VISUM baru Sumarni akhirnya keluar. Tim Dokter Kehakiman dari
Rumah Sakit Pirngadi, Medan, yang melakukan autopsi, bedah
mayat, menjumpai ada darah merah kehitaman pada kulit leher
korban. Di leher itu juga ditemui ada kulit mengkeret sepanjang
6 cm dan lebar 0,8 cm, dan di dagu sebelah kanan terdapat luka
lecet sepanjang 7 cm. Dalam visum yang ditandatangani dr. E.D.
Purba itu jelas disebut bahwa tak ada tanda-tanda patah tulang.
Berdasarkan visum itu - yang dibuat setelah kubur Sumarni, 21
tahun, dibongkar 8 April lalu - Perwira Penerangan Kepolisian
Sumatera Utara, Letkol Pol. J. Sihombing, tegas menyatakan:
"Sumarni mati akibat gantung diri". Penjelasan pekan lalu itu
senada dengan keterangan Kadapol II Brigjen Pol. Soenaryo
seminggu sebelumnya. Kepada para wartawan, ketika itu Soenaryo
menyatakan bahwa Sumarni, janda beranak satu, mati karena
gantung diri dalam sel tahanan Kepolisian Medan Barat, 18 Maret
1983.
Sumarni, ditahan Kepolisian Medan Barat, tiga hari sebelum ia
didapati meninggal dunia. Ia diduga terlibat dalam kasus
penculikan Lina, 2 tahun, yang dilakukan Atik, pembantu rumah
tangga Suheri. Atik sengaja menculik anak majikannya, lalu
dititipkan kepada Sumarni sebagai sandera, karena gajinya selama
5 bulan bekerja ditahan majikannya.
Sesaat sebelum mayatnya dikuburkan, pohsi menyodorkan surat
pernyataan "tidak akan menuntut", kepada keluarga korban.
Kemudian Wage, ayah korban, juga mendapat "uang duka" sebesar Rp
100 ribu. Pihak keluarga, yang menghubung-hubungkan antara sikap
polisi dengan tanda seperti bekas penganiayaan di tubuh Sumarni,
lalu menaruh curiga (TEMPO, 9 April).
Berangkat dari prasangka keluarga korban itulah, kubur Sumarni
dibongkar kembali, setelah 21 hari lamanya ia terbaring tenang.
Dan Kadapol II mengemukakan teorinya: Tali yang digunakan
korban, tak lain berasal dari sebuah tas plastik, yang diurai
anyamannya menjadi seutas tali yang panjangnya 3,5 meter. Tas
tersebut, kata Soenaryo, diselundupkan ke dalam tahanan oleh
Asnah, kawan korban, ketika mengantar makanan.
Brigjen Soenaryo juga menyebut tentang adanya visum luar, yaitu
visum pertama yang dibuat tanpa autopsi oleh dr. Amar Singh dari
Rumah Sakit Pirngadi. Dokter Amar, yang membuat visum itu sesaat
setelah Sumarni kedapatan mati di sel tahanan, membuat "laporan
pandangan mata": lidah sumarni terjulur, mata mendelik dan di
leher ada bekas lilitan.
Yang mengundang tanda tanya, tandatanda itu ternyata tak
dijumpai pihak keluarga Sumarni. Bu Surip, yang memandikan
jenazah, justru menjumpai tanda-tanda lain: pangkal lengan
kanan, punggung dan bawah payudara jenazah, sepeni ada bekas
luka memar. Tulang kering membiru dan ulu hati ada luka mirip
bekas terbakar. Yang aneh, vagina almarhumah tak hentinya
mengeluarkan darah. Mata dan lidah korban juga tampak normal -
tidak seperti yang tertera dalam visum dr. Amar.
Mengapa visum dokter berbeda dengan apa yang dilihat Bu Surip?
"Sebelum mayat dibawa pulang, saya merapikan mata dan lidah
Sumarni," kata Safari, petugas bedah mayat di Rumah Sakit
Pirngadi. Selebihnya, entah mengapa, pekan lalu Safari tak mau
bicara lagi mengenai hal itu: "Maai, saya tak mau omong lagi
soal Sumarni."
Tapi tentang perdarahan di vagina dan bekas luka dekat payudara
korban, Kadapol Soenaryo berteori pula, tak lain karena wanita
itu sedang menstruasi. Sehari sebelum meninggal, katanya,
Sumarni mengeluh sakit perut dan minta diantarkan ke Puskesmas.
Adapun luka dekat payudara, lanjutKadapol, "tak lain bekas
gigitan semut." Sesaat setelah Sumarni tergantung menjadi mayat,
katanya, semut rupanya cepat menyerbu.
Jelas? Jadi kecurigaan keluarga korban tinggal berupa
kecurigaan. Sebab, betapapun, visum dari dokter tentu dianggap
lebih berharga dari laporan Bu Surip. Memeriksa mayat yang sudah
mulai membusuk, "kami jadi kehilangan barang bukti," kata
Syamsudin Manan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Namun,
kata Manan, saat dilakukan bedah mayat, ia sempat melihat bahwa
tulang tangan dan kaki sebelah kanan korban longgar, seperti tak
bersatu dengan bagian lainnya. "Posisinya juga miring," katanya.
Dari situ ia yakin, ada yang tak beres dengan kaki korban, meski
tak bisa memastikan apakah anggota tubuh itu patah.
Tapi Syamsudin tampaknya masih punya bahan untuk mempersoalkan
kematian Sumarni. Visum yang ditandatangani dr. Purba tidak
menyebut: korban mati karena gantung diri. Dalam kesimpulannya,
dr. Purba hanya menulis, "kematian Sumarni sebagai akibat mati
lemas karena tersumbatnya jalan pernapasan." Boleh jadi kematian
Sumarni akibat tubuhnya tergantung di sel tahanan. Tapi apakah
ia menggantung diri secara "suka rela", atau karena ada suatu
hal yang mendorongnya melakukan itu atau bahkan ada tangan lain
yang melakukannya belum bisa dibuktikan.
Bagian dalam tubuh Sumarni, antara lain paru-paru dan hati, kini
sedang diteliti Laboratorium Kriminal (Labkrim) Mabak. Bagian
tubuh itu, tak lama setelah kubur korban dibongkar, dibawa
Letkol Pol. dr. Agung dari Mabak yang turut dalam tim autopsi.
Apakah masih akan ada cerita lain bagi keluarga korban?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini