INI satu bukti betapa instansi penegak hukum menjadi ladang bisnis basah. Tiga orang jaksa di Kejaksaan Negeri Depok, Jawa Barat, yakni Irwan Darmawan, Agus Sudrajat, dan Yosef Sukarna, melenyapkan perkara empat tersangka shabu-shabu dengan imbalan Rp 50 juta. Akibatnya, keempat tersangka yang semula ditahan itu kabur hingga kini.
Jelas, ulah ketiga jaksa itu amat serius dan berakibat fatal bagi penegakan hukum. Karena itu, Selasa pekan lalu, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengusulkan agar Kejaksaan Agung memecat ketiga orang tersebut. Menurut Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Untung Setia Ari Muladi, tak mustahil ketiganya akan diproses secara hukum pidana.
Kasus yang menambah coreng di wajah kejaksaan ini bermula dari orang bernama Ferry. Pemuda berusia 25 tahun ini dikenal sebagai penganggur di Citayam, Bogor. Rupanya, Ferry juga pemakai sekaligus pengedar shabu-shabu. Suatu waktu, Ferry menjual 200 gram shabu-shabu kepada Haris dan dua rekannya.
Medio Agustus 2001, Ferry ketanggor. Ia dibekuk petugas dari Kepolisian Sektor Sukmajaya, Depok, yang pura-pura ingin membeli shabu-shabu darinya. Sebelumnya, polisi sudah mencokok Haris dan dua temannya. Ferry, Haris, serta dua mitranya itu lantas ditahan di Kepolisian Sektor Sukmajaya.
Tak lama kemudian, perkara mereka sampai ke Kejaksaan Negeri Depok. Ketika itulah Irwan dan dua temannya sesama pegawai di Kejaksaan Negeri Depok mengunjungi Ferry dan kawan-kawan di tahanan Kepolisian Sektor Sukmajaya.
Kepada kawanan Ferry, Irwan dan dua koleganya berjanji bisa membebaskan mereka dan meredam perkara mereka agar tak sampai ke pengadilan. Untuk itu, tentu saja kawanan Ferry mesti membayarnya. Di kalangan jaksa, Irwan, pindahan dari kejaksaan di Jakarta, kabarnya dikenal jago "membisniskan" perkara.
Ternyata, entah bagaimana caranya, kawanan Ferry dan kelompok Irwan bisa berjumpa di sebuah rumah makan di Depok. Padahal, Ferry dan kawan-kawan masih berstatus tahanan Kepolisian Sektor Sukmajaya.
Di pertemuan itu, kelompok Irwan sepakat menghilangkan berita acara penyidikan Ferry dan kawan-kawan di kepolisian yang telah dikirim ke kejaksaan. Irwan juga akan memalsu tanda tangan pejabat di Kejaksaan Negeri Depok sehingga kawanan Ferry bisa dilepaskan.
Dua hari kemudian, kelompok Irwan memperoleh imbalan Rp 50 juta dari kawanan Ferry. Bersamaan dengan itu, kawanan Ferry, yang penahanannya menjadi tanggung jawab kejaksaan, dilepaskan. Kabarnya pula, kelompok Irwan menjalankan aksinya dengan bantuan seorang polisi di Kepolisian Sektor Sukmajaya.
Kontan, lepasnya kawanan Ferry menjadi gunjingan. Sebagian masyarakat pun memprotes kepolisian yang gampang melepaskan tersangka shabu-shabu, padahal mereka baru beberapa hari ditahan.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Depok tak kalah gemparnya. Sebab, proses penyidikan polisi terhadap perkara kawanan Ferry sudah dianggap lengkap oleh kejaksaan, tapi berita acara penyidikan keempat tersangka tak ada di kejaksaan. Dari situlah terungkap ulah kelompok Irwan.
Bersamaan dengan itu pula kepolisian memburu kawanan Ferry. Namun, kata Kepala Satuan Reserse Kepolisian Resor Depok, Ajun Komisaris Budi Hermawan, hanya Ferry yang bisa ditangkap kembali. Haris dan dua kawannya kabur entah ke mana. Setelah diperiksa kembali, Ferry berkali-kali mengaku tak tahu-menahu aksi pelenyapan berita acara penyidikan tadi.
Kata Ferry kepada pemeriksa, semua itu diatur oleh Haris, yang tercatat sebagai pegawai Departemen Agama di Kantor Kabupaten Bogor di Cibinong. Demikian pula soal pertemuan di rumah makan dan uang bayaran Rp 50 juta, Harislah yang merencanakan. "Ferry juga mengaku baru sebulan kenal dengan Haris," tutur Budi Hermawan. Kini, Ferry ditahan di Kepolisian Resor Depok.
Sayangnya, ketiga jaksa itu tak bisa dimintai komentar. Rupanya, mereka kini jarang muncul ke kantor. Mereka memang tak lagi diberi tugas, sembari menanti proses pemecatan oleh Kejaksaan Agung. Adapun Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Nyonya Lilis Tyaningdyah, enggan menjelaskan. Alasannya, kasus tiga orang itu, yang menurut dia hanya staf di seksi intel kejaksaan Depok, bukan jaksa, sudah ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Happy S., Hadriani Pudjiarti, Rinny Srihartini (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini