HEBAT juga ceritanya: Walaupun mendekam di dalam penjara selama tiga bulan, sejak akhir Februari 1985, Welas Sutaryo, 49, calon perwira polisi Polres Klaten di Jawa Tengah, disangka masih sempat mendalangi pencurian kendaraan bermotor. Caranya, perintah-perintahnya disampaikan melalui istrinya, Supini, pada waktu bezuk. "Dari istrinya itulah Welas memberikan komando langsung kepada kaki tangannya - dan Supini sudah terlatih untuk itu," ujar Kolonel Soenaryo, Kapolwil Yogyakarta, kepada Aries Margono dari TEMPO. Sebenarnya, berdasarkan data di Mahkamah Militer II Yogyakarta, Welas diketahui mempunyai latar belakang yang suram dalam meniti karier di kepolisian. Bahkan, jauh sebelum dijatuhi hukuman 3 bulan itu, Welas pernah pula ditahan selama 40 hari, akhir Desember 1983, karena terbukti sebagai penadah barang curian. Menurut Kolonel Hidayat, Ketua Mahmil Yogyakarta, waktu itu Welas hanya dihukum penjara--tidak diturunkan pangkatnya atau pecat. "Hukuman itu diharapkan bisa mengubah kelakuannya - ternyata tidak," kata Hidayat agak menyesal. Jadi, tidak heran kalau pencurian sepeda motor tetap saja berlangsung, meskipun Welas berada di dalam tahanan. Apalagi setelah bebas. Konon, Welas inilah yang selama ini, paling tidak sejak 1981, malang melintang di arena pencurian sepeda motor. Setidaknya, tercatat 66 buah sepeda motor yang dapat disikat kawanan Welas. "Terus terang, semula pihak kepolisian agak mengalami hambatan untuk mengungkapkan kasus ini. Maklum, pelakunya polisi, sih," ujar Soenaryo. "Untuk itu diperlukan bukti yang kuat guna menjaring calon perwira itu," tambahnya. APALAGI, wilayah operasinya tidak hanya di Yogyakarta, melainkan sudah meluas ke beberapa kota di Jawa Tengah, seperti Semarang, Solo, Karanganyar, Wonogiri, dan Boyolali. Karena tempat kejahatan terjadi di beberapa wilayah hukum, maka untuk membongkarnya diperlukan satuan tugas (satgas), yang dikoordinasikan oleh Polda Jawa Tengah. Dan diduga Welas mempunyai anak buah sekitar 50 orang. "Sebab, setiap pencuri yang tertangkap selalu mengaku dibekingi Welas. Dari situlah aparat mengetahui Welas terlibat lagi," tutur Soenaryo. Kisah keterlibatan dan terbongkarnya jaringan Welas bermula dari tertangkapnya orang kepercayaannya sendiri, Tan Hok Sing, September 1985. Hok Sing inilah yang mengatur pemasaran sepeda motor hasil curian. Dari pengakuannya itulah Welas diciduk Denpom Surakarta, November 1985, di rumahnya di Desa Kemiri, Klaten. Hasil kejahatan itu biasanya dijual di pelosok-pelosok desa dengan harga dari Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu. Kini kasus Welas sudah berada di tangan oditur militer dan diperkirakan diajukan ke Mahmil akhir bulan ini. "Kami yakin, kali ini Welas akan tamat kariernya," tutur sumber TEMPO di Mahmil Yogyakarta. Apalagi sekarang perkaranya sudah dilengkapi dengan barang bukti, berupa tujuh buah sepeda motor hasil curian. Dengan tertangkapnya penadah sekaligus otak pencurian, tentu saja, masyarakat boleh sedikit lega. RN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini