Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berkat Sardenis Dan Tulang Ayam

Operasi taruna IV dari kepolisian Aceh, berhasil menemukan lebih 100 ladang ganja di pedalaman aceh tenggara, ditanam di ladang luas di bukit-bukit tersembunyi. ada oknum Abri dan polisi yang terlibat.(krim)

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH ladang ganja, yang beberapa bulan lalu diketahui masih menghijau ternyata telah ada yang menebas. Tim Operasi Taruna IV, yang datang ke sana akhir April lalu, hanya menjumpai kebun kosong yang mulai menyemak. Padahal, untuk sampai ke sana, perlu perjuangan bukan main: menerobos hutan, menebas ilalang, naik-turun bukit terjal yang amat berbahaya. Namun Kol Pol Zainal komandan operasi dari kepolisian Aceh, agak terhibur oleh sebuah penemuan: bekas kaleng sardencis dan tulang ayam. Penemuan tersebut memperkuat dugaan, perladangan ganja liar di pedalaman Aceh Tenggara, memang diatur "tangan dari luar." Dan Zainal bertambah yakin akan hal itu, bahkan bisa tertawa lebar, setelah menyaksikan hasil operasi. Berakhir 3 Mei lalu, razia yang dilancarkan selama tiga minggu, di luar dugaan, menemukan lebih 100 ladang ganja, meliputi areal seluas hampir 40 hektar. Tanaman ganja yang dijumpai umumnya baru berumur satu atau dua bulan. Tapi ada juga yang telah siap panen, yaitu yang telah berurnur enarn bulan, dan mencapai tinggi sampai 2 « meter. Bisa dibayangkan, berapa banyak sudah korban yang terseret atau jatuh, dari hasil ladang ganja sebanyak itu dari satu hektar saja diperkirakan bisa dihasilkan 5 ton ganja kering. Seorang ahli narkotik dari kepolisian Australia, Thomas Backer, yang ikut menyaksikan pohon ganja setinggi lebih dua meter, geleng kepala. Di negaranya, katanya, pohon "emas hijau" hanya mencapai tinggi 60 cm. Kualitasnya pun tidak begini baik. Sebaliknya ganja Aceh. "Belum pernah saya menjumpai mutu ganja sebaik dari Aceh," katanya. Ganja dari pedalaman Aceh memang bermutu internasional. Karena itulah, menurut Mayor Asril Azis, komandan kepolisian Aceh Tenggara, Markas Besar Polri mengeluarkan perintah untuk melakukan operasi pemberantasan narkotik tersebut di sumbernya. Daerah perbukitan Penomon, Pucuk Padang, Atu Bale, Tongra, Pabela dan Tapak Gajah diobrak-abrik. Letaknya jauh tersuruk di celah bukit. Dari dusun terdekat, orang mesti berjalan sampai belasan jam, memintasi rintangan alam yang ganas. Operasi Taruna IV melibatkan sekitar 150 personil, seekor anjing pelacak, dibantu dua pesawat heli dari Mabak. Anjing yang dibawa, yang sudah terlatih itu, menjadi teler dan kemudian mencret. Rupanya ia terlalu lama mengendus alat pres ganja yang kering. Secara umum, operasi yang dilancarkan memang berhasil. Selain menemukan puluhan hektar ladang ganja -- yang selalu berpindah-pindah juga ditemukan ada oknum ABRI dan Polri yang terlibat dalam perkara ladang ganja itu. Lima oknum polisi setempat, menurut Mayor Asril, terpaksa dipecat karena mempunyai indikasi kuat menjadi pedagang perantara, mencukongi penanaman ganja, atau menjadi kaki tangan orang-orang tertentu yang membiayai bisnis "emas hijau" itu. Empat anggota polisi lainnya, yang melakukan kesalahan sama, kata Asril lagi, "pemecatannya sedang diproses. Oknum yang turut ambil bagian dalam bisnis terkutuk itu, semestinya mendapat pengahasilan tambahan yang lumayan. Tapi anehnya, setahu Mayor Asril, dari kcscmbilan oknum polisi yang terlibat, tidak satu pun yang hidupnya tampak makmur. Boleh jadi mereka menghabiskannya untuk foya-foya. "Uang setan, habisnya ya dimakan hantu," komentar Asril. Mata rantai bisnis ganja -- seperti narkotik pada umumnya -- memang senantiasa pelik. Perjalanan ganja, dari lumbungnya di pedalaman Aceh sampai ke daerah pemasaran pun, amat pula tertutup dan berliku. Ganja dari ladang di Kecamatan Trangon, misalnya, harus dipikul melewati jalan setapak sampai ke Blang Pidie, Aceh Selatan, seminggu lamanya. Lebih rumit lagi, menurut Mayor Asril, ialah perjalanan dari Pegunungan Bukit Barisan -- Bandarbaru pedalaman Sibolangit sampai Deli Serdang, Medan. Jalur yang ini harus ditempuh oleh pejalan kaki sebulan lamanya. Karena sulitnya pengangkutan -- lagi pula harus dilakukan secara rahasia -- tidak heran bila harganya pun gila. Satu kilo gram ganja kering, yang di ladang harganya antara Rp 2.000-Rp 3.000 sesampainya di Medan ditawarkan Rp 50.000. Dan menjadi Rp 150.000 sesampainya di Jakarta. Pedagang ganja tidak kekurangan akal. Sekali dua, mereka nekat juga membawa ganja, yang sudah dipres sebesar batu bata, lewat jalan umum. Tapi Kamis lalu, polisi di Pos Lawe Pakam di perbatasan Aceh-Sumatera Utara, menangkap seorang tersangka yang mencoba cara baru. Pos yang sengaja didirikan untuk memotong jalur ganja itu, menangkap Muadin, 30 tahun, yang mengantungi minyak ganja dalam botol. "Itu modus terbaru yang kami jumpai," kata Mayor Asril.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus