Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Teror Golek Merah

Gerombolan pengganggu penduduk Indramayu dan Subang, 2 anggota tertangkap dan dirajam penduduk. (krim)

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEREGU polisi dengan senapan terkokang membentuk lingkaran, melindungi seorang berpakaian lusuh dan basah, yang baru saja keluar dari rerumpunan padi persembunyiannya. Tapi percuma, 200-an orang bersenjata golok, pisau, pentungan, dan bambu runcing, sudah terlalu liar. Tidak lama barikade polisi itu jebol. Dan Toha, 30 tahun, lelaki itu, dengan dua tangannya meremas kepala, hanya sempat berteriak minta tolong beberapa kali. Selanjutnya dia bak segumpal daging sapi di tengah kerubutan ratusan ikan piranha -- mayatnya remuk. Pagi 12 April, hari masih terang tanah di persawahan di tepi Kali Cimanuk, Desa Jatibarang Baru, Kabupaten Indramayu polisi membawa dua mayat dari desa ini. Selain yang sudah disebut, Toha, ada lagi Darsim, 27 tahun, juga mati dengan cara yang sama: dirajam penduduk yang marah. Masih untung, polisi bisa menyelamatkan dua teman almarhum lainnya, Eboy dan Tasrori, yang sekarang mendekam di dalam sel polisl. Peristiwa tersebut sangat disesali polisi. Paling tidak, usaha polisi mengusut Golek Merah, komplotan garong di daerah itu jadi agak tersendat. Darsim, misalnya, menurut polisi adalah salah seorang tokoh komplotan itu, sehingga diharapkan dari mulutnya akan diperoleh petunjuk yang agak jelas. Golek Merah (golek = boneka) julukan yang diberikan penduduk setempat kepada sebuah -- mungkin juga lebih dari satu komplotan, yang menurut Letda Yusup Soekarno dari kepolisian Indramayu, mempunyai ciri: Setiap bergerak selalu bergerombol 6 sampai 8 orang, bertopeng merah, bersenjata pistol dan golok, dan cuma menggarong uang dan emas. Ciri lainnya, mereka sangat royal membuang tembakan, dan cepat sekali menghilang setelah bekerja. "Diduga mereka berkendaraan mobil," ujar Yusup. Muncul dua tahun yang lalu, tapi polisi belum juga membaui jejak mereka. Padahal, menurut Yusup, polisi Indramayu sudah bekerja-sama dengan polisi Subang. Diduga gerombolan itu berasal dari daerah itu. Korban pertama nampaknya rumah Haji Aliyudin, di Desa Tambakdahan, Subang, April 1982. "Daripada dianiaya, saya serahkan semuanya pada mereka," tutur orang tua itu kepada Aris Amiris dari TEMPO. Tapi, enam perampok malam itu tidak mau tahu barang berharga lainnya, maka cuma 20 gram emas Pak Haji yang mereka angkut. Setelah menggarong beberapa korban lainnya, empat bulan belakangan mereka mengganas di Indramayu. Perampokan dengan ciri sama itu, sudah terjadi 4 kali, "menimbulkan kerugian jutaan rupiah," kata Yusup dongkol. Terakhir, malam itu rupanya giliran rumah Casmito, 45 tahun, yang membuka kedai di Kampung Pilangsari. Baru saja usai acara TV, dan Casmito baru akan menutup kedainya, ketika malam itu 4 orang berkupluk merah menerobos masuk. Mereka mengamang-amangkan clurit dan satu di antaranya menodongkan pistol. Karena rupanya tuan rumah dianggap terlalu lamban melayani tamu itu segera sebatang kayu bulat mendarat di tubuh Casmito, eh, malah Casmito berteriak. Ini menyebabkan tetangganya, Imam, 31 tahun, keluar rumah. Tapi segera disambut tembakan pistol oleh salah satu dari dua kawanan garong yang berjaga di luar rumah. Imam tersungkur dengan lutut dirobek peluru. Tetapi salak pistol tadi membuat seisi kampung yang berpenduduk 100 rumah tangga itu terjaga. Mereka segera mempersenjatai diri dengan apa saja setelah maklum apa yang sedang terjadi. Melihat ini, bukan gerombolan Golek Merah, kalau mereka malas membuang tembakan. Dua pistol mereka pun meledak bersahut-sahutan menahan serbuan penduduk. Seorang kakek tua yang nekat, Casmir, 60 tahun, tewas dengan lambung kanan dirobek clurit. Temannya, Ragem, 55 tahun, mujur cuma mendapat luka bacok di lengan kiri. Tapi garong-garong itu dapat dihalau ke luar kampung. Setengah jam kemudian, kepala kepolisian Jatibarang, Letda Kadman, muncul dengan 8 anak buahnya dan dibantu 2 petugas tentara. Kantor polisi memang tidak sampai 3 km dari desa itu. Malah, berapa saat kemudian, bantuan seregu polisi masih datang dari kepolisian Indramayu. Bergabung dengan 200-an penduduk, petugas melakukan pengejaran. Perburuan berlangsung sepanjang malam. Tempat-tempat yang mungkin menjadi lubang lolosnya para garong dijaga. Misalnya sepanjang tepi Kali Cimanuk di barat desa atau jalan desa yang menuju jalan raya. Lalu kebun dan sawah disisir penduduk dengan penerangan obor dan lampu petromaks. Lewat tengah malam, Tasrori buronan berkepala gundul mirip tokoh penjahat di serial TV "si Unyil", di antaranya, tertangkap oleh Letda Kadman. Yang dihadapi polisi kini bukan cuma garong bersenjata yang buron. Tapi juga penduduk yang kalap yang mau menghakimi tahanan polisi itu beramai-ramai. Tentu saja Kadman menghalangi. Akibatnya dia sendiri sempat sempoyongan ketika penduduk memukulinya dengan lampu senter. Untung datang rombongan anak buah pak Dansek menenteramkan keadaan. Menjelang dinihari, tertangkap pula Darsim dan Eboy, setelah keduanya yang masing-masing bersenjata pistol kehabisan peluru melayani pasukan polisi bermain dor-doran. Hebatnya, sambil meloloskan diri dari uberan, gerombolan itu masih sempat menggerayangi beberapa rumah di Desa Sukawera. Dari rumah Saridi, petani desa ini, mereka menyikat 43 gram emas dan dari rumah Maman Sudiapermana, bekas camat, 10 gram emas dan 6 gram platina. Lalu dengan santai meninggalkan para korbannya, sampai dipergoki polisi dan rakyat, yang dari tadi membayangi mereka. Setelah drama sepanjang malam itu berakhir, sampai sekarang, polisi belum juga dapat mengungkapkan seluk-beluk si Golek Merah. Dua yang tertangkap, Eboy, dan Tasrori asal Pamanukan, Subang -- memang sudah besar di penjara -- hanya mengaku kenal Darsim, orang yang mengajak mereka merampok malam itu. Dari Darsim pulalah, katanya, Eboy dapat pistol. Dan Darsim telah mati. Buntu, jadinya. Sehari setelah peristiwa di tepi Cimanuk, datang 4 orang bermobil sedan mau menemui Eboy, yang dirawat di RS Indramayu. Mereka, diduga anggota Golek Merah, segera kabur ketika tahu Eboy dijaga polisi. Polisi mencoba menangkapnya, tapi gagal. Buntu lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus