Liliane Sichler merupakan wartawan asing pertama yang
menghadiri sidang pengadilan revolusioner Iran. Wanita Perancis
itu Maret lalu mengenakan cadar dan menutupi seluruh rambutnya
di kota suci Qom. Laporannya dimuat l'Express, suatu majalah
Perancis terkemuka. Berikut ini kutipnn tentang jalannya
peradilan di kota kedinman Ayatullah Khomeiny
RUANGANNYA sangat besar. Lantai tertutup debu yang terseret
sepatu-sepatu dari seluruh kota Iran. Sebagian dari ruangan
diubah jadi pelataran dilengkapi dengan delapan buah kursi biru
serta sebuah mikrofon. Di dinding, gambar Khomeiny terpampang
sangat menyolok. Di langit-langit, serangkaian bunga tergantung
menimbulkan rasa asing bagai di ruang dansa yang telah
ditinggalkan.
Tiba-tiba terjadi kegaduhan dalam ruangan itu. Seorang lelaki,
dengan pistol di pinggang, meloncat ke pelataran. "Tenang
saudara-saudara!" Kemudian seorang anak lelaki berumur antara
15-16 tahun tampil ke depan mik. Di tangannya terdapat sebuah
kitab nyanyian religius. Dengan suara lantang ia mengumandangkan
untaian pujaan pada Allah. Publik menyahut bagai gemuruh ombak
laut, bergantian. Wajah-wajah mereka begitu serius. Di atas
--dalam galeri -- seorang perempuan terdiam, tubuhnya bersandar
ke dinding, wajahnya tertutup cada. Ia menangis dan seorang
anak lelaki kecil duduk di pangkuannya. Ia adalah isteri
tertuduh.
Sebuah pintu terbuka dan ayatullah Tehrani, dengan wajah serius,
memasuki ruangan. Ia mengenakan jubah hitam yang panjang dan
sorban putih. Ia hakim tertinggi. Para mullah mengikuti di
belakangnya dan duduk di dekat Tehrani. Seorang lelaki dengan
kostum hitam dan ponco potongan abad ke-19 duduk di sudut lain.
"Itu pengacara," seorang menjelaskan.
"Ia membela tertuduh?" tanya saya.
"Tidak, tak seorang pun yang mau membela terdakwa."
"Jadi apa yang akan dilakukan pengacara itu?"
"Ia membacakan surat tuduhan."
Pada saat itu terdengar teriakan di ruangan. Sebuah pintu
terbuka, Agha Hassani, tertuduh, muncul dengan lengan diikat dan
dikelilingi penjaga. Ia tersenyum dan memberi salam kepada
hadirin. 'Pengacara' memanggil saksi-saksi. Seorang petani
bersandal mendekati mik. "Saya di sini karena Allah dan karena
imam Khomeiny," katanya. Ayahtullah Tehrani bertanya "Apa yang
engkau lihat?"
"Hassani telah mengancam dan membunuh orang-orang di hadapannya
dengan pistol. Ia merobek-robek potret Khomeiny di muka toko
saya. Lalu ia menghancurkan seluruh isi toko saya."
Seorang saksi lain mendekati mik dan bersumpah di bawah Qur'an
"Orang ini telah memukul saya dan memenjarakan saya selama lima
hari. Akibatnya saya tak bisa tidur selama empatpuluh hari sejak
itu. Dan di hadapan saya ia berkata bahwa ia akan menyembelih
ibunya sendiri bila ibunya suatu hari menyebut nama Khomeiny
.... " Hadirin berang.
Seorang lelaki tua berkata: "Demi Allah, saya bersumpah, ia
telah memukul bapak saya dan ia tak mau membayar roti yang
diambilnya dari toko saya. " Lalu seorang anak belasan tahun Ia
telah menumpahkan dorongan jeruk saya di jalanan. Saya bertanya,
mengapa ia melakukan itu, dan ia menjawab. Karena kamu berbicara
melawan Shah kami."
Saksi lain: "Saya berada di dalam mesjid saat itu dan saya lalu
mendengar bunyi tembakan. Seorang lelaki telah terbunuh."
Pengacara memotong: "Apakah saudara melihat Hassani menembak?"
"Saya tidak melihatnya, terlalu banyak orang waktu itu .... "
Pada saat itu, seorang lelaki tua maju ke depan. Ia membawa
sebuah foto. Seorang menjelaskan, "Di foto itu terdapat Hassani
sedang membunuh seorang anak perempuan berumur empat tahun!"
Saya perhatikan, tapi saya hanya melihat seorang anak mati dalam
sprei bergelimang darah. Hadirin berteriak: "Mati untuk Hassani!
Mati!" Tapi pemilik foto tak berani menunjukkan potret itu ke
hadapan para hakim, ia nampaknya hanya mau melihat tertuduh dari
dekat saja . . .
Hassani bangkit. "Saya tak bersalah, saya tak pernah membawa!
katanya kalem. "Saya hanya seorang polisi. Bila saya telah
memukul seseorang, saya tak akan bisa mengingatnya kembali."
Akhirnya, di Qom, Agha Hasan divonis bersalah "melakukan
serangkaian pembunuhan." Ia ditembak mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini