Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>PALESTINA</font><br />Rumitnya Palestina Bersatu

Fatah dan Hamas bertekad mengumumkan pemerintah sementara pekan ini. Tapi perjuangan untuk merdeka masih keras.

20 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA belum bisa tersenyum lebar saat meninggalkan Kairo pekan lalu. Para wakil Fatah dan Hamas, dua kubu politik utama Palestina, harus pulang ke tanah pendudukan dengan pekerjaan rumah yang pelik. Rencananya, pekan ini mereka akan mengumumkan pemerintah sementara Otoritas Palestina.

Tugas itu tak mudah. ”Perselisihan terbesar,” kata Amin Maqbool, Sekretaris Jenderal Dewan Revolusioner Fatah, kepada Radio Palestina, ”terkait dengan siapa yang akan menjadi perdana menteri.”

Harapan memang terbit setelah sebulan lalu sebuah sejarah ditorehkan. Fatah dan Hamas, yang senantiasa berselisih pandangan soal bagaimana mewujudkan Palestina, sepakat bersatu. Penguasa Tepi Barat dan Jalur Gaza itu menyepakati beberapa hal. Yang cukup mendesak adalah pembentukan pemerintah sementara, yang akan bekerja hingga pemerintah hasil pemilu tahun depan terbentuk.

Pemerintah sementara itu merupakan satu pertaruhan. Merekalah yang akan menentukan perjalanan Palestina. Merekalah yang mesti menuntaskan beberapa hal krusial yang harus ditangani. Mereka pulalah yang harus melanjutkan perundingan perdamaian yang mandek tahun lalu karena Israel menolak menghentikan pembangunan permukiman. Mereka juga harus mengupayakan jalan alternatif, memperjuangkan negara Palestina merdeka di Perserikatan Bangsa-Bangsa, September mendatang.

Pekan lalu Komite Pusat Fatah mengusulkan Salam Fayyad menjadi perdana menteri untuk pemerintah sementara. Usul ini segera menjadi front baru perselisihan. Soalnya, Hamas langsung menolak karena menganggap mantan pejabat Bank Dunia itu terlalu dekat dengan Barat.

Fatah dan para pendukungnya berkeras karena memandang Fayyad, yang saat ini merupakan Perdana Menteri Otoritas Palestina, sebagai kunci bagi langkah Palestina selanjutnya. ”Saya percaya Fayyad adalah kandidat yang tepat karena dia memiliki reputasi internasional yang akan mencegah isolasi terhadap pemerintah,” kata Wasel Abu Yousef, pejabat Organisasi Pembebasan Palestina.

Fayyad dianggap akan berpengaruh besar bagi Palestina untuk mendapatkan bantuan masyarakat internasional. Dia juga diyakini merupakan sosok yang bisa diterima dalam perundingan-perundingan. Kalaupun terpaksa menyelesaikan masalah pengakuan negara Palestina di PBB, keberadaan Fayyad dinilai akan mempermulusnya.

Tak mengherankan jika Fatah berkukuh mengegolkan Fayyad. Pada akhir bulan lalu, misalnya, Presiden Mahmud Abbas sengaja terbang ke Kairo untuk meminta Kepala Dewan Agung Angkatan Bersenjata Mesir Jenderal Mohammed Tantawi dan pejabat tinggi Mesir lainnya membujuk Hamas.

Abbas juga mengirim pejabat senior Fatah, Nabil Shaath, ke Jalur Gaza—wilayah kekuasaan Hamas sejak pemilu 2006. Namun, dalam pembicaraan dengan Ismail Haniyah, Perdana Menteri Pemerintah Hamas, tak ada kesepakatan yang bisa dicapai. Hamas bahkan mengajukan protes soal penangkapan aktivisnya di Tepi Barat. Sesuai dengan kesepakatan persatuan, masalah tahanan politik memang harus dibereskan.

Tapi, belakangan, Hamas tampak melunak. Musa Abu Marzouk, Wakil Ketua Hamas, mengakui pemerintah Palestina masih bergantung pada bantuan asing. Karena itu, pemerintah yang dibentuk harus diterima berbagai kalangan, tak hanya Fatah dan Hamas. ”Amerika Serikat memberi syarat dan Eropa juga ingin menunggu serta melihat pemerintah (yang dibentuk) sebelum mengumumkan posisinya,” katanya.

Semua pihak berharap pekan ini pemerintah baru benar-benar terbentuk. Abbas menjanjikan pemerintahan yang independen. ”Ini akan menjadi pemerintahan saya, bukan pemerintahan Fatah ataupun pemerintahan Hamas,” katanya. Ini janji yang penting.

Saat ini Palestina tengah mendapat tekanan kuat dari berbagai pihak. Amerika dan beberapa negara Eropa meminta Ramallah tidak mengajukan permohonan pengakuan di sidang PBB. ”Mereka bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi kalau kami tidak mengikutinya,” kata seorang petinggi Palestina.

Israel pun kian gencar melobi masyarakat internasional untuk menggagalkan upaya Palestina di PBB. Negara ini melobi pendukungnya satu per satu demi memastikan lebih dari sepertiga anggota PBB tak akan mendukung Palestina. Atau, setidaknya, agar ada negara pemegang hak veto yang menentang.

Purwani Diyah Prabandari (Reuters, Jerusalem Post, JMCC, Al-Ahram)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus