Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Suatu pagi di rumah bupati

Bupati bone, haji panangian basri harahap beserta istrinya, sitti haniah mati terbunuh. belum diketahui motifnya, di duga ada hubungannya dengan pembunuhan terhadap has beberapa tahun yang lalu.(krim)

6 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENDERA setengah tiang berkibar di seantero Kabupaten Bone di Sulawesi Selatan. Di rumah kediaman bupati sendiri, mendung duka dan berbagai pertanyaan bergayut. Pagi itu, 13 Februari, maut merenggut nyawa penghuni di situ: Bupati Haji Panangian Basri Harahap dan istrinya Sitti Haniah. Pagi itu Ajudan Bupati, Nasir, berlari-lari mengelilingi halaman. Sambil lalu ia menutup sebuah jendela rumah kediaman bupati yang entah kenapa terbuka. Ketika itulah Nasir merasa ada seseorang yang membuntuti langkahnya. Benar saja: seorang berkalung sarung tiba-tiba menyerangnya dengan sesuatu benda--mungkin sebilah golok. Nasir berkelit dan terus berlari mencari pertolongan. Hafid, polisi pamong praja yang bertugas di situ, sekenanyamemungut sepotong ,kayu dan menghadang si penyerang. Nasir kemudian tertarik untuk lebih dulu menengok kamar tidur bupati. Mata Nasir segera menangkap pemandangan tak enak: Bupati Harahap tergeletak di lantai bermandikan darah. Nasir memberitahu petugas di pos jaga sebelum melapor ke polisi. Polisi mendapati tak kurang 5 luka bacokan di kepala dan sebuah luka memanjang di tengkuk Harahap. Dan di kamar itu juga istri korban, Haniah, ditemukan dalam keadaan tak kurang mengenaskan. Di tempat lain Hafid juga ditemukan terluka parah. Para korban segera diangkut ke rumah sakit. Diduga si penyerang pagi buta itu melarikan diri dengan cara melompati tembok belakang rumah. Hal itu diketahui polisi dari keterangan Anto, 12 tahun, putra seorang perwira ABRI, yang kebetulan pagi itu--sekitar pukul 05.30 -- sedang mencabut rumput di halaman rumahnya. Keterangan Anto dibenarkan Nasir. Bahkan ajudan ini memberi petunjuk lebih jelas. Menurut ingatannya, si penyerang seperti sudah dikenalnya: penjaga kebun cengkih bupati di Palopo bernama Kaseng. Malam itu istri tersangka, Sayang, kebetulan menginap di rumah bupati. Dan, agak membingungkan, sebenarnya, sebelum terjadi pembunuhan di rumah bupati, Sayang sudah dicari-cari polisi. Petugas pos jaga menerangkan, sekitar pukul 04.00 ada polisi bertanya tentang Sayang yang lagi tidur. Sejam ke mudian polisi datang lagi, sempat ditemui Nasir, dan menjelaskan bahwa Sayang dicari karena suaminya, Kaseng, diduga membuat keributan di Perusahaan Angkutan Cahaya Ujung di Jalan Wajo Inakke Has Di Cahaya Ujung memang terjadi peristiwa berdarah juga. Dinihari pemilik Cahaya Ujung, Abdul Wahid, terbangun dari tidurnya oleh rintihan yang berasal dari tempat mnginap karyawannya. Ia keluar dari rumalinya, menyeberang jalan kecil, lalu memeriksa sumber rintihan. Keadaan ternyata gawat. Cahaya lampu senter Abdul Wahid menangkap pemandangan menyeramkan empat pegawainya tergeletak berlumuran darah. Abdul Wahid segera memanggil polisi. Keterangan dari sana-sini menjelaskan kepada polisi bahwa bersama kary awan Cahaya Ujung, malam itu ikut menginap salah seorang penumpang dari Palopo, suami seorang wanita yang menginap di rumah bupati. Itulah sebabnya, pagi buta polisi sudah ke rumah bupati, menjemput Sayang. Benarkah Kaseng, penjaga kebun cengkih bupati, yang menyebar maut di Cahaya Ujung dan di rumah tuannya, masih tanda tanya. Bupati P.B. Harahap (57 tahun), dinyatakan meninggal dunia tak berapa lama setibanya di rumah sakit Watampone. Sedangkan istrinya, Haniah (44 tahun), menyusul sekitar 12 jam kemudian di rumh sakit Ujungpandang. Korban yang lain sopir Cahaya Ujung, Ambo Ala, dan Kernet Jusuf. Kalau benar sangkaan terhadap Kaseng -- lalu apa motifnya? Ada yang menduga-duga: ada hubungannya dengan pembunuhan seorang wanita beberapa tahun yang lalu yang menyangkut pemilihan Harahap sebagai bupati. Ceritanya begini: Suatu hari, Maret 1979, seorang gembala menemukan mayat wanita tanpa kepala terbenam di sawah di Kampung Pinra (Kecamatan Palakka di Kabupaten Bone). Sebuah tulisan di perhiasan yang menempel di tubuh korban, "inakke Has" (menurut bahasa daerah setempat artinya saya bernama Has), diduga korban biasa dipanggil hanya dengan Has saja. Kepala korban penganiayaan tersebut ditemukan tak Jauh dari badannya beberapa hari kemudian. Polisi dibikin sibuk dengan penemuan mayat tersebut. Pihak Laksusda juga ikut campur. Sebab desas-desus di luaran santer menyebutkan bahwa kematian wanita tersebut ada hubungannya dengan persaingan keras antara Bupati Bone yang lama dengan P.B. Harahap sebagai calon bupati baru. Kejaksaan belakangan membawa dua orang tertuduh ke pengadilan berdasarkan hasil pemeriksaan Laksusda. Sayang sekali beberapa saksi penting, yang disebut-sebut para tertuduh sebagai dalang pembunuhan, tak pernah bisa dihadapkan ke pengadilan--padahal para saksi cukup jelas disebutkan nama dan kedudukannya di daerah itu. Sehingga kaitan antara pembunullan seorangwanita-(yang juga tak terungkapkan di pengadilan siapa wanita tersebut!)--dengan persaingan bekas dan calon bupati tetap terselimuti (TEMPO, Hukum, 1 Maret 1980) Pengejaran terhadap Kaseng hingga minggu lalu masih dilakukan sebuah tim polisi yang dipimpin langsung Kadapol Kodak Sulawesi Selatan/Tenggara. Hasil yang diharapkan tentu lebih jelas dari kasus Has itu sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus