Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABAR gembira itu datang dari Israel. Melalui iklan satu halaman di surat kabar Haaretz, Selasa pekan lalu, tiga pemimpin partai politik sayap kiri dan tengah—Kadima, Buruh, dan Meretz—memberikan dukungannya kepada J Street, sebuah organisasi Yahudi di Amerika Serikat yang baru berusia 18 bulan.
”Kami mendukung usaha Anda membantu Israel mencapai perdamaian dengan negara-negara tetangga dan menjamin keamanan serta masa depan Israel sebagai negara demokrasi.” Demikian antara lain isi pernyataan tertulis yang juga ditandatangani sejumlah tokoh terkemuka Israel, termasuk para pensiunan jenderal.
Bagi Jeremy Ben-Ami, pendiri dan Direktur Eksekutif J Street, dukungan ini semakin mempertebal keyakinannya bahwa banyak pihak mendukung kelompoknya. Sebelumnya, dia sempat kecewa karena Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, Michael Oren, menolak menghadiri konferensi pertama yang digelar oleh organisasi itu di Washington, DC, pekan lalu. Diduga sang Dubes menolak hadir karena kebijakan J Street tak sejalan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Penasihat kebijakan dalam negeri di masa pemerintah Presiden Bill Clinton itu juga senang karena jumlah peserta konferensi yang berlangsung 25-28 Oktober lalu itu melebihi perkiraan. Tak kurang dari 1.500 orang menyesaki ruang pertemuan Hotel Grand Hyatt Washington. Konferensi yang secara khusus membahas masa depan hubungan Amerika-Israel ini juga menarik perhatian para blogger. ”Rasanya sangat menggetarkan, bisa membahas segala hal yang selama ini dianggap anti-Israel,” kata Joshua Levine-Grater, Rabbi Yahudi dari Pasadena yang hadir dalam konferensi.
J Street resmi berdiri April 2008 di Washington, DC. Kelompok ini didukung kaum Yahudi progresif yang menginginkan segera dicapainya jalan keluar bagi konflik Israel-Palestina. Selain Ben, sejumlah pemuka Yahudi Amerika terkemuka, seperti mantan ketua agen intelijen Israel, Mossad, Debra De Lee, dan mantan Duta Besar Amerika untuk Israel, Samuel Lewis, menduduki kursi direktur. ”Kami ingin memberikan perspektif politik yang lebih segar, yang lebih dekat dengan konsensus kalangan Yahudi Amerika,” kata Samuel.
Walaupun masih baru, J Street disebut-sebut sebagai penyeimbang American Israel Public Affair Committee (Komite Urusan Publik Israel Amerika, AIPAC), yang selama lebih dari setengah abad menjadi satu-satunya kelompok lobi Israel di Kongres Amerika yang mempengaruhi kebijakan negara adikuasa itu di Timur Tengah. ”Menjadi wadah alternatif bagi warga Yahudi di Amerika yang kecewa terhadap AIPAC,” kata Peter Medding, ahli hubungan Amerika-Israel dari Hebrew University of Jerusalem.
Berbeda dengan AIPAC yang membela apa pun keputusan pemerintah Israel, J Street justru rajin melempar kritik, termasuk soal pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Organisasi ini sempat mendapat kecaman ketika menentang serangan Israel ke Jalur Gaza pada 27 Desember 2008. Pada Mei 2009, J Street juga membuat surat yang meminta Amerika lebih aktif menekan Israel ataupun Arab dalam proses damai dan mendorong pemerintahan yang efektif di wilayah Palestina. Padahal sebelumnya AIPAC telah menulis surat kepada Obama, meminta Amerika ”tetap menjadi sahabat setia bagi Israel”.
Meski demikian, organisasi yang memiliki moto pro Israel, pro peace lobby itu tetap menjadikan keamanan Israel sebagai tujuan utama lobinya. ”Kami organisasi yang pro-Israel. Bagi yang tidak setuju, silakan mencari organisasi lain,” mereka menegaskan. Pemecahan masalah Timur Tengah yang masuk akal, menurut J Street, adalah negara Israel dan Palestina hidup berdampingan damai sesuai dengan perbatasan pra-1967. Dan Yerusalem dijadikan ibu kota bersama.
Biarpun tegas mendukung Israel, banyak pihak yang ragu terhadap komitmen J Street. Para pendukung sayap kanan bahkan meragukan komitmen J Street mendukung Israel karena menerima dana dari warga muslim dan Arab. ”Orang-orang Arab dan muslim jarang menyumbang untuk organisasi-organisasi yang menyatakan diri sebagai pendukung Israel seperti yang dilakukan J Street,” tulis Hilary Leila Krieger dari Jerusalem Post dalam sebuah artikel berjudul ”Muslim, Arabs among J Street Donors”.
J Street, yang kini memiliki anggaran US$ 3 juta (sekitar Rp 30 miliar), mengakui adanya dana yang berasal dari orang-orang non-Yahudi—meski jumlahnya sangat kecil. ”Pro-Israel bukan berarti anti-Arab atau anti-Palestina,” Ben menegaskan.
Nunuy Nurhayati (New York Times, Haaretz, Jerusalem Post)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo