KOMPLEKS pelacuran di Jalan Gubeng Masjid, Surabaya, Kamis malam dua pekan lalu, geger. Seorang penjual minuman keras di kawasan hitam ini, Nyonya Gimah, dan kekasihnya, Amat, dibacok berulang kali hingga mati. Pelakunya tak lain keponakan suaminya sendiri. "Saya membunuh dia karena membuat malu keluarga," kata Salamah (lelaki) kepada TEMPO. Percintaan Gimah dengan seorang lelaki gendakannya, Amat, yang membuat soal. Malam itu, seperti biasanya, Gimah, 35 tahun, menggelar dagangan rokok dan minuman kerasnya di kawasan pelacuran kelas bawah di kompleks Stasiun Gubeng, Surabaya. Sekitar pukul 24.00 wanita berkulit putih dan hidung mancung ini didatangi gendakan Amat, 30 tahun, pria yang telah beristri dan tinggal di Jalan Mulyorejo Utara, Surabaya. Di bawah remang-remang cahaya bulan mereka bermesraan. Suatu ketika lelaki itu merebahkan kepalanya ke pangkuan Gimah. Sekitar pukul 03.00, menjelang subuh, kemesraan itu buyar. Tiba-tiba Salamah muncul dengan celuritnya. Ia langsung melayangkan celuritnya berulang kali ke Gimah, yang tidak lain dari bibinya sendiri. Korban mati seketika. Amat, yang berusaha lari, langsung dicegat oleh Saidi, teman Salamah yang memang sudah berkomplot untuk menghabisinya. Dengan senjata gobang, Saidi menyudahi lelaki itu. Para pelacur dan pria hidung belang yang menyaksikan kejadian ini langsung berhamburan dan menjerit-jerit. Tak ada seorang pun yang berani mencegah pembantaian itu. "Saya takut," kata Lasmi, seorang pelacur yang melihat kejadian ini. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan keluarga Nyonya Gimah, pembunuhan beruntun itu dilatarbelakangi dendam kesumat H. Giman, suami almarhumah. Meski sudah pisah ranjang, Gimah masih terikat perkawinan dengan H. Giman, yang terhitung masih paman Salamah itu. "Karena tak berani melakukannya sendiri, Giman menyuruh keponakannya," kata sumber ini. Sejak dua tahun lalu, hu bungan Giman dengan Gimah mulai retak. Pasalnya Giman kawin lagi dengar seorang janda yang tingga di Jalan Kanginan. Karena itu, sejak enam bulan lalu wanita yang berkulit putih dan berhidung mancung itu menerima kehadiran Amat pria yang sudah beristri dan beranak satu. Amat sendiri semula sudah diperingatkan olet teman-temannya agar tak meneruskan hubungannya dengan wanita asal Madura itu. Maklum, Giman termasuk orang berpengaruh di daerah itu. Tapi pria yang bekerja sebagai makelar ini tak menggubrisnya. Malah, Amat dan Gimah telah melangsungkan pernikahan secara resmi di KUA Kecamatan Sidoarjo, Maret lalu. Keduanya sempat mengontrak sebuah rumah di daerah Kedungsroko. Perkawinan itu tentu saja tak diketahui istri Amat. "Suami saya sering pergi malam, tak tahunya kecantol Gimah," kata istri Amat, Weni, 27 tahun. Peringatan teman-teman Amat kini terbukti. Giman, yang berasal dari Bangkalan (Madura) ini, menurut sumber TEMPO, rupanya tersinggung karena istrinya digauli orang. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang besi rongsokan ini lantas mengontak keponakannya yang tinggal di Sidoarjo, Salamah. Dengan Saidi, yang kini masih buron, Salamah merencanakan eksekusi terhadap bibinya itu. Benarkah Giman mendalangi pembantaian itu? Kepada TEMPO, Salamah mengaku membunuh bibinya atas kemauannya sendiri. "Serong tidak pantas bagi keluarga kami,"' kata Salamah. Tapi, yang aneh, sejak peristiwa itu Giman menghllang dari rumahnya. "Sejak kejadian itu, suami saya tak tinggal di sini," kata Marsiti, 35 tahun, istri muda Giman. Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini