Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis versi terdakwa

Usman divonis 6 bulan penjara oleh pn medan. dituduh merampok sebuah tape recorder. pelaku sebenarnya adalah sabar dan lindung. bahkan lindung siap memeberikan kesaksian. pengakuan sabar tidak kuat.

13 Oktober 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDAIKATA Herman Mostar, pengarang buku Peradilan yang Sesat, ada di sini, mungkin dia akan mengutip kisah Usman ke dalam bukunya. Ayah tiga anak itu menganggap hakim Pengadilan Negeri Medan, Sinta Tambunan, salah menghukumnya 6 bulan penjara akhir September lalu. "Ini vonis keliru," kata Usman, yang menyatakan banding melalui LBH Medan. Usman, 28 tahun, bersama Sabar Siahaan, 26 tahun, dituduh Jaksa Pontas Panjaitan merampok sebuah tape recorder milik Ng In Sek, di Jalan Selam, Medan, pada 12 Mei 1990 malam. Perampokan itu terjadi, kata jaksa, karena Ng In Sek menolak ketika "dikompas" kedua orang itu sebanyak Rp 20.000. Ketika itu, konon, Ng In Sek, 48 tahun, ngotot tak mau membayar "uang takut" tersebut. Usman segera mencabut belati dari pinggangnya, lalu menikam paha Ng In Sek dan menyambar tape recorder seharga Rp 150 ribu itu. Kepada polisi, Ng In Sek menceritakan bahwa salah seorang pelaku bertubuh tegap, memakai baju kaus merah jambu, les hitam di leher dan tangan. Berdasarkan ciri-ciri itu, polisi mencurigai Usman. Besok subuhnya, Usman, yang malam itu memakai baju kaus seperti itu, ditangkap enam anggota polisi di rumahnya. Toh polisi tak menemukan tape recorder yang hilang itu di rumah Usman. Paginya, Usman dibawa ke rumah Ng In Sek untuk dikonfrontir. Ketika itu pemilik rumah sudah menyatakan bahwa Usman bukan orang yang mencuri tape dan menikam pahanya. Tapi, entah kenapa, belakangan Ng In Sek membenarkan kepada polisi, bahwa Usman yang berbuat. "Teman dia si Sabar," kata Ng In Sek. Di persidangan Usman membantah tuduhan tersebut. "Tuduhan ini mengada-ada," kata Usman, bekas anggota batalyon Serbu Kavaleri Medan. Menurut Usman, jaksa menyusun dakwaan itu berdasarkan berita acara pemeriksaan polisi (BAP). "Padahal, saya menandatangani BAP itu karena tak tahan disiksa," kata Usman. Sepekan setelah sidang Usman dibuka, Sabar Siahaan ditangkap di rumah temannya di Perumnas Helvetia, Medan, setelah tujuh peluru mendekam di tubuhnya. Dia dituduh terlibat dalam 10 kejahatan, di antaranya mencuri tape milik Ng In Sek bersama Usman tadi. Di tahanan, Sabar kaget ketika tahu Usman diadili karena dituduh merampok bersamanya. "Oh, bukan si Usman tapi si Lindung Hutabarat," kata Sabar. Sampai sekarang, Lindung masih buron. Menurut Sabar, ketika mereka mengompas Ng In Sek, Lindung memang memakai baju kaus merah jambu itu. Maka, akhir Agustus lalu, Sabar bikin surat di atas segel, ditujukan kepada hakim dan jaksa. Isi surat itu menyatakan Usman bersih dari kasus itu. "Saya siap jadi saksi di pengadilan," kata Sabar. Menurut Sabar, Ng In Sek itu langganan mereka. Kalau dia dan Lindung lagi peh, mereka minta duit kepada Ng In Sek. Entah kenapa, malam itu korban melawan. Karena kesal, Lindung menusuk korban dan menyambar tape tersebut. Karena itu, pembela Usman dari LBH Medan, Syafaruddin, berkali-kali meminta majelis hakim menghadirkan Sabar sebagai saksi yang meringankan. Akhirnya Hakim Sinta Tambunan mengabulkan permintaan itu dan memerintahkan jaksa menghadirkan Sabar di persidangan. Toh Sabar tak pernah bisa hadir di pengadilan. Menurut jaksa, Sabar tak bisa dihadirkannya karena tak ada pengawal. Kepada TEMPO, Sinta Tambunan mengatakan memahami kesulitan jaksa. "Untuk menangkap Sabar saja, sulitnya bukan main. Sampai-sampai dia harus ditembak," kata Sinta. Tanpa menunggu Sabar, Sinta memvonis Usman. Meski Sabar hadir di persidangan, kata Sinta, hal itu tak akan meringankan Usman. Pengakuan Sabar, katanya, tidak cukup kuat. "Setidaknya harus ada dua saksi yang bilang begitu." ~~~~MS & Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus