Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Golok Berdarah Di Sahid

Sekretaris IRRI, Ny. Sari Dewi Hadiyati mati terbunuh di kantornya-hotel sahid jaya jejak pembunuhnya belum diketahui.(krim)

23 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS kematian Nyonya Sari Dewi Hadiati merupakan contoh pembunuhan yang "berhasil", begitu disimpulkan seorang ahli kriminologi. Ia kedapatan meninggal berlumur darah, Senin siang 4 April lalu, di kamar 418-420 Hotel Sahid Jaya. Di situ adalah kantor International Rice Research Institut (IRRI), tempat Dewi bekerja sebagai sekretaris. Tubuh Sari Dewi, 32 tahun, yang mengenakan baju kotak-kotak putih biru dan rok biru tua, tersuruk di bawah meja. Ada bekas tusukan di punggung dan perut. Yang mengerikan - dan yang menyebabkan kematiannya - ialah luka bacokan di tengkuk. Luka itu lebar dan dalam, berbentuk melengkung. Menurut dr. Abdul Mun'im dari Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia (LKUI), si pembunuh pasti mengayunkan goloknya, yang pasti amat tajam, cukup keras sampai mematahkan tulang leher korban. Dan dari bentuk luka yang melengkung itu, diperkirakan korban dibacok ketika dalam posisi kepalanya tegak, saat berdiri atau duduk. Jejak pembunuh sekretaris yang dikenal lincah dan pandai bergaul itu, sampai pekan lalu belum diketahui. Polisi belum menemukan petunjuk yang jelas, meski belasan orang, termasuk Yusuf Faisal, suami korban telah dimintai keterangan. Semula memang ada dugaan, Faisal tahu banyak tentang pembunuhan terhadap istrinya itu. Soalnya, sejak Sari Dewi melahirkan anak ketiga, keretakan dalam keluarga itu semakin parah: sering cekcok dan belakangan mereka hanya berkomunikasi lewat surat bila ada sesuatu yang hendak disampaikan. Keretakan keluarga kian meruncing setelah dikabarkan Faisal menjalin hubungan intim dengan seorang sekretaris di perusahaan yarig dipimpinnya. Surat-surat pribadi itu, diantaranya, didapati terserak dekat jenazah Dewi. Berdasar petunjuk itulah polisi semula menduga korban dibunuh karena motif pribadi. Tapi menurut sebuah sumber di kepolisian Jakarta, "masih terlalu pagi menyimpulkan keretakan dalam keluarganya sebagai motif pembunuhan." Orangtua Dewi pun, Kolonel Purnawirawan Abdul Hadi, tidak menuduh Faisal terlibat. Yang disayangkan, sejak istrinya meninggal, "Faisal belum pernah datang kepada kami," kata Nyonya Hadi sedih, di rumahnya di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Sari Dewi anak pertama dari 5 bersaudara. Lepas SMA, ia sempat masuk Universitas Trisakti, lalu keluar dan kemudian menyelesaikan studinya di Akademi Bahasa Asing jurusan Bahasa Inggris. Polisi memang belum menemukan petunjuk keterlibatan Faisal, meski telah diadakan pemeriksaan ulang. Malahan ada yang menduga, Dewi dibunuh orang yang sengaja memancing di air keruh: agar Faisal dituduh sebagai pelakunya. Dugaan lain lagi menyebut bahwa kematian Dewi ada hubungan dengan "perdagangan gelap emas". Di ruang kerja korban, polisi kabarnya menemukan dokumen adanya perdagangan komoditi itu, dan Dewi konon masih punya tagihan Rp 1,1 milyar. Selain menjadi sekretaris, Dewi memang menjadi direktris pada PT Estetika. Tapi kata Nyonya Hadi, ibunya, perusahaan itu bergerak dalam bidang kontraktor. Masih ada beberapa dugaan lain yang dikembangkan berdasar keterangan saksi dan bukti-bukti yang ditemukan polisi. Salah satu kesulitan dalam melacak jejak pembunuh, menurut sebuah sumber, karena tak ada sidik jari ditemukan di sekitar tempat kejadian. Padahal, menurut Dokter Mun'im, bila identitas tentang si pembunuh bisa diketahui, "boleh dibilang 50% perkara sudah terbongkar." Si pembunuh, menurut sumber yang tak mau disebut namanya itu, sebenarnya bukan tak meninggalkan jejak sama sekali. Hanya saja, jejak yang amat penting untuk penyidikan, sudah acak-acakan. Richard direktur IRRI, misalnya, ditemani Nugroho - karyawan hotel - yang datang ke kantor sekitar pukul 14.00, dan menjumpai pintu kantornya tertutup, langsung membuka pintu dengan kunci duplikat. Mayat Dewi, yang dikira ketiduran di kolong meja, segera dibalik sehingga posisinya berubah. Petugas dari kepolisian setempat, dari Kores Jakarta Pusat dan tim dari Kodak VII Jaya, yang jumlahnya menjadi sangat banyak, dikabarkan juga - lagi-lagi secara tak sengaja - telah menghilangkan sidik jari pembunuh. Si penjahat sendiri, tampaknya juga bukan pembunuh amatiran. Ia sudah merencanakan segalanya secara matang. Misalnya, pembunuh itu tahu persis, kapan saat Nyonya Dewi berada sendirian di kantornya. Di saat itulah, antara pukul 10.30-14.00, setelah teman korban, Mulia Hutapea, keluar ruangan, penjahat menyelinap masuk. Diduga, berdasar keterangan petugas hotel yang sempat dimintai api rokok, mereka berdua. Tak jelas apa yang mula-mula dilakukan si pembunuh. Tapi, begitu mereka selesai menjalankan pekerjaannya, dengan tenang mencuci tangan di wastafel, bahkan bisa jadi juga mengganti baju yang terciprat darah. Tak lupa ia memutuskan kabel dua buah telepon di ruangan itu dengan menggunakan golok yang baru saja dipakai menghabisi Dewi. Yang kurang ajar, pembunuh itu lalu meletakkan golok yang panjangnya 40 cm dan berlumur darah di sebelah kiri wastafel, dan sarungnya di sebelah kanan. Ini menimbulkan dugaan, pembunuh ingin unjuk gigi pada orang atau sekelompok orang, ia sudah berhasil melaksanakan niatnya. "Kalau perbuatannya tak ingin diketahui, mestinya Dewi dibunuh di tempat sepi bukan justru di tempat ramai dan di siang bolong pula," kata sebuah sumber ahli. Kebetulan, Hotel Sahid Jaya terletak berseberangan jalan dengan tempat ditemukannya kardus berisi mayat terpotong tiga belas, November 1981 lalu. Dan sampai kini, kasus yang menggemparkan itu belum luga terungkap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus