HARI itu hati Buhimin berbungabunga melihat Jumariah, sang istri, membesuknya di rumah tahanan negara Prabumulih. Bersama seorang anaknya, perempuan berkulit kuning langsat itu membawa ubi rebus, nasi bungkus, empek-empek, dan air kopi hangat dalam bungkusan plastik. Ternyata kehadiran Jumariah yang berusia 21 tahun itu, Selasa pekan lalu, berbuntut maut. Setelah Jumariah pulang, sekitar pukul 13.00, Buhimin membawa bungkusan itu ke dalam selnya. Kemudian kiriman tersebut dibagi kepada delapan temannya sesel, untuk disantap. Tak lama setelah menyantap hidangan dan menyeruput kopi itu, Buhimin mengeluh pusing. "Kenapa kopinya pahit, ya?" katanya. Seorang temannya menjawab, "Air kopinya terlalu kental." Kemudian, kedelapan teman Buhimin ikut mual dan muntah-muntah. Petugas rumah tahanan yang mengetahui kejadian itu segera memberi bantuan dengan membawa kesembilan narapidana tersebut ke rumah sakit. Namun, dua orang di antaranya, yaitu Anwar, 65 tahun, dan Saibat, 28 tahun, tak tertolong. Mereka menemui ajal di rumah sakit. Anwar dihukum dua tahun karena memerkosa, dua bulan lagi bebas dari tempat yang statusnya bukan lembaga pemasyarakatan itu. Dan Saibat, yang dihukum satu tahun karena terlibat penganiayaan, akan bebas dua bulan lagi. Buhimin dan seorang temannya kini dirawat. Lima narapidana lain yang meneguk kopi beracun itu masih merasa pusing. Dan tewasnya dua narapidana karena racun dari orang yang besuk agaknya baru pertama kali terjadi di Indonesia. Kejadian tadi membuat kepala rumah tahanan negara itu, bersama kepala Kepolisian Sektor Prabumulih, dibuat sibuk. Namun, tidak lama, penyebab kejadian itu ketahuan. Pelacakan dilakukan dari bahan makanan yang disantap siang itu. Akhirnya hari itu juga polisi menjaring Jumariah di rumahnya, sekitar 40 km dari kota administratif Prabumulih, Muaraenim, Sumatera Selatan. Ulah Jumariah meracun suaminya itu, menurut polisi, memang sudah direncanakan. Niatnya itu muncul, menurut Jumariah, bermula dari omelan mertuanya. Selama menjadi pelayan di sebuah warung, ia dituduh sering berbuat maksiat, yaitu merangkap menjadi pelacur. Tuduhan itu kemudian diteruskan sang mertua kepada Buhimin. Menurut mertuanya, Jumariah malah bakal dibunuh suaminya setelah Buhimin keluar dari rumah tahanan. Karena merasa khawatir, terbit niat Jumariah untuk mendahului membunuh suaminya. "Saya kok dikatakan menjadi pelacur hanya karena bekerja sebagai pelayan di warung nasi yang disinggahi sopir truk," katanya kepada Aina Rumiyati Azis dari TEMPO. Ia menjadi pelayan di warung itu sudah enam bulan, menurut Jumariah, untuk memberi nafkah tiga anaknya yang masih kecil. Sebulan ia mendapat gaji Rp 15.000, berikut makan. Tuduhan dari mertuanya itu semula tidak digubrisnya. Namun, hatinya meluap marak ketika dua minggu lalu ia besuk diberangi suaminya. Buhimin menuduh istrinya menyeleweng dengan lelaki lain. "Ia malah mengancam akan membunuh saya setelah keluar dari penjara," kata Jumariah. Karena itu, Jumariah bertekad menghabisi suaminya, yang empat bulan lagi keluar dari kurungan. "Saya sakit hati dituduh melacur," katanya. Jumariah teringat pada racun babi yang sering dipakai Buhimin untuk memerangi hama babi. Niat itu menggiring dirinya untuk membeli racun babi. Kemudian racun itu dicampur dalam minuman kopi, dan diantarkan kepada suaminya. Menurut Jumariah, suaminya hobi marah. Pekerjaannya tidak menentu. Dan ia harus menjalani hukuman satu setengah tahun penjara setelah tertangkap mencuri sapi. "Saya membayangkan tiga anak saya akan telantar kalau nanti saya dibunuhnya," kata perempuan bertubuh pendek ini. Pada saat mengaduk racun itu, Jumariah sempat juga berpikir tentang jatuh korban lain selain suaminya. "Kalau minuman itu itu sampai merenggut nyawa orang lain, saya berdosa membunuh orang tak bersalah," kata jebolah SD kelas dua itu. Ternyata perbuatannya itu berjalan lancar. Menurut Jumariah, makanan yang dibawanya tak diperiksa atau dicicipi petugas. Petugas agaknya terkecoh dengan penampilan Jumariah yang tenang dan tidak memperlihatkan gelagat aneh. Ketika menerima makanan dari istrinya, Buhimin juga tak merasa curiga. "Ia tenang. Lagi pula untuk apa mencurigai istri," kata lelaki berusia 31 tahun yang tidak pernah sekolah itu. Makanan yang dibawa Jumariah, menurut sumber di rumah tahanan negara Prabumulih, diakui memang tidak pernah dicicipi. Petugas main percaya saja. Apalagi Jumariah sudah lama mereka kenal, karena rajin menjenguk suaminya. Menurut Buhimin, selama ini ia tak yakin istrinya melacurkan diri. "Selama berumah tangga, istriku jarang keluar rumah," katanya. Namun, kini lelaki yang mengaku dadanya masih sakit ini tidak percaya lagi. Selama dalam kurungan, ia mendapat kabar dari saudara dan orang tuanya bahwa Jumariah melacurkan diri. "Setelah bebas akan saya ceraikan dia. Saya jijik," katanya kepada TEMPO. Apakah benar Jumariah melacurkan diri? Pemilik warung tempat Jumariah bekerja kurang percaya. "Selama bekerja, dia tidak kelihatan genit pada tamu. Entah di luar warung," kata Nora, pemilik warung itu. Kini tak ada lagi harihari bagi Jumariah melayani para sopir untuk menghidangkan minuman bir. Setelah ditangkap, ia tidur dalam sel tahanan Kepolisian Sektor Prabumulih. "Motifnya dia meracun, sementara ini, karena memang sakit hati dituduh dirinya tak senonoh," kata Letnan Kolonel Supriadi, Kepala Kepolisian Resor Muaraenim. Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini