Seorang terdakwa divonis 8 tahun penjara hanya karena mengigau dalam tidurnya. Hakim banding membebaskannya. HATI-hati bila Anda suka mengigau dalam tidur. Gara-gara tidur mengigau, Rahmadi alias Udin Tison, buruh di pasar Antasari, Banjarmasin, sempat dihukum 8 tahun penjara. Igauannya memang menjerumuskannya: ia, konon, menyebut sudah membunuh orang lain. Namun, untunglah, hakim banding tak sependapat bila igauan itu bisa dianggap sebagai dasar petunjuk untuk membuktikan Udin bersalah. Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan baru-baru ini membatalkan putusan hakim bawahan itu dan membebaskan Udin setelah terdakwa ditahan selama delapan bulan. Pada Agustus tahun lalu, Udin, bujangan 19 tahun berbadan kekar mirip petinju itu, kena razia polisi karena membawa senjata tajam. Ia ditahan di Polsek Banjar Barat, satu sel dengan Thalib, seorang pencuri. Di tahanan itu nasib Udin makin terpuruk. Sebab, Thalib berkicau kepada polisi bahwa Udin sering berteriak-teriak dalam tidurnya. Udin, konon, dalam mimpinya bercerita bahwa ia masih dihantui arwah pelajar SMA, Akhmadi, yang dibunuhnya di Jalan Pangeran Antasari. Rupanya, bagi polisi dan jaksa, igauan itu amat berharga. "Tak mungkin Thalib mengada-ada. Ia tak punya kepentingan apa-apa," ujar Jaksa M. Thamrin. Malah belakangan cerita Thalib tadi dibenarkan oleh Wardiansyah -- saudara kandung Akhmadi -- yang kebetulan pernah sesel dengan Udin. Berdasarkan cerita mimpi itulah polisi menemukan benang merah kasus pembunuhan Akhmadi, yang penyidikannya nyaris menemui jalan buntu. Tiga tahun lalu, 27 Juli 1988, seorang pelajar SMA bernama Akhmadi ditemukan terkapar di sekitar Kuburan Kramat III, Jalan Pangeran Antasari, Banjarmasin. Malam itu juga ia diantar ke rumah sakit. Sayang, jiwanya tak tertolong lagi karena terlalu banyak darah yang mengucur dari dua lubang bekas tusukan pisau di tubuhnya. Menurut M. Thamrin, kejadian itu berawal ketika Udin bertengkar dengan dua orang yang menyenggolnya saat berpapasan. Melihat pertengkaran itu, Akhmadi segera turun dari sepedanya, mau melerai. Rupanya, Udin, yang dikenal sebagai residivis, tersinggung atas niat baik Akhmadi yang tak mau minggir dari arena meskipun sudah diperingatkan. Ia langsung mencabut pisau dan menusuk Akhmadi. Begitu Akhmadi roboh, Udin dan dua orang tak dikenal itu segera kabur. Di pemeriksaan polisi, Udin, kabarnya, juga mengaku menusuk Akhmadi. Majelis hakim yang diketuai H.M. Arief pun, pada 19 Januari lalu, menghukum Udin 8 tahun penjara. Udin, yang didampingi pengacara M. Zaini, menyatakan banding. Sebab, menurut Zaini, tak seorang pun saksi yang nyata-nyata melihat peristiwa pembunuhan itu. Lebih dari itu, di persidangan Udin mencabut keterangannya di pemeriksaan polisi, yang katanya diberikannya di bawah tekanan. "Penyidik hanya berpedoman pada keterangan Thalib, tanpa didukung informasi lain untuk menguji kebenarannya," kata Zaini. Kesimpulan ini diterima majelis hakim banding, yang diketuai Wiryawan. Dalam putusannya, majelis memvonis bebas murni sekaligus membatalkan putusan pengadilan pertama. Menurut majelis hakim banding, pencabutan keterangan Udin sewaktu diperiksa polisi beralasan. Udin bisa membuktikan dengan gigi yang patah dan bibir yang jontor. Apalagi, tak ada sama sekali bukti perkelahian Udin dengan Akhmadi. Putusan itu membuat Jaksa M. Thamrin kaget. "Hakim tinggi terlalu terpaku pada berita acara persidangan saja," kata Thamrin. Ia kesal karena majelis menolak keinginannya untuk menghadirkan terdakwa di persidangan banding. "Coba kalau persidangan banding menghadirkan Udin sehingga mimiknya bisa dibaca. Pasti putusan pengadilan tinggi akan lain," keluh Thamrin. Karena itu, Selasa pekan ini, Thamrin menyampaikan memori kasasinya. Thamrin dalam kasasi itu menganggap pencabutan pengakuan Udin di depan polisi sama sekali tak berdasar. Sebab, dua saksi polisi pemeriksa dan dua saksi polisi lainnya membantah keras terjadinya pemaksaan dalam pemeriksaan Udin. Sebaliknya, Udin Tison punya rencana menggugat kepolisian dan kejaksaan karena sudah merugikannya. Lalu siapa pembunuh Akhmadi? Mungkin perlu menunggu sampai ada yang mengigau lagi. Ardian Taufik Gesuri dan Almin Hatta (Banjarmasin)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini