Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tertuduh "Seperti Orang Normal"

Majelis hakim diketuai l.j ferdinandus dari pengadilan negeri jak-sel dalam perkara pembunuhan terhadap yulie yasin, menetapkan sidang atas terdakwa h. fauzin yang telah dituntut bebas, dibuka kembali. (hk)

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAJELIS Hakim yang diketuai L.J. Ferdinandus dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara pembunuhan terhadap Yulie Yasin, pada sidang Sabtu pekan lalu, menetapkan bahwa sidang atas terdakwa Haji Fauzi, "dibuka kembali." Padahal semua saksi sudah selesai diperiksa. Dan Jaksa J.R. Bangun sudah pula membacakan tuntutan. Sedang pembela Yan Apul telah membacakan pembelaannya. Dalam penetapannya, Majelis Hakim memerintahkan agar jaksa memanggil wartawan yang katanya memergoki Fauzi "ternyata seperti orang normal": bisa mengejar bis, memberikan tempat duduknya kepada wanita dan menawar bajaj . Padahal selama persidangan berlangsung, Fauzi bertingkah aneh: tidur-tiduran di bangku ruang sidang, bahkan di lantai, sembari terus memegangi kepalanya dan selalu dipapah petugas karena seperti tak mampu berdiri. Dan antara lain karena itulah pada persidangan sebelumnya jaksa mencabut tuntutannya dan minta agar tertuduh dibebaskan. Berpura-purakah Fauzi? Menurut visum dokter Letkol C.D.I Djoko Soemartedjo dari RSPAD, berdasarkan observasi selama sekitar dua bulan, terdakwa utama dalam kasus pembunuhan peragawati itu menderita sindroma otak organik, akibat kecelakaan lalu lintas yang dialaminya tahun 1971. Penderita ini, kata Djoko di muka sidang Pengadilan,"sangat diragukan dapat bertanggung jawab apabila ia melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum." Kesimpulan dokter Djoko yang menjabat Kepala Departemen Jiwa RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, itu memperkuat surat keterangan dokter Dengara Pane dari Rumah Sakit Jiwa Grogol, yang Juni lalu melakukan observasi sekitar dua minggu atas diri Fauzi, 56 tahun. Penderita sindroma otak organik, menurut Djoko, secara umum kehilangan sikap abstrak: tak mampu bila dihadapkan pada situasi yang membutuhkan abstraksi seperti merencanakan sesuatu. Ia juga akan terganggu menghadapi situasi yang berubah-ubah. Tapi, kata Djoko, "bila menghadapi pekerjaan rutin seperti merokok, mencuci atau pembicaraan ringan, penderita penyakit ini kelihatan seperti orang normal." Gejala pada penderita yaitu: sering sakit kepala berlebihan, napas cepat, nadi tak teratur dan bila berjalan merasa goyang. Ia bisa agresif bila tak dapat menguasai situasi. Namun, "hal itu tidak dilakukannya secara sadar." Tambah Djoko lagi: penderita sindroma otak organik tak bisa disembuhkan. Obat hanya berfungsi agar keadaannya tidak bertambah parah. Jaksa J.R. Bangun dalam sidang dua pekan lalu, rupanya yakin akan penyakit tertuduh. Bangun sendiri memang percaya terdakwa bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana, seperti diatur pasal 340 jo pasal 55 (1) KUHPidana. Tapi karena keadaannya, kepada Fauzi tak bisa dimintakan tanggung jawab atas perbuatan itu. "Saya berpegang kepada visum dokter Djoko dan keterangan dokter Dengara Pane, yang menjadi saksi ahli dalam sidang," kata Bangun kepada TEMPO. Ia merasa tak punya alasan untuk meragukan keterangan saksi ahli itu, bab visum yang dibuat Djoko merupakan hasil "godokan" lima orang ahli di RSPAD. Dan di Rumah Sakit Jiwa Grogol, terdakwa diobservasi tujuh ahli empat psikiater, dua psikolog dan seorang neurolog. "Kalau sudah 12 ahli yang memeriksa, mengapa saya tidak percaya?" kata Bangun lagi. Tuntutan bebas dari jaksa, membuat pembela Yan Apul senang, tentu saja. Apalagi karena ia yakin, kliennya "betul-betul tidak waras." Pernah, katanya, Fauzi mengeluh pusing. Yan memberi Rp 10 ribu untuk berobat ke dokter. Ketika Fauzi balik lagi, pembela itu meminta perincian uang yang ia berikan. Fauzi pun menjawab: yang Rp 5 ribu untuk berobat dan yang Rp 7 ribu untuk makan-makan. Padahal ia tak punya uang lain selain pemberian yang Rp 10 ribu itu. Tapi tingkat kesadaran Haji Fauzi sebenarnya cukup baik, seperti tertera dalam visum Djoko yang diserahkan kepada pengadilan. Asalkan, ia tidak dahulu keadaan tegang atau stress. Dengan Julisar Kasiri dari TEMPO, misalnya, pekan lalu ia bisa berdialog lancar. Mengenakan baju dan celana sedikit lusuh dan rambut acak-acakan seperti biasanya Fauzi menyatakan kangen terhadap enam anaknya yang tinggal di Surabaya. ANAK sulungnya, katanya, kini kelas III SMA. Ada lagi yang di SMP, sedang yang bungsu "murid SD kelas nol." Ia mengeluh susah tidur malam hari, sering pusing kepala dan kakinya seperti mau lumpuh. Bila sembahyang, ia mengaku melakukannya sambil duduk dan mengganjal tempat sujudnya dengan bantal. Ditanya, mengapa ia selalu tengadah? Jawabnya: "rasanya daging di kepala mau jatuh saja." Dalam operasi setelah mengalami kecelakaan tahun 1971 dulu, kepala bagian kanan Fauzi memang "ditambal" dengan daging yang diambil dari pahanya sendiri. "Semua ini cobaan Tuhan sejak kecelakaan dulu itu," katanya tanpa ekspresi, scmbari menyipitkan mata seperti orang mengantuk . Ketetapan Majelis Hakim agar sidang "dibuka kembali", bila nanti ternyata ditemukan bukti baru, bisa membuat Jaksa Bangun mengubah tuntutannya atas Haji Fauzi. Yan Apul sendiri menyambut baik penetapan Majelis Hakim itu, "demi kebenaran." Dan penetapan itu, sekaligus juga membuat Biru dan Marjumin dua terdakwa lain dalam kasus ini, mesti sedikit bersabar. Kedua terdakwa ini dituntut masing-masing 10 tahun penjara oleh jaksa. Tapi Majelis Hakim yang juga diketuai Ferdinandus menyatakan akan membacakan vonis keduanya bersamaan dengan vonis atas Haji Fauzi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus