Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=verdana size=1>Peristiwa Penembakan</font><br />Ketika Presiden Lari Pagi

Iring-iringan pemberontak menerobos sampai rumah Presiden dan Perdana Menteri Timor Leste. Komandan militer dan pasukan PBB saling melempar tanggung jawab.

18 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hanya ada kemarahan dalam suara Komandan Angkatan Darat Timor Leste Brigadir Jenderal Taur Matan Ruak, ketika bertemu wartawan dalam konferensi pers di Dili, Selasa pekan lalu. Karena, sehari sebelumnya kelompok pemberontak yang dipimpin Mayor Alfredo Reinado Alves menyerang rumah Presiden Jose Ramos-Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao. Xanana selamat, tapi Horta dengan tiga luka tembak di tubuhnya dilarikan ke rumah sakit di Darwin, Australia. Matan Ruak menuduh pasukan PBB, yang tergabung dalam Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF), gagal mencegah serangan Reinado.

Ruak menyoal lolosnya sejumlah kendaraan pengangkut orang bersenjata menyusup masuk ibu kota dan mendekati rumah presiden serta perdana menteri tanpa terdeteksi ribuan pasukan internasional yang menjaga Dili. Komandan pasukan Australia di Timor Leste, James Baker, cuci tangan. Menurut Baker, tak ada yang dapat dilakukan untuk mencegah percobaan pembunuhan terhadap Presiden Horta dan Perdana Menteri Xanana. ”Kecuali kami punya informasi yang menunjukkan waktu dan tempat peristiwa akan terjadi,” ujar Baker.

Bagi Ruak, dalih konyol Baker ini menunjukkan ketidakmampuan pasukan internasional yang bertanggung jawab terhadap keamanan di Timor Leste. Ruak menyodorkan bukti: sejak kehadiran pasukan PBB pada 2006 di Timor Leste, dua kerusuhan terjadi dan tak satu pun didukung laporan intelijen sebelum peristiwa itu terjadi. ”Saya lihat banyak (militer) profesional di sini, tapi mereka tak pernah mendeteksi,” ujar Ruak.

Gugatan Ruak bukan mengada-ada, karena sekitar 2.000 pasukan internasional dan polisi PBB tumplek-blek di Dili. ”Tentu pantas dipertanyakan bagaimana Reinado bisa masuk Dili tanpa seorang pun tahu,” ujar Sophia Cason, analis International Crisis Group di Dili.

Diduga ada empat mobil dengan pelat pemerintah mengangkut sekitar 20 orang lelaki bersenjata dan berseragam militer menyusup ke Dili pada Senin dini hari itu. Kelompok ini berpencar. Satu kelompok menuju rumah Presiden Horta di Metiaut, kawasan perbukitan Areia Branca di atas pelabuhan Dili. Selebihnya menuju rumah Perdana Menteri Xanana.

Kelompok pertama—termasuk Reinado—menyerbu rumah Presiden Horta. ”Pengkhianat! Pengkhianat!” teriak mereka. Kelompok ini melumpuhkan pengawal Horta di pintu gerbang, mendobrak pintu rumah, dan mencari pemenang Nobel Perdamaian itu di dalam rumah. Tapi hanya ada Amelia (Lily), 17 tahun, keponakan Horta yang sedang menyiapkan sarapan pagi, dan sejumlah pengawal yang bergiliran malam.

Tapi tim pengawal Horta yang bertugas siang hari tiba satu jam di luar kebiasaan, sebelum pergantian dengan pengawal malam. Mereka yang berada di barak di belakang rumah Horta melihat Reinado di dalam rumah, sehingga terjadi baku tembak selama 20 menit. Salah seorang pengawal Horta menembak Reinado persis di wajahnya. Reinado tewas dalam rompi antipeluru. Sekitar 100 meter dari rumah Horta, Luis Vieira, direktur lembaga bantuan internasional, kaget mendengar rentetan tembakan. Jarum jam di rumahnya menunjuk 6.50 pagi.

Saat itu Horta, 58 tahun, justru sedang bermandi peluh menyusuri pantai tempat ia biasa berolahraga lari pagi sebagaimana kebiasaannya, untuk menurunkan berat badan. Ia hanya ditemani dua pengawal bersenjata pistol. Padahal biasanya Presiden Timor Leste ini dikawal 10 hingga 15 orang berpakaian sipil dengan senjata genggam di pinggang. Pengawal Presiden berasal dari polisi PBB (UNPOL), polisi nasional Timor Leste (PNTL), dan pendukung sang Presiden. Lily sempat memperingatkan Horta lewat telepon seluler tentang kedatangan pemberontak. Toh Horta kembali ke rumahnya. Ia mengkhawatirkan keselamatan Lily.

Sebelum masuk pintu gerbang, Horta dicegat seorang diplomat asing yang juga sedang berolahraga lari di pantai. Diplomat yang tak mau disebut identitasnya ini mendengar dan melihat pertempuran di rumah Horta. Ia menawarkan tumpangan mobil kepada sang Presiden untuk menyelamatkan diri. Tapi Horta menolak. ”Tidak apa-apa,” ujar Horta. Rupanya Horta, yang pernah bertemu Reinado beberapa kali, percaya bahwa ia dapat meyakinkan Reinado agar menyerah. Maka Horta, yang tak tahu Reinado tewas 30 menit sebelumnya, melenggang menuju rumah.

Horta rupanya sudah ditunggu. Menurut sumber militer, seorang laki-laki muncul tiba-tiba dan menembak Horta. Salah seorang pengawal Horta bergerak melindungi Horta dengan tubuhnya. Tapi terlambat. Tiga peluru bersarang di tubuh Horta. Dua di dada bagian atas, satu menembus perut. Horta terjerembap bersimbah darah. Toh Horta sempat menelepon Komandan Angkatan Darat Timor Leste, Taur Matan Ruak. ”Saya butuh bantuan Anda,” ujar Horta.

Menurut iparnya, Joao Carrascalao, Horta terbaring berlumuran darah tanpa bantuan polisi PBB selama setengah jam. Padahal markas polisi PBB hanya 300 meter dari rumah sang Presiden. Barulah setelah pasukan paramiliter Portugis tiba, Horta dievakuasi ke rumah sakit militer di Dili. Tapi pejabat PBB membantah. Menurut Allison Cooper, juru bicara PBB di Dili, dua unit polisi PBB dikirim ke rumah Horta satu menit setelah mendapat laporan lewat telepon pada pukul 6.59. Polisi PBB itu sampai di rumah Horta pada 7.18. Dua menit kemudian Horta berada di dalam ambulans menuju rumah sakit.

Satu jam setelah serangan di rumah Horta, tembakan kembali terdengar di dekat rumah Perdana Menteri Xanana Gusmao di Balibar, selatan Dili. Sekitar pukul 7.30 pagi, sopir Xanana datang dan mengabarkan terjadi serangan di rumah Presiden Horta. ”Kami diminta Menteri Pertahanan agar tinggal di rumah,” ujar istri Xanana, Kirsty Sword Gusmao. Tapi Xanana mengabaikan peringatan itu.

Ia pergi bersama rombongan pengawal. Di sebuah pertigaan tak jauh dari rumahnya, Xanana diberondong tembakan pemberontak selama 15 menit. Xanana lolos setelah dilarikan pengawal dengan sebuah angkutan pedesaan yang kebetulan lewat. Tapi istri dan anak Xanana terperangkap ketakutan selama satu setengah jam di dalam rumah. Nyonya Gusmao menyembunyikan anaknya di bawah tempat tidur. Beruntung, sisa pengawal keluarga Xanana mengenal penyerang dan berhasil meyakinkan mereka bahwa di rumah hanya ada perempuan dan anak-anak. ”Kami hanya punya sedikit pengawal,” ujar Nyonya Gusmao.

Masalahnya, militer Timor Leste tak bisa campur tangan terhadap keamanan pribadi Presiden dan Perdana Menteri. Sebab, kata Brigadir Jenderal Taur Matan Ruak, petugas dari Unpol-lah yang bertanggung jawab. Sebaliknya, menurut pejabat PBB di Timor Leste, Finn Reske-Nielsen, sejak Presiden Ramos-Horta menyatakan keamanannya ditangani pemerintah Timor Leste, Horta tak lagi berada di bawah perlindungan PBB, termasuk ketika serangan itu terjadi. ”Ramos-Horta hanya menginginkan pengamanan dari pasukan Timor Leste,” ujar Reske-Nielsen.

Repotnya, Horta bukanlah orang yang suka pengawalan ketat. Ia malah bangga menyebut dirinya ”pria yang tak pernah butuh pengawalan ketat dan tak pernah menghindari risiko”. Seorang anggota militer Portugis menggambarkan sikap Horta terhadap keamanan dirinya sebagai mimpi buruk. Rumah Horta pun dirancang tanpa pertimbangan keamanan. Seluruh rumahnya tampak dari jalan. Gerbang cuma dijaga dua pengawal dengan satu senjata mesin. ”Perhatian Horta satu-satunya pada staf keamanannya adalah mencoba mengurangi (jumlah) mereka,” tulis Greg Bearup, wartawan koran Sydney Morning Herald, yang pernah mengikuti Horta sepekan.

Horta sering menyuruh pengawalnya pulang lebih awal atau ngeloyor meninggalkan rumah tanpa pengawal. Ia kadang berhenti di perkampungan bergabung dengan rakyat. Bahkan, setelah kerusuhan besar di Dili pada 2006, Horta masih nekat setiap pagi berjalan kaki ke patung raksasa Yesus Kristus yang menatap Dili dari atas bukit. Bagi musuhnya, Horta adalah target pembunuhan yang mudah.

Raihul Fadjri (The Age, Sydney Morning Herald, AP, Reuters), Jose Sarito Amaral (Dili)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus