Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tim Gabungan Rasa Kepolisian

Atas rekomendasi Komnas HAM, Kepolisian membentuk tim baru kasus Novel Baswedan yang melibatkan pihak luar. Dianggap solusi setengah hati.

25 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Novel Baswedan dalam aksi damai yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 15 Januari lalu./TEMPO/Imam S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah tiga pekan terbentuk, tim gabungan pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, No-vel Baswedan, masih berkutat dengan rapat. Bahkan tim yang dibentuk Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian atas pe-rintah Presiden Joko Widodo pada 8 Januari lalu itu masih membahas aturan main. Tito memberi tenggat tim bekerja enam bulan. “Kami membahas bagaimana mekanisme kerja tim gabungan,” kata Poengky -Indarti, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, yang menjadi anggota tim, Kamis pekan lalu.

Sejauh ini, anggota tim gabungan bersepakat bahwa mereka tidak akan memeriksa dari awal, tapi melanjutkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. “Tim gabungan akan mempelajari, mengkaji, dan melihat kekurangan-kekurangan dari penyelidikan tersebut lebih dulu,” ujar anggota tim ini.

Ia mengatakan hasil penyelidikan polisi sudah diberikan kepada tim gabungan. Kemudian tim gabungan menyerahkan kepada para pakar yang terdiri atas tujuh orang untuk mengkaji hasil penyelidikan. Tujuh pakar itu adalah mantan pemimpin KPK, Indriyanto Seno Adji; Ketua Ikatan Sarjana Hukum Indonesia Amzulian Rifai; Ketua Setara Institute Hendardi; mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis dan Ifdhal Kasim; Poengky Indarti; serta sosiolog Hermawan Sulistyo.

Hendardi mengatakan tim gabungan sudah menggelar pertemuan sebanyak tiga kali. Ia mengaku belum mengetahui secara pasti hasil rapat tim gabungan karena baru sembuh dari sakit. “Setahu saya, baru dua-tiga kali pertemuan, jadi masih awal-awal atau perencanaan,” katanya, Jumat pekan lalu.

Tim gabungan terdiri atas 65 orang, yakni 7 orang adalah pakar, 5 orang berasal dari KPK, dan 52 orang personel Polri. -Idham Azis, yang baru dilantik sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, ditunjuk sebagai ketua tim gabungan dan Kepala Biro Operasional Bareskrim Brigadir Jenderal Nico Afinta sebagai wakil ketua. Tito Karnavian bersama Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menjadi penanggung jawab tim gabungan.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal mengatakan Kepala Polri membentuk tim gabungan tersebut berdasarkan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, akhir tahun lalu. “Tidak ada kepentingan apa pun dalam pembentukan tim gabungan ini. Kepentingannya untuk mengungkap kasus itu sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM,” ucap Iqbal.

Akhir tahun lalu, Komnas HAM merumuskan empat poin rekomendasi yang ditujukan kepada presiden, Kepala Polri, dan KPK. Rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo dan KPK masing-masing terdiri atas satu poin. Kepada Presiden, Komnas HAM meminta Presiden memastikan terbentuknya tim gabungan oleh Kepala Polri serta mendukung dan mengawasi pelaksanaannya.

Kepada KPK, Komnas HAM meminta lembaga pemberantas korupsi ini melakukan upaya hukum atas peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang patut diduga sebagai tindakan menghalangi proses hukum dan mengembangkan sistem keamanan bagi semua pegawai KPK.

Rekomendasi kepada Kepala Polri terdiri atas dua poin. Pertama adalah membentuk tim gabungan yang terdiri atas Polri, KPK, tokoh masyarakat, pakar, dan pihak lain yang dibutuhkan. Kedua, memastikan tim gabungan terbentuk secepatnya serta bekerja secara cepat dan efektif sesuai dengan prosedur.

Empat poin rekomendasi ini merupakan hasil kerja Tim Pemantauan Proses Hukum Novel Baswedan, yang dibentuk Komnas HAM pada 7 Februari tahun lalu. Komisi membentuk Tim Pemantauan setelah Novel mengadu lantaran Polda Metro Jaya tak juga berhasil mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap dia walau sudah setahun berlalu. Peristiwa ini terjadi di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara, tidak jauh dari kediaman Novel, pada 11 April 2017.

Kronologi munculnya rekomendasi Komnas HAM tersebut didahului perdebatan yang alot saat rapat pleno lembaga ini, bulan lalu. Dua orang yang mengetahui hal ini mengatakan peserta rapat terbelah dalam menyikapi poin rekomendasi pembentukan tim gabungan. Sebagian komisioner menghendaki pembentukan tim gabungan direkomendasikan kepada presiden. Tapi separuh komisioner lain menginginkan rekomendasi cukup diberikan kepada Kepala Polri. “Dari tujuh komisioner, mayoritas setuju direkomendasikan ke Kapolri,” kata pejabat di Komnas HAM ini.

Ketua Tim Pemantauan Proses Hukum Novel Baswedan, Sandrayati Moniaga, membenarkan kabar bahwa komisioner sempat berbeda pendapat dalam menyikapi poin rekomendasi pembentukan tim gabungan. “Dalam proses rapat, pasti ada perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat ini wajar saja terjadi,” tutur Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM ini, Jumat pekan lalu.

Di samping poin rekomendasi tersebut, sesungguhnya ada beberapa kesimpulan penting yang menjadi temuan Tim Pemantauan Proses Hukum Novel. Di antaranya, kata Sandra, lembaganya menyimpulkan diduga telah terjadi abuse of process atau penyalahgunaan proses dalam penyelidikan kasus penyiraman Novel.

Indikasi itu antara lain polisi sangat minim melakukan pemeriksaan dan tidak menyita telepon seluler beberapa orang asing yang diduga mengintai rumah Novel. Sandra tidak menyebutkan identitas orang-orang asing tersebut. Tapi ia mengatakan identitas mereka sama seperti yang pernah ditulis Tempo, yaitu M. Hasan Hunusalela, Muhklis Ohorella, dan Ahmad Lestaluhu. Polisi sempat menyebut di antara orang-orang itu ada yang bekerja sebagai informan polisi dan menjadi “mata elang”, yaitu orang yang ditugasi perusahaan pembiayaan mencari kendaraan yang kreditnya macet.

Petunjuk lain, menurut Sandra, polisi tidak meminta bantuan ahli Pusat Laboratorium Forensik untuk memeriksa semua rekaman kamera pengintai (CCTV) yang telah disita polisi. Dari beberapa rekaman CCTV yang disita, hanya rekaman video di rumah Novel yang telah diperiksa di Laboratorium Forensik. “Ada beberapa indikasi, tapi kami tidak bisa menyebutkannya. Yang jelas hasil pemantauan kami sudah diserahkan ke Polri,” ucapnya.

Kepala Divisi Humas Polri Muhammad Iqbal mengatakan lembaganya telah melakukan proses penyidikan dengan tepat, yaitu mengumpulkan keterangan puluhan saksi; menyita alat bukti, termasuk rekaman CCTV; serta membuat sketsa terduga pelaku dan mendalaminya. “Kami sudah berusaha, tapi belum menemukan tersangka dalam kasus penyerangan tersebut,” katanya.

Di luar temuan Komnas HAM, tim gabungan sendiri mencoba mengurai kendala penyidikan polisi dengan meminta keterangan Novel Baswedan. Senin pekan lalu, tim berasal dari para pakar berencana menemui penyidik senior KPK ini, tapi pertemuan itu batal terlaksana. “Informasi yang saya dapat, akan diatur pertemuan ulang,” ujar Muhammad Isnur, pengacara Novel. Ia juga mengatakan, sebelum pertemuan, Novel meminta kejelasan soal maksud para pakar hendak menemuinya.

Novel ragu akan keberadaan tim gabungan karena banyak diisi personel kepolisian. Ia menilai tim ini adalah solusi setengah hati untuk mengusut kasus yang dialaminya. “Tim ini tidak menjawab keraguan publik, termasuk saya,” ujarnya.

RUSMAN PARAQBUEQ, ANDITA RAHMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus