Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka penipuan tiket konser Coldplay, Ghisca Debora Aritonang digugat oleh salah satu korbannya, Arya Elanda Zuriat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak awal Desember 2023. Ghisca bakal menjalani sidang perdananya sebagai tergugat perkara wanprestasi besok Kamis, 1 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. "Menyatakan tindakan atau perbuatan tergugat yang tidak mengembalikan seluruh dana atau uang milik penggugat sesuai dengan kesepakatan tergugat dan penggugat merupakan perbuatan wanprestasi (ingkar janji)," tulis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara atau SIPP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gugatan terhadap mahasiswi nonaktif Universitas Trisakti ini terdaftar di laman SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan nomor perkara 819/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst. Sebelum memasuki agenda persidangan, Ghisca dan korbannya Arya mengupayakan mediasi. Namun mediasi itu disebut gagal.
Salah satu kuasa hukum Arya, Ben Immanuel membenarkan bahwa upaya mediasi yang dilakukan pada 12 Januari 2024 itu gagal. "Pihak Ghisca ini hanya menawarkan ganti rugi sebesar 30 persen," katanya ketika dihubungi, Senin, 29 Januari 2024. Penawaran tersebut ditolak oleh Arya selaku penggugat.
Ben tidak ikut terlibat dalam mediasi tersebut. Sebab, katanya, Arya menunjuk kuasa hukum yang lain. "Saya belum dicabut surat kuasanya, jadi saya tetap sebagai pengacaranya," ujarnya.
Selain Arya, Ben juga menjadi kuasa hukum dari korban Ghisca yang lainnya. Ia mengungkapkan bahwa 10 korban penipuan Ghisca sebenarnya sudah menyepakati ganti rugi sebesar 30 persen tersebut.
Akan tetapi, katanya, kesepakatan itu gagal sebab salah satu korban, Arya menolak dalam mediasi itu. "Yang saya tahu ada 11 laporan polisi. Laporan itu terbagi dua, Arya sendiri, dan 10 korban lainnya sendiri," ucapnya.
Batalnya kesepakatan ganti rugi untuk sebelas korban Ghisca itu, menurut Ben karena prinsip dari restorative justice. "Jadi kalau mau damai semua harus menerima. Kalau satu orang tidak mau menerima perdamaian maka restorative justice batal," kata Ben.