Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

48 Kota AS Terbitkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Salah Satunya Kota Asal Biden

Resolusi Gencatan Senjata di Gaza telah menyebar di beberapa kota Amerika Serikat, memberikan tekanan besar kepada Presiden Joe Biden jelang pemilu.

2 Februari 2024 | 11.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjuk rasa anti-perang mengangkat tangan mereka yang "berdarah" ke belakang Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken selama sidang Komite Alokasi Senat mengenai permintaan dana tambahan keamanan nasional senilai $106 miliar dari Presiden Biden untuk mendukung Israel dan Ukraina, serta meningkatkan keamanan perbatasan, di Capitol Hill pada Washington, 31 Oktober. REUTERS/Kevin Lamarque

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 70 kota di Amerika Serikat, termasuk Chicago dan Seattle, telah meloloskan resolusi mengenai perang Israel-Gaza dengan sebagian besar menyerukan gencatan senjata, demikian analisis Reuters terhadap data kota, yang memberikan tekanan lebih besar kepada Presiden Joe Biden menjelang pemilihan umum pada November mendatang untuk membantu mengakhiri pertempuran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedikitnya 48 kota telah mengeluarkan resolusi simbolis yang menyerukan penghentian pengeboman Israel di Gaza, dan enam kota lainnya mengeluarkan resolusi yang mendukung perdamaian secara lebih luas. Sedikitnya 20 kota telah mengesahkan resolusi yang mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel, yang memicu pertumpahan darah saat ini, demikian data menunjukkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut beberapa fakta yang perlu diketahui tentang kota-kota yang menandatangani resolusi Gencatan Senjata tersebut:

Sebagian Besar di Negara Bagian Demokrat

Sebagian besar resolusi gencatan senjata telah disahkan di negara-negara bagian Demokrat seperti California, meskipun setidaknya 14 telah disahkan di negara-negara bagian swing states seperti Michigan yang dapat menentukan dalam upaya pemilihan kembali Biden melawan mantan Presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump.

Gabriela Santiago-Romero, seorang anggota dewan Detroit yang memberikan suara untuk meloloskan resolusi gencatan senjata di kota terbesar di Michigan pada November, mengatakan bahwa resolusi tersebut mencerminkan rasa frustrasi, terutama oleh para pejabat yang lebih muda dan orang-orang kulit berwarna, terhadap Biden dan para pemimpin partai Demokrat nasional lainnya.

"Kami menginginkan kepemimpinan yang mau mendengarkan kami," kata Santiago-Romero.

Partai Demokrat harus "mendengarkan kaum muda, berinvestasi pada keberagaman, berinvestasi pada orang-orang yang memiliki nilai-nilai yang selaras yang benar-benar mendengarkan konstituen mereka," tambahnya.

Beberapa Kota yang Mendukung

Chicago menjadi kota terbesar yang menyerukan gencatan senjata dalam pemungutan suara yang ketat di mana Wali Kota Brandon Johnson mematahkan hasil imbang 23-23 untuk mengesahkan resolusi tersebut. Selain itu, ada kota-kota besar lainnya seperti San Francisco hingga kota-kota kecil seperti Carrboro, North Carolina, dan bahkan kota kelahiran Biden, Wilmington, Delaware.

Suara Warga Arab di Michigan

Setidaknya sembilan dari seruan gencatan senjata itu datang di Michigan, di mana warga Arab Amerika menyumbang 5% suara dan margin kemenangan Biden atas Trump pada 2020 kurang dari 3%. Sebuah jajak pendapat pada bulan Oktober menunjukkan dukungan Biden di antara warga Amerika keturunan Arab telah merosot menjadi 17% dari 59% pada 2020.

"Ini (perang) adalah sesuatu yang akan ada di benak para pemilih," kata Douglas Wilson, seorang ahli strategi Partai Demokrat di negara bagian North Carolina.

"Akan menjadi masalah di sini dan di semua negara bagian swing states karena populasi Muslim di negara bagian ini, populasi Yahudi di negara bagian ini dan populasi kulit hitam dan coklat di negara bagian ini," kata Wilson.

Para analis memperingatkan bahwa meskipun banyak hal dapat berubah sebelum pemilu 5 November, frustrasi lokal terhadap Biden dapat merugikannya di tempat pemungutan suara dengan menekan jumlah pemilih.

Nadia Brown, seorang profesor pemerintahan di Georgetown University, mengatakan bahwa banyak aktivis Demokrat "tidak melihat pemungutan suara atau melakukan sesuatu di tingkat nasional sebagai cara untuk mendapatkan hal-hal yang mereka sukai."

Brown menambahkan: “Dan jika mereka tidak melihatnya sekarang, akankah mereka melihatnya pada November? Saya rasa tidak.”

REUTERS

Ida Rosdalina

Ida Rosdalina

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus