SEBUAH pistol meledak. Seorang anak, muda kembali menjadi korban sia-sia. Arif Suyoto, 18 tahun, pelajar SMA Antonius Jakarta, tergeletak dengan luka di pelipisnya, akibat pistol yang digenggam temannya sendiri, Bayu. Selain kedua orang di atas, di kamar kos tempat kecelakaan itu juga ada tuan rumah Adi dan dua orang teman korban serta pelaku, Eko dan Gunawan. Senin dinihari pekan lalu, sekitar pukul 01.00, Arif dilarikan kawan-kawannya itu dengan sebuah minibus ke Rumah Sakit Bethesda, Yogya. Tapi ajal telah menunggunya di situ. Setelah itu, Bayu Subianto, 23 tahun ditemani Eko dan Gunawan, melapor ke polisi Sektor Depok, Yogyakarta. Ia mencoba mengelabui polisi. "Kami baru saja pulang dari Bali, cerita Bayu, mahasiswa Universitas Nasional Jakarta itu. Sampai di Jalan Kalasan, di pinggir Kota Yogya, tuturnya, mobil Suzuki Carry B-7523-DA yang mereka tumpangi disalip sepeda motor. Tak mau kalah mereka kembali menyalip mobil itU. Kejar-mengejar terjadi. Di Desa Kembang Kalasan, kedua kendaraan berhenti. Kelompok Bayu melanjutkan perlombaan itu menjadi duel dengan dua remaja bersepeda motor tadi. Bayu ditendang, tapi, katanya, ia tak melawan. Temannya semobil, Arif, ikut turun membantunya. Tapi begitu turun, Arif ditembak pemuda bermotor itu. Sebuah selongsong peluru diberikan Bayu kepada polisi sebagai bukti. Kapolres Sleman, Letkol. Drs. Wahyoeno, pagi itu juga meneruskan berita itu ke Kapolwil Yogya, Kolonel Drs. A.A. Soegiyo. Tapi polisi curiga. Sebab, saat melapor, kawanan anak muda itu tak membawa tas pakaian. "Masa, bepergian jauh tak membawa tas," kata Soegiyo. Kecurigaan itu semakin besar karena Bayu tak bisa menunjukkan tempat kejadian. Alasannya tempat itu gelap. "Tapi gelap-gelap, kok, bisa menemukan selongsong peluru. Kan aneh? Saya tambah curiga," kata Soegiyo lagi. Karena itu, ketiga anak muda itu langsung ditahan. Di pemeriksaan kemudian, salah seorang anak muda itu mengaku bahwa tas pakaian mereka dititipkan di tempat teman, di sebuah rumah di Tempelsari, tak jauh dari Polsek Depok. Pagi itu juga polisi memburu ke rumah itu. Di tempat itu polisi menemukan sesuatu yang mencurigakan, setumpuk abu, bekas barang dibakar. Di rumah itu pula, polisi menemukan Adi Sulistyo, mahasiswa Teknik Perminyakan UPN Yogya, yang lagi menangis di hadapan pemilik rumah, Soemarsono. Adi mengaku menjelang dinihari itu, ketika lagi buang air kecil, mendengar suara keras di kamarnya, saat dihuni teman-temannya tadi. Adi mengaku kaget dan mengira suara itu berasal dari kucing meloncat di atap seng. Lalu ia kembali ke kamar. Ternyata, di kamar itu ia melihat Arif sudah tertembak. Darah mengucur lewat pelipis, membasahi kasur. Ia sekarat. Dan tak jauh dari situ, Bayu, ketika itu, kelihatan gugup dan membanting pistol ke lantai. Dua rekannya, Gunawan dan Eko, yang terbangun mendengar suara itu, terbengong. Bayu tiba-tiba mengancam mereka agar tutup mulut. Adi pun disuruh Bayu membakar kasur busa, seprai, dan beberapa kain yang tepercik darah. Setelah itu, katanya, baru mereka mengangkut Arif ke rumah sakit. Pengakuan Adi ini semakin lengkap dengan ditemukannya barang bukti berupa pistol jenis FN 9 mm, merk Makarov, di balik tumpukan genting di belakang rumah Soemarsono. Polisi juga menemukan sebuah selongsong peluru di abu, bekas pembakaran kasur tadi. Barang lain yang disita polisi adalah 10 butir pelutu kaliber 9 mm, enam butir peluru FN kaliber 38, dua selongsong peluru, dua buah magazin, dan tentu saja tas pakaian mereka. Melihat bukti-bukti itu, Bayu tak berkutik lagi. Ia mengaku tak melaporkan kejadian sesungguhnya karena takut dan bingung. "Saya heran, anak itu pintar ngarang bualan," kata sumber di Polwil Yogyakarta. Keempat remaja asal Jakarta itu sebenarnya baru kembali dari liburan di Bali. Mereka berangkat ke Bali pada 27 Desember lalu dengan mobil Suzuki milik orangtua Arif. Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, Minggu 8 Januari malam, mereka mampir ke rumah kos Adi, di Tempelsari, Yogya. Di situ, cerita Adi kepada polisi, Arif memaksa agar Senin besok pulang ke Jakarta. Sebab, sudah seminggu ia membolos sekolah. Tapi bekal uang mereka habis. Sebab itu, pimpinan rombongan, Bayu, cari akal. Malam itu juga, bersama Adi, ia pergi ke rumah paman Bayu. Di situ Bayu mendapat sangu Rp15 ribu. Dari temannya, Bayu juga mendapat bekal Rp1O ribu. Masih merasa kurang, Bayu menjual gitarnya Rp15 ribu. Malam itu terkumpul uang Rp40 ribu untuk bekal ke Jakarta. Masih cerita Adi, sepulang mereka ke rumah kos pada tengah malam, Arif, Eko, dan Gunawan, yang kecapekan, tertidur pulas di lantai beralaskan kasur. Bayu, yang belum tidur, mengeluarkan pistolnya milik orangtua angkatnya, seorang perwira tinggi Angkatan Udara. Magazinnya dilepas. Tiba-tiba pistol itu meledak dan mengenai pelipis Arif. Kecelakaan biasa? Begitu kesimpulan sementara Kolonel Soegiyo. Kemungkinan itu ada karena jarak tembak lebih dari 30 sentimeter. "Kalau sengaja, tentu lebih dekat," kata Soegiyo. Apalagi, menurut Bayu dan teman-temannya, selama di perjalanan mereka tak pernah bertengkar. "Mereka teman akrab yang tinggal sekompleks di Halim Perdanakusuma," kata Soegiyo. Tewasnya pemuda ganteng berkulit hitam manis itu tentu saja mengejutkan keluarga dan teman-temannya di Jakarta. Kepala sekolah SMA Antonius, Drs. J. Soedirdjo, membenarkan kedua muridnya itu, Arif dan Eko, sudah membolos seminggu. "Tapi Arif dan Eko bukan anak nakal. Mereka biasa-biasa saja," kata J. Soedirdjo. Di sekolah Arif dikenal sebagai anggota tim inti bola basket, di samping seorang pemain musik. Sebenarnya, orangtua Arif semula keberatan anaknya berlibur ke Bali. Tapi murid kelas II itu memaksa. Akhirnya orangtua Arif, Kolonel Subagyono, melepas anaknya itu asal saja anak bungsu dari empat bersaudara menuliskan seluruh perjalanannya di buku hariannya. "Juga biar bisa mengatur uang saku yang kami berikan," kata Nyonya Subagyono. Ternyata, Arif tak kembali lagi. Hanya mayatnya yang Senin malam pekan lalu diserahkan polisi ke keluarga Subagyono, sebelum dimakamkan Selasa siangnya di Jakarta. Polisi, yang terus menyidik kasus itu, akhir pekan lalu menemukan kasus baru. Di mobil Arif ditemukan sebuah amplop berisi ganja kering seberat 3 gram. Konon, anak-anak muda itu membawa 3,5 ons ganja kering dari Jakarta. Selama liburan di Bali, ganja itu mereka isap ramai-ramai. Sisanya dihabiskan di rumah kos Adi. Polisi menduga kemungkinan lain: pistol itu meledak ketika mereka lagi fly, karena Bayu kehilangan kontrol. Tentu saja semua itu baru kemungkinan. Mana tahu ada penyebab lain yang lebih masuk akal? Laporan I Made Suarjana (Biro Yogyakarta) dan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini