RENTETAN protes masyarakat agar pemerkosa dihukum berat, kini membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Maret lalu, mengganjar Saleh Salim, 32 tahun, dengan hukuman 11 tahun penjara. Vonis itu sedikit di bawah ancaman maksimum perkosaan, yaitu 12 tahun penajara. Saleh dihukum seberat itu lantaran memperkosa Asih (bukan nama sebenarnya) yang baru berusia 14 tahun. Untuk daerah Jawa Barat, vonis Saleh terhitung rekor tertinggi. Sebab, "Perbuatan terdakwa terhadap korban yang masih di bawah umur itu tergolong sadis. Itu sudah di luar batas moral manusia beradab," kata ketua majelis hakim tinggi, Soegiharto. Baru pekan lalu vonis itu sampai ke tangan Saleh. Ia langsung mengajukan kasasi. Boleh jadi Saleh tak menyangka bahwa ulahnya dulu berujung vonis berat. Waktu itu, suatu hari di bulan Juni 1993, Saleh sedang mengangkut 50 ekor ayam dan 8 kambing. Di perjalanan, di Cianjur, warga Jakarta itu melihat Asih tengah jalan sore-sore. Saleh menyapa perawan bau kencur itu. Asih menyambut tersipu- sipu. Lantas Saleh menawari Asih untuk jalan-jalan bersama. Eeh, tak dinyana Asih mengangguk. Rupanya - begitu pengakuan muncul di sidang - Asih mengira bakal diajak jalan-jalan dan makan di restoran seperti yang pernah dialami sebelumnya sewaktu ia diajak orang yang menyapa begitu. Gadis belia itu tak menyadari jerat yang ditebar Saleh. Benar saja. Sembari tangan kanan mengendalikan kemudi mobil kijang, tangan kiri Saleh menggerayangi tubuh Asih. Dan sesampainya di sebuah hotel di Sukabumi, Saleh mengajak Asih bermalam di situ. Begitu Asih masuk ke kamar, Saleh langsung mengunci pintu. Tanpa ba bi bu, lelaki yang mulutnya berbau alkohol itu menggagahi Asih. Usai menggarap Asih, Saleh tertidur. Saat itulah Asih kabur. Kepada seorang anggota ABRI yang ditemuinya di jalan, dia menceritakan bencana itu. Hari itu juga Saleh diboyong ke kantor polisi. Oleh Pengadilan Negeri Sukabumi, Januari lalu, Saleh divonis 8 tahun penjara - tuntutan jaksa 10 tahun. Majelis hakim yang diketuai Djazuli menilai perbuatan Saleh terhitung kejahatan yang meresahkan masyarakat. Apalagi perbuatan itu dilakukan terhadap Asih yang masih di bawah umur. Akibatnya, masa depan Asih menjadi suram. Sebaliknya, majelis menganggap tak ada satu pun hal yang meringankan terdakwa. Saleh sama sekali tak menyesali perbuatannya. Padahal ia mengaku bersalah melakukan perbuatan keji itu. Dan Maret lalu, hukuman Saleh ditingkatkan lagi oleh pengadilan banding - menjadi 11 tahun penjara. "Agar terdakwa jera dan pelaku pemerkosaan lainnya tak lagi sembarangan melecehkan wanita. Bukankah kita ini dilahirkan dari rahim wanita?" kata Hakim Tinggi Soegiharto. Selama 36 tahun jadi hakim, Soegiharto mengaku baru kali ini menjatuhkan vonis perkosaaan setinggi itu. Biasanya, Soegiharto menghukum pemerkosa antara tiga dan empat tahun penjara. "Saya kira perkosaan sama beratnya dengan kasus narkotika," ujarnya. Saleh sendiri, ketika ditemui TEMPO di LP Sukabumi, tampak stres. "Ngapain sih ngurusin soal tahanan? Mau dihukum berapa terserah," katanya tak acuh. Tapi dari sikapnya, ia tampak kecewa sekali dengan hukuman yang dijatuhkan itu. Ia menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya itu salah, tapi cerita itu, katanya, tidak sehebat yang beredar. "Saya hanya meniduri perempuan itu di hotel. Dan saya tidak tahu bahwa itu anak- anak. Saya dikerjain polisi yang menangkap saya," ujar Saleh. Adakah vonis Saleh menggambarkan perubahan sikap pengadilan? Agaknya hal itu tak bisa dimungkiri. Sebab, bersamaan dengan protes masyarakat, terutama kaum hawa - terhadap ringannya vonis pemerkosaan - tuntutan hak-hak asasi manusia juga semakin deras. Perkosaan tak lagi dilihat sebagai delik asusila belaka. Tapi sudah dianggap kejahatan yang meresahkan masyarakat, dan merusak kehidupan korban. KUHP yang baru nanti menetapkan hukuman minimal 3 tahun penjara bagi pemerkosa.Happy Sulistyadi dan Ahmad Taufik (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini