Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengadili pemerkosa idiot

Lelaki bisu jumadi,30, alias zunaidi atau bugel di seret ke pn medan. ia didakwa menggauli mayat seorang bayi, yuliana mardiana, 11 bulan. terdakwa idiot. diusulkan, bebas dari hukuman.

26 Oktober 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seorang bisu dituduh memperkosa mayat. Terdakwa ternyata idiot. Perlukah dihukum penjara? MEMPERKOSA mayat? Itulah yang kini dituduhkan jaksa kepada Jumadi alias Zunaidi alias Bogel atau Bugel. Lelaki bisu berusia 30 tahun itu diseret ke Pengadilan Negeri Medan dengan tuduhan telah menggali mayat seorang bayi, Yuliana Mardiana, dan kemudian menciumi serta menyetubuhi mayat tersebut. Tindakan Bugel yang sulit dibayangkan orang normal tersebut sempat menggegerkan khalayak ramai di Medan. Pada 19 Juli lalu, seperti diuraikan Jaksa Omsin Subarkah, Bugel mengendap-endap ke pekuburan Islam di Jalan Halat, Medan. Di situ ia menggali makam Yuliana yang dikuburkan siang harinya. Ia kemudian merusak peti mayat. Kain kafan diacak-acaknya hingga bertaburan di tanah. Usai itu, maaf, ia pun menciumi mayat yang meninggal dalam usia sebelas bulan itu. Bahkan, astaga, Bugel menyetubuhinya. Tapi, ketika ia hendak melarikan mayat itu, petugas siskamling menangkap Bugel dan menyerahkan orang bisu itu ke polisi. Di persidangan, menjawab pertanyaan ketua majelis, Nurhamidah Lubis, Bugel mengangguk membenarkan dakwaan jaksa. Karena terdakwa bisu, jawabannya terpaksa diterjemahkan J. Sitohang, seorang guru sekolah luar biasa. Dengan bahasa gerak, tangan Bugel menggambarkan perbuatannya. Tapi ia menyangkal menyetubuhi mayat itu. Mula-mula ia menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata ak-ak-ak. Bugel hanya mengusapkan telunjuk kanannya ke tepi-tepi jari tapak tangan kirinya yang merapat. Artinya, ia hanya sekadar berbuat cabul dengan mayat. Sebaliknya saksi Komariah, ibu Yuliana, yakin mayat anaknya diperkosa Bugel. Berdasarkan otopsi mayat bayi itu di Rumah Sakit Pirngadi Medan, ditemukan cairan sperma berceceran di paha Yuliana. "Bahkan vaginanya bisa dilalui dua jari," kata Komariah. Kecuali soal memperkosa atau tidak, Bugel juga menyebut ada pelaku lain dalam kasus itu. Bugel memperagakan seolah-olah ada seorang pria menghidupkan sepeda motor. Lalu Bugel naik di belakang. Tapi, dibonceng sebentar, Bugel turun setelah orang itu memberinya duit seribu rupiah. Tapi siapa orang tersebut, itulah yang tak bisa dijelaskan penerjemah Sitohang. Bugel hanya mengisyaratkan orang itu bertubuh tinggi dan memakai topeng. Benar atau tidak cerita Bugel itu, yang menarik disimak keterangan psikater dr. Jamal Eka Perangin-angin. Direktur Rumah Sakit Jiwa Medan yang tampil sebagai saksi ahli ini mengusulkan agar Bugel dilepaskan dari tuntutan hukum alias ontslaag. Alasannya, berdasarkan hasil pemeriksaan selama tiga pekan terhadap Bugel, Jamal menyebut terdakwa mengidap penyakit "keterbelakangan mental" (retardasi). Ia bisu sejak lahir dan ditinggal mati ibunya sejak bayi. Ia bisa berjalan pun setelah berusia 12 tahun. Kehidupan sosial ekonomi ayahnya, yang bekerja sebagai penjaga SD, membuat Bugel hidup bergelandang. Lingkungan yang suka memperolok-oloknya mengakibatkan Bugel idiot. Ia mengenal uang karena pengalaman visual sehari-hari saja. Matematik SD pun ia tak tahu. "IQ-nya jauh di bawah standar yang normal," kata psikiater itu. Kenapa Bugel menciumi dan mencabuli mayat Yuliana? Menurut Jamal, setiap manusia mempunyai sexual drive (dorongan seksual). Begitu juga dengan Bugel. Hanya saja, dia tak bisa memilih cara normal untuk menyalurkan hasratnya. "Namanya saja idiot, mana bisa mengontrol tindakannya?" kata Jamal. Karena itu, Jamal berpendapat, seharusnya hakim menerapkan pasal 44 KUHP terhadap Bugel. Pasal itu membenarkan hakim melepaskan seseorang dari tanggung jawab pidana karena akal orang itu tak sempurna. Psikiater itu mengusulkan agar Bugel dimasukkan ke rehabilitasi sosial. Bisa saja ke semacam panti sosial. Atau dididik di sekolah luar biasa (SLB). "Orang idiot itu tak bisa disembuhkan di rumah sakit jiwa," tambah Jamal. Jamal boleh saja berpendapat. Keputusan tetap di tangan hakim. Bersihar Lubis dan Munawar Chalil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus