Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Terungkapnya si dosen palsu

Rusdiansah -- eks mahasiswa semester ketiga di Fak. Pertanian Unibraw -- berhasil memalsukan ijazah sarjana. Dengan modal itu, ia mengajar di FP Universitas Bengkulu. Ia kini diadili di PN Bengkulu.

28 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN tak ada pemuda sehebat Rusdiansah. Ia cuma mengantungi ijazah SMA dan pada 1985 kuliah hingga semester ketiga di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Tapi anak ke-7 dari sembilan bersaudara ini bisa tampil sebagai dosen di Fakultas Pertanian (FP) Universitas Bengkulu (Unib). Namun, "sandiwara" perjaka berambut ikal itu, apa boleh buat, kini berakhir di meja hijau. Pekan-pekan ini, ia diadili di Pengadilan Negeri Bengkulu dengan tuduhan menggunakan ijazah sarjana palsu, yang diancam hukuman 6 tahun penjara. Hanya saja, sesuai dengan Jaksa Suyono membacakan tuduhannya, Rusdiansah alias Rusdi, 28 tahun, menangis terisak bak anak kecil. "Dakwaan jaksa itu memang benar," katanya, atas pertanyaan ketua majelis hakim Suhaemi. Sandiwara ini sudah bermula sejak Rusdi masih duduk di semester ketiga FP Unibraw, Malang. Suatu ketika ia melihat fotokopi ijazah sarjana FP teman kosnya, Farid Wahdi, tergeletak di meja kamar kosnya. Setan pun menggodanya. Ia berpikir jika ia punya ijazah sarjana, ia bisa mengubah hidupnya. Ia pun mencuri fotokopi itu selembar. Saat itu Farid kebetulan sedang keluar rumah. Ia kemudian menutup identitas Farid seperti nama dan nomor register, yang tertera di atas fotokopi itu. Di situ ia membubuhkan identitas dirinya. Setelah itu fotokopi tadi difotokopinya lagi rangkap sembilan. Tentu saja fotokopi itu belum berharga. Langkah berikutnya ia harus melegalisasikan fotokopi ijazah itu kepada Dekan FP Unibraw. Malang. Caranya? Seperti diuraikan dalam dakwaan, Rusdi meniru tanda tangan Dekan, Ir. Soemarjo Puspo Darsono. Tak cuma itu, ia membikin stempel Dekan FP pada tukang bikin stempel di Malang. Mula-mula ia melamar kerja ke Kanwil Departemen Tenaga Kerja NTT di Kupang. Ia diterima. Tapi, karena harus memulai sebagai pegawai honorer, Rusdi tak berselera. Ia kemudian mencoba mengadu nasib dengan melamar sebagai dosen di Unib Bengkulu. Ee, juga diterima walaupun mulanya, awal Maret 1986, sebagai tenaga honor. Lima bulan kemudian turunlah SK dari BAKN dan Menteri P & K berupa pengangkatan Rusdi. Sejak itu nasibnya berubah. Sejak 1 Maret 1986 hingga 1 Desember 1989, menurut jaksa, Rusdi menikmati gaji dan tunjangan sebagai dosen senilai Rp 6.914.700. Hebatnya, di kampus Rusdi selama itu berhasil bersandiwara sebagai dosen. Kebetulan, sistem pengajaran yang dilakukan pada Jurusan Agronomi di FP Unib itu adalah dengan tim pengajar. Ia sendiri memberikan mata kuliah bercocok tanam. Agaknya, karena sistem tim itulah, ia bisa berlagak seolah dosen yang profesional. Toh kebusukan itu tercium juga. Pihak FP suatu hari menugasinya melakukan program penelitian. Ternyata, proposal yang dibuatnya dipulangkan dekan karena dianggap tak layak. Artinya, ia harus memperbaikinya. "Ternyata, ia tak mampu memperbaikinya," kata Rektor Unib, Dr. Ir. Soekotjo. Kecurigaan pun mulai timbul. Terlebih-lebih ketika ia juga gagal mengikuti penataran dosen di IPB Bogor pada November 1989. Hal itu tertuang dalam surat Direktur IUC-IPB yang ditujukan kepada Rektor Unib. Isinya menyebut, Rusdi tak mampu mengikuti penataran. Bisik-bisik pun mulai ramai di kampus itu. Seorang dosen Unib -- Ir. Dody, yang kebetulan Ketua Keluarga Alumni Unibraw Malang di Unib Bengkulu -- diam-diam bersama rekan-rekan sealmamater mengusut keabsahan ijazah Rusdi. Kepastian pun datang. Melalui surat, pada 30 November, Dekan FP Unibraw, Malang, Dr. Ir. Bambang Guritno, menegaskan ijazah Rusdi palsu. Tak ada jalan lain Dody pun melapor ke Polres Bengkulu. Pada 29 Desember 1989, polisi menangkap Rusdi. BL, Aina Rumiyati Aziz (Bengkulu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus