Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Suap tanpa Penyuap

Ada lubang besar dalam pemeriksaan kasus suap hakim Manulife. Siapa si penyuap, tak tegas disebutkan.

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Suap tanpa Penyuap
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BANYAK hal menggelikan terjadi di republik ini. Salah satunya baru terjadi Jumat pekan lalu. Alkisah, di hari itu Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia gagal memeriksa tiga hakim yang memutus perkara pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Awal minggu lalu, mereka—Hasan Basri, C.H. Kristi Purnamiwulan, dan Tjahjono—diduga polisi telah menerima suap dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Polisi gigit jari bukan lantaran Hasan Basri dan kawan-kawan jadi buron tak berbekas. Kamis minggu itu juga, Hakim Kristi malah sudah menjejakkan kakinya di Trunojoyo, markas kepolisian. Ajaib, kegagalan ini ternyata disebabkan hal sepele: salah alamat. Bukannya dikirim ke Mahkamah Agung sebagaimana seharusnya, surat panggilan malah dilayangkan polisi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tempat tiga hakim itu bertugas sebelumnya. Padahal, kata Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan, ia sudah akan segera menyalakan lampu hijau. "Hari ini surat dikirim ke MA, hari ini juga izin saya berikan," tuturnya. Tapi pihak polisi tak kalah gesit berdalih. Menurut juru bicara Markas Besar Kepolisian, Inspektur Jenderal Saleh Saaf, pihaknya tak buru-buru memeriksa Hakim Kristi karena khawatir ini dijadikan celah oleh pengacara buat menyatakan pemeriksaan tak sah berlangsung. Sebagaimana diketahui, tiga hakim yang terhormat ini terjerat perkara setelah membuat putusan janggal dengan memailitkan Manulife Indonesia, anak perusahaan asuransi asal Kanada, Juni lalu. Diprotes keras banyak kalangan, termasuk pemerintah Kanada, hanya delapan hari setelahnya MA lalu menganulir vonis mereka. Belakangan, putusan yang mengabulkan gugatan kurator PT Dharmala Sakti Sejahtera, lawan Manulife, ini diduga telah dibelokkan sejumlah uang suap. Bau tak sedap itu menyeruak setelah rekening miliaran rupiah milik Hakim Kristi Purnamiwulan terbongkar ke publik. Selain itu, salah satu putri kesayangannya juga dipergoki pernah bekerja di firma hukum milik Lucas, pengacara sekaligus bekas kurator Dharmala yang oleh pengadilan Hong Kong dan Singapura disangka telah memanipulasi penjualan saham Manulife dari keluarga Gondokusumo ke sejumlah perusahaan kosong (paper companies). Juga, yang menarik, banyak perkara Lucas di Pengadilan Niaga Jakarta ternyata kerap dipegang Kristi. Polisi menggelar pemeriksaan sebagai tindak lanjut penyerahan hasil pemeriksaan Inspektur Jenderal Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. "Sekarang terserah polisi, mau meneruskan hasil pemeriksan kami atau tidak," kata Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra. Selain dari laporan kantor Yusril, polisi juga telah mendengar keterangan dari delapan saksi lain yang menguatkan dugaan itu. Mereka adalah Wakil Direktur Utama Manulife, kuasa hukum dan kurator Manulife serta Dharmala, plus tiga orang panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tak cuma itu, hasil pemeriksaan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara juga kian menguatkan tanda-tanda adanya ketidakberesan. Setelah ditelisik, kata Soekotjo Soeparto, salah satu anggota Komisi yang membidangi yudikatif, terbukti bahwa dua hakim, Hasan Basri dan Kristi, tak melaporkan seluruh harta mereka. Hakim Hasan menyembunyikan data rumah mewahnya di Bekasi dan sebagian rekeningnya. Dan "hebatnya", saat diklarifikasi, Hasan terang-terang mengaku 10 persen dari Rp 1,2 miliar simpanannya berasal dari "ucapan terima kasih para pencari keadilan". Sedangkan Hakim Kristi diketahui tak mengungkapkan ihwal deposito dolarnya di Bank Mandiri senilai Rp 1,4 miliar. Ia juga terbukti tak benar menerangkan ihwal sebidang tanah miliknya yang berlokasi di kawasan Kalibata, Jakarta. Dilaporkan cuma sebuah lahan kosong, Komisi menemukan di atasnya ternyata telah berdiri sebuah bangunan megah yang belum ditempati. Alhasil, sebulan setelah Komisi Pemeriksa menemukan berbagai kejanggalan itu, Presiden Megawati memberhentikan mereka sementara. "Selain sangkaan suap, dua hakim itu bisa dijerat dengan pasal ketidakjujuran. Jadi, ada sinergi," kata Soekotjo. Khusus untuk Hakim Tjahjono, Komisi tak menemukan kejanggalan yang patut dicurigai. Harta senilai Rp 330 juta yang dilaporkannya dinilai wajar dengan pertimbangan yang bersangkutan telah mengenakan toga selama 30 tahun. Selain penyidikan oleh korps baju cokelat, Pengadilan Tinggi Jakarta juga telah membentuk Majelis Kehormatan Hakim untuk memeriksa aib yang kian mencoreng wajah peradilan itu. Dipimpin Abner Hutagaol, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, selain memeriksa ketiga hakim, Majelis juga menanyai dua pengacara, yaitu Sheila A. Salomo, kuasa hukum Manulife, dan Lucas. Akhir bulan lalu hasil penyelidikan Majelis telah diserahkan ke MA dan Departemen Kehakiman. Yang menarik, berbeda dengan polisi yang menetapkan ketiga hakim sebagai tersangka, Majelis hanya menyimpulkan Hasan Basri dan Kristi patut diduga telah menerima suap dan karenanya perlu diperiksa lebih lanjut. Cuma, siapa sang penyogok tak disebutkan dalam laporan. Mahkamah Agung sendiri memilih berdiam diri. Dengan alasan supaya tak mencampuri proses hukum yang sedang berjalan, Ketua MA Bagir Manan menyatakan pihaknya tak akan membuat tim internal untuk melakukan penyelidikan. "MA tidak usah ikut-ikutan. Biarlah pengadilan yang menentukan apakah mereka bersalah atau tidak," ujarnya. Vonis memang belum dijatuhkan. Dan para tersangka telah maju tak gentar. Hakim Kristi, misalnya. Bukannya berkerut dihadang tuduhan gawat semacam itu, di berbagai kesempatan ia kukuh menyatakan dirinya tak serambut pun bersalah. Saat mendatangi Markas Besar Kepolisian bersama pengacaranya, Indra Sahnun Lubis, Kamis lalu, ia lantang menyatakan kesiapannya diperiksa. "Silakan saja. Faktanya, saya tidak pernah menerima suap atau dijanjikan sesuatu oleh pihak lain dalam perkara Manulife," katanya kepada Sudrajat dari Koran Tempo. Bahkan ia mulai menantang balik. Tuduhan polisi bahwa ia telah menadah suap dinilainya sumir. Menurut dia, perkara suap tak bisa disidik sepihak. "La, ini penyuapnya siapa?" ia mempertanyakan. Merasa dicemarkan nama baiknya, Kristi mengancam akan menggugat balik polisi dan kehakiman bila di belakang hari tuduhan ini ternyata tak bisa dibuktikan. Apalagi preseden telah tersedia. Dalam perkara suap senilai Rp 196 juta yang melibatkan tiga hakim agung—Ny. Marnis Kahar, Supraptini Suparto, dan Yahya Harahap—malah si pelapor, Endin Wahyudin, yang dijebloskan mahkamah ke bui karena divonis bersalah telah mencoreng nama baik. Ini memang akan jadi lubang besar dalam perkara ini. Siapa yang diduga jadi sang penyuap, masihlah gelap dan sama sekali tak disentuh dalam laporan Inspektur Jenderal Kehakiman. Dalam pemeriksaan di kehakiman, Lucas membantah telah menyogok para hakim. Toh, Menteri Yusril tak keder dengan gertakan Kristi. Ia yakin perkara yang diadukannya memang mengandung suap. "Kalau tidak yakin ada perbuatan tercela itu, kami tidak mengusulkan kepada presiden supaya memberhentikan mereka sementara," katanya. Cuma, masalahnya, Menteri Yusril hanya bisa sebatas memberi sanksi administratif. Ganjaran pidana sepenuhnya bergantung pada putusan majelis hakim—korps toga hitam yang selama ini, sayangnya, selalu saja membentengi para anggotanya yang diseret ke meja hijau. Ahmad Taufik, Rommy Fibri, Ardi Bramantyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus