BENDERA setengah tiang berkibar di seantero Kabupaten Bone di
Sulawesi Selatan. Di rumah kediaman bupati sendiri, mendung duka
dan berbagai pertanyaan bergayut. Pagi itu, 13 Februari, maut
merenggut nyawa penghuni di situ: Bupati Haji Panangian Basri
Harahap dan istrinya Sitti Haniah.
Pagi itu Ajudan Bupati, Nasir, berlari-lari mengelilingi
halaman. Sambil lalu ia menutup sebuah jendela rumah kediaman
bupati yang entah kenapa terbuka. Ketika itulah Nasir merasa ada
seseorang yang membuntuti langkahnya. Benar saja: seorang
berkalung sarung tiba-tiba menyerangnya dengan sesuatu
benda--mungkin sebilah golok.
Nasir berkelit dan terus berlari mencari pertolongan. Hafid,
polisi pamong praja yang bertugas di situ, sekenanyamemungut
sepotong ,kayu dan menghadang si penyerang. Nasir kemudian
tertarik untuk lebih dulu menengok kamar tidur bupati.
Mata Nasir segera menangkap pemandangan tak enak: Bupati Harahap
tergeletak di lantai bermandikan darah. Nasir memberitahu
petugas di pos jaga sebelum melapor ke polisi. Polisi mendapati
tak kurang 5 luka bacokan di kepala dan sebuah luka memanjang di
tengkuk Harahap. Dan di kamar itu juga istri korban, Haniah,
ditemukan dalam keadaan tak kurang mengenaskan. Di tempat lain
Hafid juga ditemukan terluka parah.
Para korban segera diangkut ke rumah sakit. Diduga si penyerang
pagi buta itu melarikan diri dengan cara melompati tembok
belakang rumah. Hal itu diketahui polisi dari keterangan Anto,
12 tahun, putra seorang perwira ABRI, yang kebetulan pagi
itu--sekitar pukul 05.30 -- sedang mencabut rumput di halaman
rumahnya.
Keterangan Anto dibenarkan Nasir. Bahkan ajudan ini memberi
petunjuk lebih jelas. Menurut ingatannya, si penyerang seperti
sudah dikenalnya: penjaga kebun cengkih bupati di Palopo bernama
Kaseng. Malam itu istri tersangka, Sayang, kebetulan menginap di
rumah bupati. Dan, agak membingungkan, sebenarnya, sebelum
terjadi pembunuhan di rumah bupati, Sayang sudah dicari-cari
polisi.
Petugas pos jaga menerangkan, sekitar pukul 04.00 ada polisi
bertanya tentang Sayang yang lagi tidur. Sejam ke mudian polisi
datang lagi, sempat ditemui Nasir, dan menjelaskan bahwa Sayang
dicari karena suaminya, Kaseng, diduga membuat keributan di
Perusahaan Angkutan Cahaya Ujung di Jalan Wajo
Inakke Has
Di Cahaya Ujung memang terjadi peristiwa berdarah juga. Dinihari
pemilik Cahaya Ujung, Abdul Wahid, terbangun dari tidurnya oleh
rintihan yang berasal dari tempat mnginap karyawannya. Ia
keluar dari rumalinya, menyeberang jalan kecil, lalu memeriksa
sumber rintihan.
Keadaan ternyata gawat. Cahaya lampu senter Abdul Wahid
menangkap pemandangan menyeramkan empat pegawainya tergeletak
berlumuran darah. Abdul Wahid segera memanggil polisi.
Keterangan dari sana-sini menjelaskan kepada polisi bahwa
bersama kary awan Cahaya Ujung, malam itu ikut menginap salah
seorang penumpang dari Palopo, suami seorang wanita yang
menginap di rumah bupati. Itulah sebabnya, pagi buta polisi
sudah ke rumah bupati, menjemput Sayang.
Benarkah Kaseng, penjaga kebun cengkih bupati, yang menyebar
maut di Cahaya Ujung dan di rumah tuannya, masih tanda tanya.
Bupati P.B. Harahap (57 tahun), dinyatakan meninggal dunia tak
berapa lama setibanya di rumah sakit Watampone. Sedangkan
istrinya, Haniah (44 tahun), menyusul sekitar 12 jam kemudian di
rumh sakit Ujungpandang. Korban yang lain sopir Cahaya Ujung,
Ambo Ala, dan Kernet Jusuf.
Kalau benar sangkaan terhadap Kaseng -- lalu apa motifnya? Ada
yang menduga-duga: ada hubungannya dengan pembunuhan seorang
wanita beberapa tahun yang lalu yang menyangkut pemilihan
Harahap sebagai bupati. Ceritanya begini:
Suatu hari, Maret 1979, seorang gembala menemukan mayat wanita
tanpa kepala terbenam di sawah di Kampung Pinra (Kecamatan
Palakka di Kabupaten Bone). Sebuah tulisan di perhiasan yang
menempel di tubuh korban, "inakke Has" (menurut bahasa daerah
setempat artinya saya bernama Has), diduga korban biasa
dipanggil hanya dengan Has saja. Kepala korban penganiayaan
tersebut ditemukan tak Jauh dari badannya beberapa hari
kemudian.
Polisi dibikin sibuk dengan penemuan mayat tersebut. Pihak
Laksusda juga ikut campur. Sebab desas-desus di luaran santer
menyebutkan bahwa kematian wanita tersebut ada hubungannya
dengan persaingan keras antara Bupati Bone yang lama dengan P.B.
Harahap sebagai calon bupati baru.
Kejaksaan belakangan membawa dua orang tertuduh ke pengadilan
berdasarkan hasil pemeriksaan Laksusda. Sayang sekali beberapa
saksi penting, yang disebut-sebut para tertuduh sebagai dalang
pembunuhan, tak pernah bisa dihadapkan ke pengadilan--padahal
para saksi cukup jelas disebutkan nama dan kedudukannya di
daerah itu. Sehingga kaitan antara pembunullan
seorangwanita-(yang juga tak terungkapkan di pengadilan siapa
wanita tersebut!)--dengan persaingan bekas dan calon bupati
tetap terselimuti (TEMPO, Hukum, 1 Maret 1980)
Pengejaran terhadap Kaseng hingga minggu lalu masih dilakukan
sebuah tim polisi yang dipimpin langsung Kadapol Kodak Sulawesi
Selatan/Tenggara. Hasil yang diharapkan tentu lebih jelas dari
kasus Has itu sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini