MEMANG sering vonis hakim membuat orang kaget. Kamis pekan lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang diketuai R. Riyanto menghukum dua orang wanita -- Nyonya Kia Sembiring, 38 tahun, dan Nyonya Nurlela Marbun, 30 tahun -- dengan hukuman 4 tahun penjara. Padahal sebelumnya Jaksa Gultom dan kawan-kawan menuntut Ria seumur hidup dan Nurlela 18 tahun penjara. Oleh jaksa, kedua wanita iu didakwa sebagai otak perdagangan ganja seberat 32,5 kg. Selain kedua terdakwa itu, majelis hakim yang berbeda di pengadilan tersebut memvonis dua anggota komplotan, kaki tangan Ria, Machrul Lubis dan Marudut Hutagaol masing-masing 4 dan 8 tahun penjara -- semula dituntut jaksa 9 tahun dan 15 tahun penjara. Keputusan itu, pekan lalu, sempat menggegerkan kejaksaan di DKI Jakarta. "Ini menyangkut nasib anak-anak muda bangsa ini. Apa hakim itu tak punya anak, atau keponakan," kata seorang pejabat penting di kejaksaan yang tak bersedia disebut namanya. "Bayanghan, jika 32,5 kg ganja kering itu dijadikan rokok, berapa ribu anak muda yang rusak," tambahnya. Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Prasetyo mengatakan pihaknya berkeyakinan bulat bahwa Ria-lah otak dari kejahatan itu. "Ia yang membeli dan mengedarkan ganja itu," kata Prasetyo. Ternyata, katanya, malah hakim menghukum Ria lebih ringan daripada kaki tangannya sendiri, Marudut Hutagaol. Sebab itu, katanya, kejaksaan menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi. Sekitar bulan Februari-Maret tahun lalu, menurut tuduhan Jaksa, Ria menyuruh Syafrudin -- yang tinggal di Medan -- mengirim paket lewat Mandala Cargo Air Service itu. Sedikitnya tiga kali. Yang kedua dan ketiga masing-masing 108 kg dan 35 kg. Barang itu diakui sebagai "gelas ukur kimia, buku karya ilmiah, dan barang cetakan lainnya". Agar tak mencurigakan, barang "ilmiah" itu seolah-olah dikirimkan Drs. Sumantri di kompleks dosen USU-Medan dengan alamat tujuan Nasrul Lubis dan Sulistioningsih di Jalan Kalimalang Raya, Jakarta Timur. Ternyata kedua orang itu adalah Machrul Lubis dan Nyonya Nurlela, komplotan Ria. Mereka yang mengambil barang kiriman dari Medan itu dan hemudian mengantarkannya ke rumah Ria di Jalan Cipinang Muara, Jakarta Timur. Setelah itu, Ria bersama Nurlela, menurut Jaksa, meracik daun-daun ganja itu, dan membungkusnya dengan kertas koran. Setelah itu, giliran Marudut Hutagdol mengrim barang itu ke penjual, di daerah Pasar Baru. Tapi proyek Ria Sembiring ini tak berlangsung lama. Maret tahun lalu polisi menggerebek rumah Ria, dan menemukan 32,5 kg ganja. Di rumah itu polisi juga menangkap Marudut. Menyusul ditangkap pula Machrul dan Nurlela. Di persidangan Ria mengakui bahwa barang itu hanya titipan Nyonya Nani, yang berutang Rp 3 juta kepadanya. Konon, menurut Nyonya Ria, jika ia tak menerima ganja itu, Nyonya Nani tak akan membayar utangnya. Keterangannya kemudian dikuatkan oleh surat Syafrudin -- yang dihukum di Medan akibat ganja itu -- kepada Nyonya Ria. Dalam surat tertanggal 30 November 1988, yang disampaikan ke sidang itu, Syafrudin menyebutkan bahwa ganja itu sebenarnya kepunyaan Nani. Tokoh Nyonya Nani itu, yang tak dipercayai kejaksaan, benar-benar ada. Menurut Prasetyo, di persidangan Ria mengatakan bahwa Nani itu hitam manis. Tapi Nurlela tak tahu sama sekali ciri tokoh itu. Sementara saksi lain, adik Ria, mengatakan bahwa Nani itu putih. "Kan aneh," ujar Prasetyo. Tapi hakim ketua yang mengadili perkara Ria ini, Riyanto, berkeyakinan bahwa ganja itu memang bukan milik Ria. Menurut hakim, terbukti Ria hanya sekali menyimpan ganja untuk memilikinya -- tuduhan mengedarkan tak terbukti -- dengan ancaman 6 tahun penjara. "Kalau saya menghukum empat tahun, apa kurang?" ujar Riyanto balik bertanya. "Yang kami khawatirkan adalah menghukum orang tak bersalah," katanya. Sebaliknya pengacara Nyonya Ria, Sitor Situmorang, menganggap vonis itu terlalu berat. Sebab kliennya, katanya, tak termasuk komplotan pengedar ganja itu. "Vonis itu tak adil, padahal klien saya bukan gembongnya. Orang-orang di belakangnyalah yang patut dihukum berat," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini