Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>IRAN</font><br />Politik Baru Nuklir Iran

Iran mengindikasikan sepakat kerja sama dengan PBB soal nuklir. Kemenangan diplomasi Iran atas negara Barat.

2 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon sumringah. Kamis pekan lalu, bekas Menteri Luar Negeri Korea Selatan itu menjelaskan: pemerintah Iran membuka akses bagi Badan Tenaga Atom Internasional (badan PBB untuk bidang atom dan nuklir) memeriksa instalasi nuklir Iran.

Empat orang tim badan pimpinan Mohammed el-Baradei sejak Sabtu hingga Senin pekan lalu memang sudah menginspeksi instalasi nuklir Fordo, di Qum, 160 kilometer barat daya Teheran. Dan perkembangan ini tak lepas dari suatu pertemuan di Wina, Austria. Pada 20-23 Oktober Iran berunding dengan Amerika Serikat, Rusia, Cina, Prancis, Inggris, serta Jerman di markas Badan Atom di Wina. Di situlah delegasi Iran yang dipimpin Said Jalili setuju memberi akses bagi badan PBB itu untuk memeriksa nuklir Iran.

Di Iran sendiri, sikap lebih kooperatif juga diperlihatkan. Presiden Mahmud Ahmadinejad sepakat dengan negara-negara Barat tentang proses pengayaan uranium Iran. Berpidato di Mashdad, ia menegaskan kali ini Iran sepakat mengelola uraniumnya di Rusia. ”Kerja sama ini sudah ke arah yang tepat, dengan tetap menghargai kedaulatan Iran.”

Selama ini, dialog negara-negara Barat-Iran mandek lantaran keduanya tak kunjung beranjak dari perbedaan sikap: negara Barat selalu memerintahkan Iran menghentikan proses pembuatan nuklirnya dan Iran selalu menolak. Berkali-kali Iran mempertanyakan ”hak istimewa” Israel mengembangkan fasilitas nuklirnya. Sebaliknya, Israel lebih suka memberikan aneka macam gambaran menakutkan bila Iran sampai memiliki senjata nuklir.

Ahmadinejad menganggap perkembangan terakhir ini sebuah kemenangan Iran. Kemenangan Teheran semakin lengkap kala Teheran hanya menyanggupi mengirim uraniumnya 70 persen—sekitar 1,2 ton ke Rusia. Akhir tahun ini, 20 persen uranium itu dikirim kembali ke Iran dalam bentuk nuklir sebagai bahan bakar mesin isotop untuk pengobatan kanker.

Kesepakatan ini cuma berbeda lima persen dari usul negara Barat yang memaksa Iran mengirim uraniumnya ke Rusia. Pada 23 Oktober, muncul usul Amerika agar Iran mengirimkan 1,5 ton uranium ke Rusia.

Usul itu muncul karena Amerika masih khawatir potensi Iran menggunakan nuklir untuk persenjataan. Bila tak sebagian besar yang langsung dikirimkan ke Rusia, Iran bisa membuat senjata dengan fasilitas di Qum. Delegasi Iran pimpinan Said Jalili minta waktu sepekan untuk membahas usul itu.

Alih-alih kecurigaan Amerika terbukti, Iran malah mendapat keuntungan lebih dari pengiriman uranium. Selama uranium ditransfer, negara-negara Barat akan mengirim bahan nuklir untuk keperluan medis dan listrik Iran. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika, Ian C. Kelly, menilai ini adalah kesempatan Iran memanfaatkan perhatian dunia tentang nuklirnya. ”Pada saat yang sama, Teheran masih bisa memberikan nuklir buat kemanusiaan, untuk masyarakat Iran.”

Melunaknya Iran itu berkaitan dengan diplomasi Rusia dan Cina selama ini. Dalam menghadapi Iran, keduanya yang anggota tetap Dewan Keamanan PBB lebih mengutamakan kerja sama ketimbang sanksi ekonomi, seperti usul Amerika di PBB pada masa pemerintah George Walker Bush.

Sebelum Ban menggelar konferensi pers di Rusia, Tzipi Livni, pemimpin Partai Kadima, oposisi terbesar di Israel, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov. Mereka membahas posisi Rusia dalam isu nuklir Iran. Sebuah laporan pertemuan itu menegaskan keduanya mendukung posisi Rusia dalam mengatasi kemelut program nuklir Iran di PBB. Yang penting bagi Iran saat ini: proses pengayaan uranium tetap berjalan.

Rabu malam pekan lalu, Ali Asghar, perwakilan Iran di badan PBB, menyerahkan dokumen tanggapan akhir Iran atas usul Amerika kepada El-Baradei. Baradei tak mengumumkan persisnya bunyi dokumen itu. Namun wajah El-Baradei tampak gembira.

Yophiandi (LA Times, Press TV, The New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus