Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis di depan santri

Pn cirebon dipadati sekitar 200 santri. tokoh mereka, h moh susilawan suryanatadireja,46, alias yu keng, diadili, dituduh menganiaya dan merusak mo- bil. yu keng dijatuhi hukuman percobaan.

26 Oktober 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengadilan seorang pengusaha dan tokoh di Cirebon dibayangi ratusan santri. Hakim pun menghukum percobaan. PENGADILAN Negeri Cirebon, tak biasanya, Sabtu pekan lalu dipenuhi santri. Seperti hendak menghadiri pengajian, sekitar 200 orang santri dari tujuh pesantren di pinggiran Kota Cirebon, yang kebanyakan berpeci, beserta pimpinan pesantren memadati ruang sidang utama pengadilan tersebut. Mereka dengan tak sabar menunggu vonis terhadap seorang tokoh mereka, yang juga pengusaha di daerah itu, H. Moh. Susilawan Suryanatadireja alias Yu Keng, 46 tahun. Suasana terasa tegang. Sekitar 20 orang petugas keamanan tampak siap siaga, sementara petugas berpakaian preman berbaur dengan pengunjung sidang. "Saya tak menjamin kalau sampai masa mengamuk jika hakim benar-benar mengabulkan tuntutan jaksa untuk memasukkan Yu Keng ke penjara," kata seorang pimpinan salah satu pondok pesantren tadi. Alhamdulillah, massa tak perlu mengamuk, apalagi menghancurkan pengadilan. Hakim Nyonya Panggabean, sesuai dengan keinginan massa, hanya memvonis Yu Keng dengan hukuman percobaan. Artinya, kendati bersalah, Yu Keng tak perlu menjalani hukuman, kecuali kalau mengulangi perbuatannya. Sebenarnya, perkara H. Yu Keng itu sederhana saja. Pada 27 Januari lalu, tuduhan Jaksa Diro Sadira, Yu Keng melakukan penganiayaan ringan dan merusak mobil adik kandungnya, Yaw Setiawan. Gara-garanya, Yu Keng tersinggung karena si adik, yang berbeda agama, dianggap menghina agama Islam. Sejak 9 tahun lalu Yu Keng, ayah empat anak, memang sudah memeluk agama Islam. Pertikaian adik-kakak itu sebenarnya pada 11 Maret 1991, sudah diselesaikan secara kekeluargaan di depan ayah mereka. Sebab itu, esoknya, Yaw mencabut pengaduannya, yang telanjur sampai ke polisi. Tapi apa mau dikata, perkara harus diteruskan. "Ini kan bukan delik aduan. Tak bisa diselesaikan begitu saja," kata Jaksa Diro. Alhasil, Yu Keng diadili dan sampai dituntut jaksa 3 bulan penjara. Ternyata, persidangan Yu Keng menimbulkan reaksi keras dari segenap pesantren di sana. Pasalnya, Yu Keng terhitung sebagai tokoh sekaligus penyandang dana pesantren di daerah itu. Setiap Sabtu malam, di lahan seluas satu hektare milik Yu Keng, berlangsung pengajian akbar. Puluhan ribu orang membanjiri acara itu. Yu Keng sebelumnya memang dikenal sebagai pengusaha bengkel motor dan ekspor-impor. Para santri di daerah itu tak bisa menerima pengadilan tersebut. Sebab, kata pimpinan Pondok Pesantren Ma'hadul Ilmi di Cirebon, K.H. Haririe, perbuatan Yu Keng cuma akibat dari adanya penghinaan agama. "Kenapa yang diadili malah yang agamanya dihina?" ujar K.H. Haririe. Sebab itu, pada 1 Oktober lalu, ketujuh pimpinan pesantren tersebut melayangkan surat protes ke Menteri Dalam Negeri, Gubernur Jawa Barat, serta instansi keamanan setempat. Hakim tunggal yang menangani perkara itu, Nyonya T. Panggabean, juga dikirimi surat itu. Dalam surat itu, mereka berpendapat jika pengadilan Yu Keng tetap diteruskan, bisa menimbulkan SARA. Belakangan, mereka rupanya mencabut surat tersebut. Kabarnya, lantaran permintaan dari instansi keamanan di sana. Toh mereka tetap keberatan atas pengadilan itu. Sebab itu pula, pada Senin pekan lalu, ribuan massa pun tumplek di persidangan Yu Keng. Untunglah, sidang ditunda karena Yu Keng sakit. Untung pula Yu Keng cuma divonis 4 bulan dalam masa percobaan 1 tahun 6 bulan. Untuk menenangkan massa, Hakim Nyonya T. Panggabean tak lupa membaca keras-keras kalimat "hukuman itu tak usah dijalankan" dalam keputusannya. Begitupun baik jaksa maupun hakim membantah adanya pihak luar yang mencampuri persidangan. "Nggak, nggak ada sama sekali campur tangan dari pihak luar," ujar Hakim Nyonya T. Panggabean. Hakim wanita itu juga mengaku keputusannya tak terpengaruh oleh massa yang membludak. "Saya pikir, hukumannya sudah cukup," ucapnya. Happy S., Ahmad Taufik (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus