Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mencatat sebanyak 168 titik aktivitas tambang ilegal tersebar di empat kabupaten dan kota di Kalimantan Timur sejak 2018 hingga 2024. "Seperti tak ada efek jera dan rasa takut akan hukum yang ada, para penambang ilegal ini terus melancarkan aksinya menggali dan mengangkut hasil batu bara melewati jalan umum milik warga," kataKoordiantr Jatam Kaltim Merah Johansyah, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu, 18 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Johan menyampaikan salah satu desa yang terdampak aktivitas tambang ilegal yakni Desa Sumbersari, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Daerah ini merupakan kawasan pertanian komoditas padi dan desa wisata. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kutai Kertanegara tahun 2013 soal penetapan lokasi desa wisata dan tahun 2022 tentang penetapan kawasan pertanian komoditas padi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang warga Desa Sumbersari, Legimin (53 tahun), menyampaikan aktivitas tambang ilegal mulai melewati jalan desa sejak 2019. "Jadi 2011 itu tambang legal, lalu Izin Usaha Pertambangan atau IUP-nya habis 2019, masuklah yang ilegal," kata Legimin, saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Kamis malam, 16 Mei 2024.
Legimin menjelaskan penambang legal pada 2011 atas nama PT Borneo Mitra Sejahtera (BMS). Menurut dia, PT BMS karena tidak bisa memperpanjang IUP, maka dijual ke perusahaan lain. "Dulu BMS itu karena dulu enggak bisa nambang lagi, nah dijual lagi di PT lain lagi," jelasnya.
Hingga saat ini, pria 53 tahun itu tidak mengetahui siapa pihak atau perusahaan yang mengambil alih PT BMS. Karena semenjak 2019, lokasi tambang menjadi bertaburan bendera, dan tidak ada lambang perusahaan. "Satu lokasi itu ada dua bendara," ucap Legimin. Aktivitas penambang ilegal beroperasi setiap dinihari melewati jalan Desa Sumbersari. Teranyar, pada dua bulan lalu, mereka menggunakan mobil pick up. Agar aktivitas berjalan lancar, penambang ilegal ini juga dikawal oleh preman untuk mengancam warga.
Karenanya, dari aktivitas tambang ilegal, warga yang notabene bekerja sebagai petani padi dan sayur, menanggung berbagai kerugian. Kerugian itu di antaranya ketahanan pangan yang sulit didapat. Sebab, air di desa mereka menjadi keruh dan bercampur dengan lumpur. "Ikan-ikan jadi pada mati juga," ucap Legimin, yang bekerja sebagai petani.
Sebagai tindak lanjut atas kerugian warga, Jatam Kaltim sudah melaporkan lokasi tambang ilegal ke Bareskrim Polri sejak April dan Mei 2023. Mereka juga melapor ke Polda Kalimantan Timur sejak awal 2024. Selain melaporkan ke pihak kepolisian, Jatam Kaltim juga telah melakukan audiensi kepada Pejabat Gubernur Kalimantan Timur. "Namun hingga kini tidak mendapat respons apa-apa," jelas Johan.