Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Adu Bukti Anak Kiai

Penyidikan dugaan kekerasan seksual anak pendiri Pesantren Shiddiqiyyah Jombang tak kunjung tuntas. Jaksa meminta bukti yang sulit dipenuhi polisi.

 

18 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dituding mempersulit penyidikan dugaan pemerkosaan di Pesantren Shiddiqiyyah Jombang.

  • Jaksa meminta polisi melengkapi bukti tambahan berupa visum ulang.

  • Tersangka selalu mangkir bahkan menggugat polisi dan jaksa ke pengadilan.

SULITNYA menjerat pelaku kekerasan seksual tecermin dalam penanganan perkara dugaan pemerkosaan yang dilakukan Mochammad Subchi Azal Tsani alias Gus Bechi di Jombang, Jawa Timur. Polisi tak kunjung bisa memeriksa anak Kiai Haji Muchtar Muthi alias Kiai Tar, pemimpin Pondok Pesantren Majma’al Bahroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Subchi tak kunjung memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa sebagai tersangka. Jadwal pemeriksaan terakhir seharusnya Jumat, 17 Desember lalu. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur sudah menyiapkan perangkat tes kebohongan untuk memeriksa laki-laki 40 tahun itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polisi juga turut menghadirkan psikolog. Namun Subchi kembali mangkir. “Kami akan mengagendakan ulang pemeriksaan tersangka dalam waktu dekat,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur Komisaris Besar Gatot Repli Handoko.

Dugaan pemerkosaan oleh Subchi sudah berjalan sejak 2017. IL, seorang santri di pesantren Majma’al, melaporkan Subchi telah memperkosanya. Atas laporan itu polisi menjadikan Subchi sebagai tersangka. Namun Kepolisian Resor Jombang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan pada 21 Oktober 2019.

Delapan hari kemudian, dua santri kembali melaporkan Subchi untuk kasus serupa ke Kepolisian Resor Jombang. Lagi-lagi ia jadi tersangka. Namun ia selalu mangkir dari panggilan pemeriksaan. Polisi pernah coba menjemputnya secara paksa pada Februari 2020. Lagi-lagi kandas. Puluhan pendukungnya menghadang polisi yang mendatangi rumah Subchi.

Facebook.com /For Mujeres - Front Santri Melawan Kekerasan Seksual

Alat tes kebohongan, kata Gatot, disiapkan polisi untuk melengkapi berkas penyidikan sesuai dengan permintaan jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang menangani penuntutan. Polisi berusaha melengkapi berkas tersebut agar kasus ini segera dilimpahkan ke pengadilan, setelah berkasnya bolak-balik tak kunjung dinyatakan lengkap.

Berkas pemeriksaan Subchi sudah mondar-mandir lebih dari lima kali dari tangan jaksa ke polisi. Jaksa berulang kali meminta penyidik melengkapi berkas penyidikan, termasuk permintaan tambahan visum ulang terhadap korban dan bukti rekaman suara Subchi.

Ketua Bidang Hubungan Antar-Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Shiddiqiyyah, Joko Poerwanto, mengaku tak mengetahui jadwal pemeriksaan Subchi pada Jumat, 17 Desember lalu. “Saya justru belum terima info itu,” tuturnya.

Ia menyarankan klarifikasi dan penjelasan perkara Subchi lewat pengacaranya, Setijo Boesno. Namun Setijo irit bicara. “Saya sedang ada pertemuan,” ucapnya saat dihubungi pada Sabtu, 18 Desember lalu.

Kuasa hukum pelapor, Muhammad Sholeh, menilai penggunaan alat tes kebohongan dalam mengusut tuduhan kepada Subchi janggal. Menurut dia, hasil pemeriksaan tidak akan menjadi bukti lantaran tak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Kejaksaan, ujar dia, mestinya segera menuntaskan berkas penyidikan lalu mengirimnya ke pengadilan. “Sudah dua tahun kasus ini tak ada kemajuan,” tuturnya.

Selain mangkir dari pemeriksaan, Subchi menggugat penetapan status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Surabaya. Pada Kamis, 16 Desember lalu, hakim Martin Ginting, yang menjadi hakim tunggal gugatan Subchi, membacakan putusannya. Puluhan pengunjung sidang bersukacita menyambut putusan yang menolak gugatan praperadilan itu.

Menurut Martin, gugatan praperadilan Subchi kurang pihak, sehingga secara formil tidak bisa diterima pengadilan. Subchi tak menyertakan Kepala Kepolisian Resor Jombang sebagai pihak yang turut tergugat.

Dalam berkas gugatan yang didaftarkan pada 23 November lalu, Subchi meminta hakim menganulir penetapan status tersangka dan membatalkan proses penyidikan lantaran belum sekali pun dimintai keterangan oleh polisi sejak 2019. Ia juga menuntut Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur memulihkan namanya serta membayar ganti rugi senilai Rp 100 juta.

Pengacara Subchi yang hadir di sidang itu, Setijoo Boesno, tampak layu setelah mendengar pembacaan putusan. Ia enggan mengomentari putusan hakim ketika ditemui wartawan selepas persidangan. “Tidak ada yang perlu dikomentari,” ucapnya.

Gugatan praperadilan Subchi menuai banyak sorotan, di antaranya dari 80 akademikus yang tergabung dalam Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA). Mereka melayangkan surat berisi pandangan atas perkara dugaan kekerasan seksual tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya. 

Para akademikusi juga mengkritik proses penyidikan oleh polisi dan jaksa yang lelet selama dua tahun. Ketua KIKA Dhia Al Uyun menilai penanganan perkara pemerkosaan ini memakan waktu lama lantaran jaksa mengajukan syarat penyidikan untuk persoalan yang tidak substantif.

Misalnya, permintaan visum ulang itu. Menurut Dhia, mestinya jaksa tinggal mengklarifikasinya kepada tersangka dan korban. “Visum ulang untuk peristiwa yang terjadi lima tahun lalu hasilnya pasti beda,” ujar Dhia.

Jaksa juga mengajukan syarat yang sulit dipenuhi polisi, yakni bukti rekaman pengakuan tersangka atas perbuatannya. Seorang mantan pengikut Subchi dikabarkan pernah merekam pernyataannya saat mengatakan bisa menikahkan siapa pun tanpa wali—syarat wajib dalam sahnya pernikahan menurut hukum Islam. Alasan ini yang diduga dipakai Subchi memanipulasi para korbannya.

Kantor DPP Organisasi Shiddiqiyah (Orshid) sekaligus Pesantren Majma'al Bahroin Hubbul Wathan Minal Iman di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, 21 Mei 2021/TEMPO/ ISHOMUDDIN

Masalahnya, telepon seluler yang merekam pengakuan Subchi itu hilang. Menurut pengacara pelapor, Muhammad Sholeh, jaksa hendaknya tidak berkutat pada masalah itu. “Sudah ada sebelas saksi, hasil visum, dan ahli yang dikumpulkan oleh polisi. Penyelesaian kasus ini tinggal kemauan jaksa saja,” katanya. 

Sholeh mengatakan jumlah korban Subchi setidaknya ada lima orang. Namun tak semuanya berani melapor. Di antara mereka bahkan sudah menganggap kasus dugaan perundungan seksual ini selesai karena menerima sejumlah kompensasi.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Fathur Rohman membantah anggapan jika jaksa disebut mempersulit perkara kekerasan seksual Subchi. Menurut dia, berkas pemeriksaan tersangka dikembalikan kepada penyidik sesuai dengan petunjuk yang sudah ditentukan. “Untuk kesempurnaan berkas, kami sudah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan jaksa peneliti,” tuturnya. “Hasilnya sudah dituangkan dalam berita acara untuk dilengkapi polisi.” 

KUKUH S. WIBOWO (JOMBANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus