Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memburu harta karun

Usaha pencarian harta karun jepang di gunung tigo, pariaman dipimpin syamsuddin masih berlangsung. telah jatuh korban 2 penggali tanah tewas tertimbun tanah longsor. (nas)

6 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKIT-bukit sebelah barat Gunung Singgalang itu berhutan lebat, gelap dan sunyi. Sebuah di antaranya disebut Gunung Tigo, di tengah Kampung Patamuan, Kenagarian Padang Alai, Kecamatan Kampung Dalam, 30 km sebelah utara kota Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat. Belakangan Gunung Tigo lebih terkenal setelah beberapa orang berusaha menggali gua di bawahnya. Konon di gua-gua itu dulu Jepang menyembunyikan harta karun. Penggalian belum berhasil namun sudah jatuh korban dua orang di antaranya meninggal tertimbun tanah longsor. Alkisah, terowongan menuju gua-gua itu berdinding kayu. Di dalamnya konon ada beberapa kamar berdinding beton. Menjelang Jepang kalah, Agustus 1945, lima orang tentara mereka memerintahkan 15 anggotaseinendan(organisasi pemuda) mengangkat sejumlah peti besi dengan kereta jenazah, ditarik kuda beban di tengah malam. Para pemuda hanya diizinkan sampai di mulut gua, sedang untuk mengangkut peti ke dalam dilakukan oleh Jepang sendiri. Saking beratnya, sebuah peti konon harus diangkat oleh empat orang. Setelah selesai, Jepang- berusaha membunull para pemuda, hingga timbul perkelahian. Akhirnya 12 pemuda dan 4 Jepang meninggal. Tiga orang seinenan yang selamat berhasil menangkap satu-satunya Jepang yang tersisa, yang sebelumnya berhasil meledakkan mulut terowongan dan membuang denah gua ke lembah yang curam. "Jangan bunuh saya. Ambil semua harta itu dan kalian bisa kaya raya," begitu kabarnya kata Jepang tersebut. Ketiga pemuda itu--Syamsuddin, Siam dan Iskandar--memungut peta tersebut dan membawa tawanannya ke Pariaman. Ketiganya yakin peti-peti itu berisi harta karun. Dan mereka bersumpah tidak akan menceritakannya kepada siapa pun. Di masa kemerdekaan, mereka meneruskan karir sebagai militer. Tigapuluh tiga tahun kemudian, 1978, Syamsuddin berniat menggali harta karun terSebut. Karena dua temannya, Siam dan Iskandar, tak diketahui alamatnya, Syamsuddin menghubungi keluarga mereka di Medan yaitu Letkol (Purn.) H. Aminuddin, 56 tahun, Kapten Marinir (Purn.) Ali Mungkar, 52 tahun, dan Syafruddin Jambak, 45 tahun, dari LBII Medan. Membongkar Bukit Dua tahun kemudian, mereka mendapat kesanggupan Sutan Tantawi Darwis gelar Sutan Palembang, 52 tahun, dari Pariaman untuk membiayai penggalian. Usahawan ini menyediakan uang Rp 10 juta. "Kalau berhasil, baguslah. Kalau tidak, tak jadi apa. Saya sudah siap untuk itu," kata Tantawi Darwis. Bila berhasil masing-masing mendapat 2,5% sedang sisanya akan diserahkan kepada pemerintah. Mereka juga bersepakat tak akan saling menuntut bila terjadi kecelakaan. Meskipun peta gua sudah hilang, Syamsuddin rupanya berhasil meyakinkan Bupati Pariaman Anas Malik. Gubernur Azwar Anas juga mengizinkan penggalian setelah mendapat rekomendasi Dirjen Anggaran Departemen Keuangan, 12 November 1981. Tak ketinggalan, Laksusda Sum-Bar beliau pun pada 25 November 1981 memberikan petunjuknya. "Kalau tak berhasil, usaha itu sekedar mengungkap sejarah," ujar Anas Malik. Pertengahan bulan lalu, ekspedisi 12 orang yang dipimpin Syamsuddin itu dimulai. Sampai 4 Februari, pada kedalaman 14 meter, mereka menemukan tulang-belulang manusia, beberapa balok kayu dan besi. Setelah istirahat 10 hari mereka mulai lagi dan menemukan terowongan berdinding beton. Syamsuddinyakin peti harta karun itu disimpan di sebelah kanan di belakang tembok. Syamsuddin segera membuat terowongan sendiri menembus arah belakang kamar yang ia maksud. Tanah terasa lunak, kemudian tercium bau oli. Dua hari kemudian, menjelang matahari terbenam sementara beberapa orang yang setengah mimpi itu asyik menggali, mendadak mulut terowongan longsor. Mereka berlarian keluar dan selamat. Tapi dua penggali lainnya, Ali Mungkar dan Syafruddin, terperangkap. Mayatnya baru ditemukan penduduk pukul 4 subuh esoknya. Kematian dua penggali itu dianggap karena kelalaian mereka sendiri. Walau sudah jatuh korban, Syamsuddin dkk bertekad meneruskan pemburuan harta karun itu. Mereka bahkan mencari tenaga penggali ke daerah lain. Apalagi Pemda ternyata juga mendorong kegiatan mereka. Sementara polisi sudah bersedia ikut mengamankan pekerjaan tersebut, pihak militer pun turun tangan. "Siapa tahu peti itu berisi bahan peledak," kata Dan Dim 0308 Letkol Osep S. Tak seorang bisa memastikan isi peti-peti itu. Tapi Bupati Anas Malik cukup bersemangat. Katanya "Bila ternyata yang tersimpan itu barang berharga, bisa saja bukit itu dibongkar."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus