Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis pengutil ragu-ragu

Ny. lany & ny. fransiska, terdakwa pengutil di matahari Dept. Store bandung divonis bebas oleh pengadilan negeri Bandung. saksi dan barang bukti kurang kuat. para pengunjung dari matahari kurang puas.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAKIM tunggal Pengadilan Negeri Bandung, Tedja Kusuma, Rabu pekan lalu, menjatuhkan vonis yang mengundang cemooh pengunjung sidang sebagian besar karyawan Matahari Department Store. Hakim itu memutus bebas dari segala tuntutan (onslag) bagi terdakwa Nyonya Lany, dan bebas murni untuk Nyonya Fransiska. Mereka berdua dituduh mengutil (mencuri) di toko serba ada itu. "Hooooh!" teriak karyawan di Matahari Department Store, Palaguna, Bandung. Rupanya, para karyawan itu begitu yakin kedua terdakwa memang "mengutil". Sebab, sebagian dan karyawan itu memergoki sendiri para tersangka ketika beroperasi. Karyawan Matahari memang layak kecewa. Sebab, gara-gara sering kecolongan, mereka pula yang harus mengganti kerugian. Begitu aturan di perusahaan itu. Karena itu, para karyawan bertepuk tangan bersyukur ketika kedua tersangka tertangkap basah. 22 Desember lalu. Lebih -lebih setelah ketahuan pengutil tersebut orang berduit, bermobil, dan punya tampang. Pada hari nahas itu Lany dibekuk Satpam Nyonya Suwarni. Dalam tas wanita itu ditemukan enam potong pakaian -- dua buah tanpa bon, dan empat buah dengan bon pembelian. Setelah itu petugas juga menangkap anak wanita itu, Paulin, 18 tahun, yang kebingungan di pusat perbelanjaan itu. Begitu tertangkap, remaja itu kontan mengaku bahwa ibunya sudah 12 kali mengutil di situ. Pemeriksaan pun diintensifkan. Mobil Honda Accord milik tersangka digeledah. Bersama polisi, bagian audit dan satpam, mereka menemukan kantung plastik transparan Matahari -- kantung plastik khusus membawa barang sebelum dibayar di kasir -- berisi seonggok pakaian anak, perempuan dan hem lelaki, di mobil itu. Melihat bukti itu, petugas semakin bersemangat mencari komplotan Lany, 37 tahun. Hasilnya, Nyonya Fransiska, 31 tahun, tertangkap. Begitu ditangkap, Fransiska mencak-mencak dan mengaku anak pejabat walau kemudian memohon agar satpam bersedia berdamai. Seorang lagi yang diduga otak komplotan ini, Iing, keburu lolos. Kasus penangkapan itu ramai dibentakan media massa di kota itu. Cerita tambah seru gara-gara sebuah surat kaleng sampai ke sebuah penerbit surat kabar di Bandung. Bunyinya: "Kalau masih ingin hidup lumayan, jangan cari-cari perkara. Jangan muat berita kami di Matahari, karena kami tak melakukan yang dituduhkan itu. Berita itu hanya untuk membusukkan nama kami. Boss Gang Empat." Tak jelas pembuat surat kaleng itu. Yang pasti, Lany dan Fransiska, yang sempat ditahan pada 6 Januari, statusnya diubah jadi tahanan kota. Jaksa Tjikmanan, yang kemudian membawa perkara ke sidang, menuntut kedua terdakwa masing-masing 6 bulan penjara. Sayangnya, Tjikmanan tak bisa menghadirkan saksi Satpam Suwarni di persidangan perkara sumir (singkat) itu. Kabarnya, Suwarni menderita sakit tifus. Apa boleh buat, kesaksian Suwarni cuma tertulis. Nyonya Lany membantah tuduhan mencuri. Ia, katanya, semula mengaku karena dipukul satpam. Sebab itu, Hakim Tedja menjadi ragu. Lany itu, "Beli enam potong pakaian, yang dibayar empat, yang dua potong terbawa ke kassa. Kalau terbawa, kan nggak bisa dituntut," kata Tedja. Ia juga ragu atas tuduhan terhadap Fransiska karena tak ada barang buktinya. Tentang barang itu, menurut hakim, tak bisa dijelaskan baik oleh terdakwa maupun para saksi secara rinci, mana barang yang telah dibeli dan mana yang diambil. Karena itu, setelah tiga kali sidang, Tedja memutuskan bebas buat mereka. "Saya jadi ragu-ragu. Biarlah hakim kasasi yang akan memutuskan," kata Tedja. Pihak Kejaksaan Negeri tak bersedia mengomentari vonis itu. "Itu wewenang hakim," kata sumber di kejaksaan, yang berniat kasasi atas kasus itu. Pihak Matahari juga tak puas. Sejumlah karyawan berniat mengirimkan surat ke Po Box 5000. Putusan itu ada apa-apanya? Tedja membantah. "Menduga itu termasuk fitnah. Hati-hati, lo," katanya. WY dan A. Taufik (Biro Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus