MALAM itu belasan kader partai banteng berkumpul di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Jakarta. Suasana serius ketika Alex Asmasubrata memberi pengarahan. "Saudara-saudara sudah mendengar kantor Sekretariat DPP PDI terus didatangi pengunjuk rasa. Tadi siang mereka datang lagi. Sekarang berangkatlah ke sana. Jangan bertindak kekerasan. Kalau melawan, boleh pukul batas leher ke bawah," kata Alex. Maka mereka meluncur dengan sepuluh mobil ke kantor pusat PDI di Jalan Diponegoro. Pengunjuk rasa yang dipimpin Agung Imam Sumanto dan Edy Sukirman ternyata sudah tak ada lagi di sana. Karena yang dicari diduga berada di Wisma Marinda, Jalan Percetakan Negara, iringiringan mobil lalu bergerak ke situ. Perang mulut meletus ketika Agung dan Edy ditemukan di bekas Gedung Marhaen itu. Ingar-bingar. Agung dan Edy dikeroyok. Dalam keadaan tidak berdaya, keduanya dipaksa naik di dua mobil yang berbeda. Bahkan, dengan mata ditutup, keduanya lagi-lagi digebuk. Leher mereka dikalungi celurit. "Jangan datang lagi ke Kantor PDI membawa slogan," sebuah suara membentak. Keduanya lalu ditinggal di tengah jalan, dan rombongan menuju rumah Alex. Di situ mereka kebagian masing-masing Rp 20 ribu. Sentana benar adanya kisah yang diuraikan Jaksa Suriansyah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Senin pekan lalu itu, maka "gaya preman" rupanya telah mewarnai sosok PDI. Inilah dakwaan yang ditujukan kepada dua aktivis PDI, Yulius Agung, 22 tahun, dan Sudiwarno, 39 tahun. Sebenarnya masih ada dua lagi, yakni Edy Sadeli, pengurus PDI Jakarta Timur, dan Alex, Ketua DPD DKI Jaya, yang kini anggota MPR RI. Yulius, Sudiwarno, dan Edy Sadeli, menurut jaksa, masuk kategori "orang suruhan". Sedangkan pelaku utama adalah Alex. Berkas pria yang gemar balap mobil itu kini sedang diproses polisi. Yang jelas, pihak penyidik telah mengajukan permohonan kepada Presiden RI agar anggota MPR itu bisa diperiksa. Kericuhan ini sebenarnya tak lepas dari gejolak yang melanda PDI. Sejak empat tahun silam kepemimpinan Ketua Umum Suryadi diguncang kelompok Dudi Singadilaga, Ketua DPD PDI Jawa Timur, dan Marsoesi, Ketua DPD PDI Jawa Barat. Tapi upaya mendongkel Suryadi ini jadi bumerang. Dudi dan Mar soesi dipecat, termasuk Agung dan Edy, korban penculikan dan penganiayaan tadi. Namun gejolak terus berkobar. Mereka mendesak agar diadakan kongres luar biasa. Aksi unjuk rasa pun merebak. Bahkan kantor pusat PDI di Jalan Diponegoro berkali-kali diduduki pengunjuk rasa. Dan Agung serta Edy tampak menonjol dalam aksi itu. Lalu Suryadi meminta Alex untuk mengamankan kantor pusat PDI itu. Tapi benarkah Alex yang pegang komando dalam kasus penganiayaan tadi? "Saya ini bukan bandit. Saya hanya minta mereka mengamankan kantor Diponegoro," katanya lewat telepon kepada Sri Pudyastuti dari TEMPO Jumat malam pekan lalu. Sudiwarno juga membantah tuduhan itu, walau ia mengaku ikut dalam konvoi ke Wisma Marinda. Diakuinya, ia melihat di mobil paling depan ada seseorang diseret ke dalam mobil. Kemudian mobil itu bergerak diikuti mobil lain. "Kok saya dituduh ikut menculik dan main pukul," katanya kepada Taufik Alwi dari TEMPO. Tapi mengapa di depan polisi ia mengaku ikut main pukul? "Saya gemetar ditanyai polisi. Jadi, pertanyaan mereka saya iyakan saja," katanya. Berbeda dengan rekannya, Yulius. Menurut abangnya, Alfian, ia memang melakukan pemukulan. Tapi lebih merupakan gerak spontan membalas pukulan orang yang balik dipukulinya. "Saya heran mengapa adik saya dituduh pelaku utama," kata Alfian. Jadi, terpulang pada timbangan jaksa untuk membuktikan mana yang benar. Bersihar dan Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini