Surabaya itu pernah merugi Rp 34 miliar.
Baca Juga:
Dalam surat dakwaan, Yosep Parera bersaksi pernah membahas perkara koperasi Intidana yang tengah berproses di MA bersama Heryanto Tanaka dan orang yang mengklaim dekat dengan Hasbi, yaitu Dadan Tri Yudianto. Pertemuan itu digelar di Semarang, Jawa Tengah, pada 25 Maret 2022. Kala itu Dadan disebut tokoh yang memiliki jaringan luas di MA. “Pak Heryanto yang mengenalkan saya kepada Dadan,” tutur Yosep seperti dikutip di berkas itu.
Dadan menguatkan kesaksian Yosep pada sidang 27 Februari 2024 itu. Ia mengaku menghubungi Hasbi pada 26 Maret 2022, sehari setelah bertemu dengan Yosep dan Heryanto melalui sambungan telepon video. Dalam percakapan itu, Dadan mengenalkan Heryanto dan Yosep kepada Hasbi. “Saat itu di mobil,” ucap Dadan.
Dadan berkomunikasi kembali dengan Hasbi dan membicarakan berbagai perkara koperasi Intidana. Namun, menurut Dadan, Hasbi meminta hal itu dibicarakan pada 28 Maret 2022 karena Hasbi sedang berada di Surabaya. Sesuai dengan tanggal yang dijanjikan, Dadan menghubungi Hasbi untuk membuat janji temu. Pertemuan itu lagi-lagi gagal terwujud karena Hasbi masih di Surabaya.
Mereka akhirnya bertemu keesokan hari di kantor Hasbi, gedung Mahkamah Agung, sekitar pukul 14.00 WIB. Di sinilah pembicaraan soal penanganan perkara Heryanto Tanaka dan Budiman Gandi Suparman dimulai. “Saya minta tolong dibantu agar sidang jangan diundur lagi karena sudah diundur empat-lima kali,” ujar Dadan.
Selanjutnya, pada 30 Maret 2022, Dadan mendapatkan kabar dari Yosep Parera bahwa jadwal sidang perkara Heryanto dan Budiman kembali diundur. Lantas Dadan menghubungi kembali Hasbi dan mempertanyakan alasan jadwal sidangnya diundur. Hasbi malah mengatakan akan mengecek kembali perkara tersebut.
Pada 5 April 2022, Dadan mendapatkan informasi dari Heryanto bahwa hakim agung Gazalba Saleh akan memutus perkara Budiman Gandi Suparman. Dadan menelepon Hasbi guna menyampaikan informasi itu. Hasbi menimpali akan mengeceknya. “Sore hari, Hasbi mengabari sudah diputus lima tahun penjara,” tutur Dadan. Informasi dari Hasbi itu kemudian disampaikan kepada Heryanto.
Dalam persidangan Hasbi itu, Dadan juga menjelaskan asal-usul duit Rp 11,2 miliar dari Heryanto Tanaka. Dadan menuturkan, duit tersebut dikirim sebanyak tujuh kali oleh Heryanto. Pada 28 Maret 2022, transfer dilakukan Heryanto sebanyak empat kali dengan nilai nominal Rp 2 miliar (dua kali), Rp 1 miliar, dan Rp 5 miliar.
Pengiriman kelima dilakukan pada 12 April 2022 senilai Rp 500 juta, yang keenam pada 21 April senilai Rp 500 juta, dan yang ketujuh pada 28 April senilai Rp 200 juta. Semua duit tersebut dikirim ke rekening pribadi Dadan. Selain itu, ada transfer tambahan senilai Rp 5 miliar pada 28 September dari Heryanto. Dadan berdalih duit tersebut merupakan hasil kerja sama sebagai modal investasi untuk bisnis perawatan kulit milik istrinya. “Untuk bisnis skin care clinic,” ujar Dadan.
Dadan menggunakan sebagian fulus untuk membeli tiga mobil luks, yakni McLaren MP4, Ferrari California, dan Toyota Land Cruiser GR Sport. Ketiga mobil tersebut dibeli secara tunai dari sebuah showroom di Jakarta. Menurut Dadan, mobil tersebut dibeli untuk dijual kembali. Ia mengaku berbisnis jual-beli mobil sport dan sepeda motor gede sejak 2012.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, pada Mei 2023 mengatakan pihaknya menelusuri dugaan pemberian mobil tersebut dari Dadan ke Hasbi. Namun pengacara Dadan, Willy Lesmana Putra, membantah dugaan tersebut. Menurut Willy, pembelian tiga mobil itu tidak ada hubungannya dengan korupsi. Willy menjelaskan, jika diduga bukti suap, seharusnya mobil itu disita dari Hasbi. Dia menambahkan, justru mobil itu diantarkan oleh Dadan atas permintaan penyidik KPK. “Kini masih jadi barang sitaan KPK,” kata Willy.
Di pengujung sidang, Hasbi Hasan mengklaim tak pernah menerima tas ataupun uang yang disebutkan dalam dakwaan. “Termasuk mobil,” tutur Hasbi, menanggapi kesaksian Dadan. Pengacara Hasbi, Maqdir Ismail, berupaya menguatkan keterangan kliennya. “Ada atau enggak uang yang mengalir ke Hasbi? Enggak ada,” ucap Maqdir.
Maqdir juga meyakini kliennya tidak mengurus perkara karena pekerjaannya terpisah antara Sekretaris Mahkamah Agung dan panitera atau hakim agung. “Administrasi hakim mungkin diatur oleh Sekretaris Mahkamah Agung, tapi kalau pekerjaannya ya enggak mungkin.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Bagus Pribadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit dengan judul "Hadiah Hermes Makelar Hakim Agung".