PERSIS di malam Tahun Baru lalu, penduduk perbatasan Kecamatan Puger dan Gumukmas, Kabupaten Jember, Jawa Timur, geger. Sesosok mayat wanita, di malam itu, ditemukan di semak-semak dekat sawah dalam keadaan mengerikan. Tubuh wanita itu penuh luka akibat senjata tajam. Pahanya tersayat, kedua lengannya putus dan kepalanya hilang entah di mana. Wanita itu hanyalah salah satu korban dari 11 korban pembunuhan yang membuat pusing polisi di kabupaten itu selama tiga bulan terakhir ini. Menariknya, semua korban adalah wanita. Dan dari kesebelas korban pembunuhan itu, hingga kini baru dua kasus yang bisa diungkapkan. Salah satunya mayat di atas tadi. Sembilan hari setelah mayat tanpa kepala itu ditemukan, seorang ayah di Kecamatan Puger melapor telah kehilangan anak gadisnya. Setelah golongan darah dicocokkan ternyata mayat tanpa kepala itu adalah anak gadis lelaki itu, Sulistyani. Gadis itu masih 20 tahun, dan konon "kembang" di desanya. Malam Tahun Baru itu, Sulis terlihat berjalan bersama, sebut saja Imron, warga Desa Pukurejo, Gumukmas. Pemuda 25 tahun itu kabarnya bekas pacar Sulis. Imron, konon, cemburu ketika tahu Sulis punya pacar baru. Karena itu, Sulis dihabisi. "Dia positif sebagai pelakunya,' ujar sumber TEMPO di Polres Jember. Hanya sehari setelah mayat Sulis ditemukan, pada 2 Januari polisi kembali sibuk karena tewasnya seorang wanita lain, Misnati, 35 tahun, warga Jalan Maluku, Jember. Leher wanita itu memar bekas dicekik. Dagunya membiru bekas pukulan benda tumpul. Polisi menduga keras, wanita itu dibunuh suaminya sendiri, Sumarwi. Tapi lelaki itu membantah. "Demi Allah, saya tidak membunuh istri saya. Yang melakukannya tiga orang maling," ujar Sumarwi pada TEMPO di tahanan Polres Jember. Menurut Sumarwi, 30 tahun, pada malam itu ia lesehan di kursi tamu, sementara istrinya tidur sendirian di kamar. Anak mereka satu-satunya, Asmina, lagi menginap di rumah neneknya, masih di sekitar Jalan Maluku. Kurang lebih pukul 3 dinihari, Sumarwi terbangun. "Saya mendengar istri saya merintih kesakitan," ujarnya. Ia, katanya, lebih kaget lagi karena kaca jendela nako rumahnya sudah menganga lebar. Ia langsung lari ke kamar istrinya. Terlambat. Misnati sudah terbujur tenang, tak bergerak lagi. Ketika itulah, menurut Sumarwi, ia dicelurit salah seorang maling tersebut. Alis mata kirinya sobek. Tapi Sumarwi sempat melawan. Ia menantang dua orang sekaligus. Ketika tamu-tamu tak diundang itu lari, Sumarwi malah mengejar sampai di kuburan dekat sungai di batas desa. Tapi ia gagal setelah terkena pukulan benda tumpul dan jatuh pingsan. Selain kehilangan istrinya, Sumarwi juga kehilangan sebuah TV hitam putih 14 inci dan radio transistor. Seingat dia kemudian maling itu tiga orang. Semua bercelana jeans, berkaus biru, dan bersarung. Namun, Sumarwi lupa mengingat ciri-ciri yang lebih rinci. Polisi curiga semua cerita itu hanya karangan Sumarwi. Sebab, lelaki yang konon sehari-hari calo buntut itu tak lancar menceritakan kejadian itu. Polisi juga sulit mempercayai laki-laki itu berani nekat mengejar maling sampai ke kuburan tanpa menjerit minta tolong. "Semua keterangannya lemah dan sulit dipercaya," kata Kapolres Jember Letkol. Pol. Drs. Karyono Sumodinoto pada TEMPO. "Goresan luka pada alis mata kirinya mencurigakan," tambah Karyono. Ada kesan seperti diiris sendiri. Menurut polisi, Sumarwi akhirnya memang mengaku membunuh istrinya. Sebab, Sumarwi ingin minta uang istrinya Rp350 ribu. Tapi Misnati menolak karena uang itu adalah uang arisan warga. Terjadilah cekcok yang berakhir dengan kematian Misnati pengakuan inl, menurut Sumarwi, terpaksa diberikannya karena tak tahan akibat pukulan petugas pemeriksa. Kecuali kedua kasus di atas, dalam tiga bulan terakhir ini ada sembilan orang wanita lainnya yang terbunuh tanpa diketahui pelakunya. Bahkan empat orang korban sampai sekarang belum diketahui identitasnya. Korban pertama -- dari ke-11 korban itu -- adalah seorang wanita sekitar 30-an tahun yang ditemukan tewas di selokan kuburan Cina -- tempat para WTS beroperasi. Setelah itu, menyusul dua wanita WNI keturunan Cina. Motifnya diduga perampokan. Sebab, cincin emas 5 gram dan emas lantakan 50 gram milik korban ikut raib. Menyusul 12 Desember lalu, Misna, 29 tahun, mati. Jasadnya ditemukan seorang pencari rumput di Desa Petung, Bangsalsari. Dua hari kemudian, tiga wanita sekaligus ditemukan mati di tiga lokasi berbeda. Berikutnya bahkan seorang nenek, warga Karangharjo-Sempolan, Supiah, 60 tahun, juga menjadi korban pembunuh. Terakhir, setelah Sulis dan Misnati, pada 9 Januari lalu Sukinah, 32 tahun, ditemukan tewas. Mungkinkah pelaku kejahatan itu orang yang sama? "Tidak ada kaitan satu kasus dengan lainnya di tiap daerah," kata Kapolres Karyono. Seandainya Karyono benar, agaknya keamanan di daerah itu benar-benar sudah di ambang batas. Perlukah "Petrus" diundang ke sana. Wahyu Muryadi dan Toriq Hadad (Biro Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini