Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Wibawa Hakim Seharga Sandal

Seorang pencari keadilan melempar sandal ke hakim. Ia kesal karena hakim dikabarkan menerima suap.

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN main kenekatan Nyonya Siti Khadijah. Dia menghadiahi hakim, yang dimitoskan sebagai wakil Tuhan dan pengayom keadilan, hanya dengan lemparan sandal. Itu dilakukan Khadijah Selasa pekan lalu di Pengadilan Negeri Probolinggo, Jawa Timur. Waktu itu, ketua majelis hakim, Yohannes E. Binti, baru saja memvonis kemenangan bagi Mariana Luciana, yang menggugat kepemilikan tanah seluas 400 meter persegi. Khadijah, 31 tahun, segera memprotes. "Tidak adil," ucap menantu tergugat, Nyonya Arpo’eah itu. Tapi Hakim Yohannes, yang juga Ketua Pengadilan Negeri Probolinggo, keburu mengetuk palu tanda sidang ditutup. Tiba-tiba, wuuus…. Sebuah sandal melayang ke meja hijau dari sudut kiri depan barisan pengunjung sidang. Pemilik sandal, Khadijah, yang istri kedua Nurhuda, putra tertua Arpo’eah, tampak berdiri dengan muka marah. Untung, sandal tak sampai mengenai Yohannes. Juga tak menyambar dua hakim anggota majelis. Namun, suasana telanjur panas. Pengunjung sidang berteriak-teriak. Secepatnya polisi menggiring pengunjung keluar dari ruang sidang. Bersamaan dengan itu, majelis hakim buru-buru menyelamatkan diri lewat pintu samping. Tapi, sewaktu ditemui TEMPO di rumahnya di Desa Kadopok, Wonoasih, Probolinggo, dua hari setelah peristiwa pelemparan sandal, Khadijah mengaku tak berniat menghina hakim. "Saya hanya kesal," ujarnya. Sebelum kejadian, katanya, dia ingin menginterupsi hakim agar menunda sidang. Soalnya, Mariana Luciana selaku penggugat belum muncul. Buat Khadijah, kehadiran Mariana menjadi penting. Sebab, justru Mariana yang telah menipu keluarga Arpo’eah. Menurut dia, pada 1992, Nyonya Arpo’eah yang buta huruf diminta oleh Mariana untuk memberikan cap jempol pada sebuah kertas perjanjian. Untuk itu, Arpo’eah diberi uang Rp 10 juta oleh Mariana. Ternyata, surat perjanjian itu berisi jual beli tanah 400 meter persegi. Harga penjualannya Rp 35 juta. Tapi, "Sisa pembayaran sebesar Rp 25 juta tak pernah dilunasi Mariana," kata Nurhuda, suami Khadijah. Karena itu, Nurhuda tak kunjung menyerahkan tanah yang dikuasainya itu. Menghadapi sikap Nurhuda, Mariana lantas menggugat ke pengadilan pada tahun 2000. Namun, gugatan itu dipatahkan oleh majelis hakim yang diketuai Frans Loppy, yang waktu itu juga menjadi Ketua Pengadilan Negeri Probolinggo. Mariana pantang surut. Setahun kemudian, dia menggugat lagi. Ternyata, majelis hakim Yohannes memenangkannya. Toh, pihak Arpo’eah enggan menyerahkan tanah tersebut. "Kalau sudah kalah beperkara, ya, kalah. Tak bisa menggugat lagi," kata Khadijah. Menurut pemahaman Khadijah, Hakim Yohannes yang memenangkan Mariana tak mengetahui persis perkara tanah dimaksud. Itu karena Yohannes baru dua minggu bertugas di Pengadilan Negeri Probolinggo. Sebelumnya, Yohannes bertugas sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tuban, Jawa Timur. Ia memegang perkara tanah Arpo’eah yang dialihkan dari Hakim Frans Loppy. Sekalipun demikian, Khadijah lebih mencurigai Hakim Frans Loppy. Dari informasi pengacara Budjiono yang tahun lalu menangani perkara Arpo’eah, Yohannes hanya meneruskan perkara tanah itu dari Frans Loppy yang sudah menerima uang pelicin dari Mariana. Namun, berapa besarnya upeti itu, Khadijah mengaku tak tahu. Tapi Yohannes menampik isu tersebut. Ia menyatakan telah memutuskan kemenangan Mariana sesuai dengan hukum dan berdasarkan bukti-bukti otentik yang diajukan penggugat. "Nyonya Khadijah merasa pihaknya sudah memenangi sengketa itu, apalagi Mariana dianggapnya tak mengajukan banding," kata Yohannes. Padahal, kekalahan Mariana pada perkara tahun lalu lebih menyangkut aspek formalitas, belum menyangkut pokok perkara. Itu sebabnya, Mariana masih bisa menggugat lagi. Jadi, pelemparan sandal terjadi lantaran Khadijah tak paham hukum? Dulu, Agustus 1987, lemparan sepatu dilakukan Mimi Lindawati ke arah Hakim Abdul Razak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mimi merasa berang karena hakim yang sudah disuapnya Rp 2,5 juta itu menghukum ringan lawan perkara yang menipunya. Gara-gara lemparan sepatu itu, Mimi diadili dan dihukum dengan tuduhan contempt of court (menghina peradilan). Akan halnya Hakim Yohannes, ia sudah memaafkan perbuatan Khadijah. Ia mengaku memaklumi emosi wanita itu yang sedang kesal. Tapi atas desakan Ikatan Hakim Indonesia, Jumat pekan lalu, Yohannes melaporkan Khadijah ke polisi. Rupanya, organisasi hakim itu merasa wibawa hakim terinjak oleh lemparan sandal Khadijah. Dwi Arjanto dan Isra Ramli (Probolinggo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus