Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BPIP Populerkan Salam Pancasila saat Seminar di Yogyakarta

Survei menunjukkan terjadi penurunan kesadaran terhadap Pancasila. 85 persen milenial terpapar terorisme.

6 Juli 2022 | 11.50 WIB

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila KH. Yudian Wahyudi, saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional "Meneguhkan Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Dasar NKRI" yang digelar Majelis Kridatama Pancasila di Yogyakarta, Senin (4/7/2022).
Perbesar
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila KH. Yudian Wahyudi, saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional "Meneguhkan Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Dasar NKRI" yang digelar Majelis Kridatama Pancasila di Yogyakarta, Senin (4/7/2022).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

INFO NASIONAL - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, M.A, Ph.D menjadi narasumber pada Seminar Nasional "Meneguhkan Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Dasar NKRI" yang digelar Majelis Kridatama Pancasila di Yogyakarta, Senin, 4 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dari awal paparannya, ia terus memopulerkan Salam Pancasila kepada peserta kegiatan seminar tersebut. “Pada intinya, BPIP ingin memperkenalkan salam yang dibutuhkan dalam menjaga persatuan Indonesia tanpa mengganggu akidah”, ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Prof Yudian bercerita prestasi Bangsa Indonesia di bawah kepemimpinan Bung Karno pada awal masa kemerdekaan sebagai sebuah negara baru. "Bangsa kita ini bangsa terbaik di muka bumi dalam konteks pembangunan negara baru. Bikin negara baru yang terbaik di muka bumi adalah Bangsa Indonesia," kata dia.

Soekarno juga disebut mampu mengelola perbedaan yang terjadi di dalam negeri dan kemudian membawa Indonesia tampil di pentas internasional. "Jadi Bung Karno itu pada zamannya merupakan tokoh ketiga dari tiga tokoh dunia. Yang pertama Presiden Amerika Serikat, kedua Presiden Uni Soviet, dan ketiga Presiden Republik Indonesia," kata Prof Yudian.

Sementara itu, Wakil Kepala BPIP Dr. Drs. Karjono, S.H., M.Hum menyatakan terjadi penurunan kesadaran masyarakat terhadap Pancasila. Berdasarkan survei Badan Nasional Penaggukangan Terorisme terdapat 85 persen milenial terpapar radikaliame.

Demikian pula, dari hasil Survei Saiful Mujani Research, masyarakat yang bisa menyebut sila-sila Pancasila dengan benar sebanyak 64,6 persen, dan tidak bisa sama sekali menyebut sila Pancasila sebanyak 12,3 persen.

Hal tersebut karena Tap MPR II/MPRS/1978 tentang Eka Prasetya Pancakarsa atau P4 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Satu tahun kemudian Lembaga BP7 dibubarkan, dan saat penggantian Undang-undang Sikdiknas mata ajar Pancasila dihilangkan atau bukan merupakan mata pelajaran wajib. 

Karjono mengucap syukur atas telah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN) yang menjadi sebuah benteng penguatan Pancasila bagi generasi bangsa karena mewajibkan mata ajar Pancasila mulai PAUD sampai Perguruan Tinggi.

Ia menegaskan perlu ada penguatan kelembagaan sehingga BPIP tetap kokoh dalam menjalankan tugas dan fungsinya yaitu membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan Pembinaan Ideologi Pancasila.

"Meski UU kita (RUU BPIP) belum di sah-kan tetapi kita tetap mendorong penguatan lembaga BPIP dengan undang-undang. Selain itu, juga banyak peraturan yang erat dengan BPIP yang dapat memperkuat Pancasila, salah satunya Perpres tentang PIP bagi generasi muda melalui Paskibraka,” kata Drs Karjono.

Ia juga menyampaikan, BPIP terus berupaya menginternalisasi berbagai program dan kegiatan melalui musik, film, olahraga, dan kuliner, serta gotong royong membangun kampung dan Desa Pancasila. 

Di sisi lain, Drs Karjono mengapresiasi program Pemerintah saat ini telah memenuhi unsur-unsur Pancasila, salah satunya program harga BBM di Papua sama dengan di Pulau Jawa. Tumbuh kembangnya jalan tol di daerah perbatasan atau pelosok negeri sama dengan di Ibu kota negara. “Ini walaupun tidak ada frasa atau kata Pancasila, namun program pemerintahan Bapak Joko Widodo ini sudah Pancasila banget,” ujarnya.

Pakar Geopolitik, DR. Ir. Hasto Kristiyanto, M.M mengatakan, agar tidak multitafsir, masyarakat harus mempelajari spirit kelahiran Pancasila berdasarkan pidato  sang proklamator Soekarno atau Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.

"Agar penjabaran terhadap seluruh falsafah dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara itu kita tidak dikooptasi oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu. Maka mau tak mau kita kita mempelajari spirit kelahiran Pancasila 1 Juni," kata dia.

Hasto menyoroti, saat ini sesama anak bangsa mudah saling bertengkar dan mencela. Ia berpendapat, hal ini merupakan kemunduran dari spirit kebangsaan karena dulu Indonesia telah outward looking, melihat keluar dan tidak hanya jago kandang.

"Dalam situasi keterbatasan sumber daya saat itu, Indonesia bisa menggelar Konferensi Asia Afrika. Kemana spirit itu sekarang? Tugas kita sekarang memiliki kemauan melihat keluar. Agar kita tidak menjadi bangsa yang berpikiran sempit," kata Hasto.

Ketua Umum Majelis Kridatama Pancasila, Hanief S.Ghafur menyatakan, bahwa selama 23 tahun terakhir, terjadi disrupsi terhadap nilai Pancasila. Menurutnya, kehampaan Pancasila itu sangat berbahaya. Bisa saja virus dari luar menjangkiti bangsa Indonesia. Maka ke depan, menurut dia, kondisi disrupsi ini harus diatasi dengan memasyarakatkan Pancasila kepada seluruh anak bangsa dari segala lapisan.

“Bangsa ini harus sukses menyekolahkan seluruh anak bangsa di sekolah Pancasila, harus ada stempel aktif untuk sekolah mengenai Pancasila. Dan mudah-mudahan kehampaan dan kekosongan nilai-nilai Pancasila yang sebenarnya, bisa diisi di masa mendatang,” kata Hanief. (*)

 

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus