Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bazargan Makin Tidak Berdaya

Bekas PM. Iran, Amir Abbas Hofeyda dihukum mati. Wakil PM. Iran Entezan mengakui bahwa pemerintahan Bazargan tidak mengetahui pengadilan & hukuman mati Hofeyda, sebagai bukti bahwa bazargan tidak berdaya.(ln)

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNAH hukum tembak berhenti Maret lalu, suatu pertanda Perdana Menteri Mehdi Bazargan didengar. Tiga minggu saja istirahat itu. April ini pengadilan revolusioner Iran aktif kembali dan serangkaian eksekusi pun dilaksanakan. Korban paling menonjol sesudah istirahat itu adalah Amir Abbas Hoveyda, 61 tahun, pernah menjadi Perdana Menteri Iran selama 13 tahun. Didakwa melakukan 17 kesalahan, Hoveyda membela diri sendiri tanpa memperoleh pengacara. Semua tuduhan itu. menurut lapordn pers, mengambang seperti "dosa terhadap Tuhan, pengkhianatan terhadap negara dengan menjual rahasia pemerintah kepada Amerika, campur tangan dalam urusan kebebasan pers, merusak pertanian." Mungkin satu-satunya kesalahan Hoveyda yang bisa dibuktikan di pengadilan adalah tindak-tanduknya selama berkuasa yang sering mengganti pemimpin redaksi suratkabar dan pimpinan pers lainnya supaya sesuai dengan selera pemerintah. "Tapi kesalahan demikian jelas terlalu kecil untuk hukuman mati," komentar ahli hukum Iran seperti dikutip Daily Telegraph, London. Tujuh hakim mengadilinya. Sidang pengadilan berlangsung beberapa jam saja. Segera sesudah itu, Hoveyda ditembak. Peluru pistol menembus lehernya. Permintaannya supaya diberi waktu satu bulan untuk menuliskan memoirnya ternyata tidak dikabulkan. Wakil PM Iran, Amir Entezam kemudian secara terbuka mengakui bahwa pemerintah Bazargan "tidak tahu sebelumnya" mengenai pengadilan dan hukuman mati atas Hoveyda. Kejadian ini membuktikan lagi betapa PM Bazargan tidak berdaya. Pendapat dunia jelas mengecam praktek pengadilan revolusioner Iran itu, yang mempersulit posisi Kazargan. Dia pernah dikabarkan meminta berhenti, ketika gelombang pertama eksekusi memuncak. Dengan gelombang kedua ini, apalagi sesudah kematian Hoveyda, pemerintahan Bazargan tampaknya belum melihat alasan untuk mengundurkan diri. Para pengamat di Teheran malah cenderung mernbandingkan Bazargan dengan Hoveyda. Di bawah Shah yang otokratis dulu, kekuasaan Hoveyda jauh lebih kecil dibanding dengan yang ada di tangan seorang perdana menteri di Eropa Shah mengangkat sendiri para anggota kabinet, mengatur tentaranya, berhubung langsung dengan polisi rahasianya Savak, mencampuri urusan dalam dan luar negeri. "Saya cuma mandor," kata Hoveyda dalam pembelaannya di pengadilan. Ucapannya tidak berlebihan. Sebagai "mandor" itu, Hoveyda pernah dikorbankan oleh Shah sebagai "kambing hitam" ketika memuncak serangan terhadap kerajaannya tahun lalu. Shah malah memenjarakan Hoveyda dengan tuduhan korupsi. Setelah Shah terusir. Hoveyda berpindah status ke tahanan Khomeiny. Kejadian di Iran seakan-akan tidak terkendali. Pekan lalu Ayatullah Teleghani menutup kantornya di Teheran. Dua puteranya sebelum itu diculik dan dianiaya oleh gerombolan ekstrim selama dua hari. Teleghani, ulama yang moderat, diduga berselisih paham dengan para pengikut Ayatullah Khomeiny yang keras. Keadaan ekonomi makin memburuk. Para pekerja, yang dulu berdemonstrasi menentang Shah, kini turun lagi ke jalan raya menuntut kenaikan upah dan memprotes terhadap meningkatnya pengangguran. Dari 9 juta tenaga kerja di Iran, 3 juta orang praktis menganggur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus